Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | [32/55] No Other, The Story

9 Februari 2020   12:28 Diperbarui: 9 Februari 2020   12:28 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

MANSHI'S DIARY

CHAPTER 32

OFF MY MIND

                "Aku pulang."

                Begitu aku membuka pintu, aku melihat Yifang dan Yesung, keduanya duduk di sofa. Yesung merangkul Yifang dan Yifang tiduran di dadanya Yesung. Aku tidak tahan lagi dengan pemandangan ini. Aku ingin Yesung kembali ke apartemennya saja.

                "Lho, Yifang, kau tidak ke bar?" tanyaku heran.

                Otomatis keduanya langsung menempelkan jari telunjuk di bibir masing-masing. Aku jadi bingung.

                "Mwo?"

                "Ada Siwonnie di dalam sana," jawab Yesung, menunjuk ke belakang dengan jempolnya.

                Ah, aku lupa. Aqian baru saja jadian dengan Siwon. Sekarang lengkap sudah penderitaanku. Aku ingin pacaran juga, jadi panas juga melihat mereka mesra-mesraan. Harusnya aku Tanya Xili apa dia keberatan dengan semua ini.

                "Eh, bukannya kau pergi syuting ya, Yifang?"

                "Syutingnya baru selesai satu jam yang lalu. Ngomong-ngomong aku mau pinjam catatan kuliahmu hari ini ya," jawab Yifang.

                "Aku tadi pinjam punya Xander. Taulah aku juga malas mencatat. Punya dia lengkap kok."

                "Kau sendiri lembur hari ini?"

                "Iya. aku nanti kasih kau catatannya. Aku ke kamar dulu."

Asyiknya Yifang, sepertinya keberuntungan datang berturut-turut dalam hidupnya, setelah sempat menderita. Dia sudah mendapat peran figuran di salah satu drama yang akan tayang dua bulan lagi, dan dia akan muncul di Sembilan episode. Untuk itu dia mendapat bayaran cukup tinggi. Katanya sih, dia mulai bisa menyisihkan untuk mencicil utang.

Selain beruntung disitu, dia juga mendapat Yesung. Aku? Yah... keadaanku masih begini juga. Dietku belum terlalu berhasil, masih perlu 4 kg lagi, tapi entah mengapa yang 4 kg ini susah dicapai. Tapi kata Kangin, kekuatanku dalam main taekwondo jadi menurun, malah sekarang Yifang lebih kuat dariku.

Ya ampun, mau jadi apa aku. Aih, aku lupa mengembalikan pelembap wajahnya Aqian, pasti dia mau pakai nih. Aku ke kamarnya saja, jangan menoleh-noleh lagi ke ruang tamu, jangan-jangan nanti aku melihat adegan yang... lha, pintu kamar Aqian tidak ditutup? Kok tak ada suara? Apa mereka mengerjaiku dengan bilang Siwon ada disini? Ah!!! Tak seharusnya aku mengintip! Aku kembali ke kamar dengan sedikit terengah. Aku... tadi... melihat... Aqian... dan... Siwon... ciuman... ya ampun!!!

Mau menghindari malah melihat adegan yang tidak-tidak. Hhh... nasibku bagaimana, coba? Kibum... Kibum... lho, kenapa aku jadi memikirkan dia? Bukannya aku sendiri yang... huh... kemana sih si pabo Shindong itu? Apa tidak tau aku merindukannya? Harusnya aku tidak boleh menganggapnya teman lagi!

                "Manshi, kau mau kupecat ya? Jangan pikir karena kau Make Over Leader disini aku tak berani memecatmu ya."

                Aku kaget mendengar komentar pedas Heechul. Aih, apa yang kulakukan? Bengong saat bekerja? Aku bisa menurunkan reputasi salon nih!

                "Sini, ke kantorku," perintah si dictator Heechul.

Aku mencibir dan mengikutinya. Apa lagi maunya dia? Terakhir kali dia menyuruhku ke kantor adalah karena dia ingin aku mendaftar kuliah. Sekarang ada keanehan apa lagi? Dia menunjuk kursi dan aku langsung duduk.

                "Apa, oppa?" tanyaku dengan nada malas yang kurang ajar.

                "Mulai besok harus bisa bagi waktu dengan baik di tiga tempat: kampus, salon dan pekerjaan yang baru. Aku tak mengizinkan kau sampai bolos bekerja disini."

                Tiga bagaimana? Apa dia mabuk? Jelas-jelas sekarang aku Cuma beraktivitas di kampus dan salon kok.

                "Tiga? Kan Cuma dua."

                "Aku bilang mulai besok! Nih!"

Dia melempar selembar kertas yang kutangkap dengan tangkas. Surat pemberitahuan apa yang ribet dalam Hangul ini? Hah... HAH?

                "Oppa, ini... tidak bercanda? Aku... jadi kepala stylish untuk drama ini? Dramanya Kibum oppa?"

                "Memangnya Hangul-mu bermasalah ya? Nah, ada selembar lagi nih untuk jam kerjamu disana. Di luar jam itu dan jam kuliah, kau harus di salon. Jadi kemungkinan besar kau harus di salon sampai malam setiap harinya," katanya, memberi selembar kertas lagi padaku.

Aku memandangi kertas pertama lagi. Bayarannya... bayarannya tinggi! Dan aku bertanggungjawab atas make-up pemeran utama (dalam hal ini Kibum) dan pemeran utama wanitanya.

                "Tapi oppa, kenapa bisa begini tiba-tiba?"

                "Banyak alasan kupikir. Bisa jadi karena popularitas Siwonnie sebagai CEO, karena salon kita maju dan dinobatkan sebagai salon terbaik se-Seoul tahun kemarin, atau karena popularitasmu juga meningkat. Aku sudah bilang pada mereka kalau kau terima kerja ini."

                Akan kumakan dia kalau dia tidak kurus. Seenaknya saja bilang aku mau terima. Tapi angkanya menggiurkan sih...

                "Baiklah. Aku akan bagi waktu."

Dan begitulah kesibukanku dimulai keesokan harinya. Jam 10 pagi aku kuliah sampai jam 2, lalu buru-buru ke salon, dan jam 5 aku sudah berada di lokasi syuting. Disana aku bertemu dengan Suxuan dan Kibum. Semenjak kejadian yang waktu itu, inilah pertemuan pertamaku dengan sunbae-ku ini.

                "Manshi, selamat datang," sapanya ramah.

                Melihat senyum di wajahnya, aku merasa sedikit lega. Aku tak ingin ada cekcok dengan siapapun, ingin hidupku tenang.

                "Sepertinya kita semua memang tidak jauh dari dunia hiburan ya. Mulai dari Suxuan, Yifang, dan berikutnya kau."

                "Kibum oppa yang mengusulkanmu ke produser lho," lapor Suxuan.

                "Aih, kau Suxuan, untuk apa dikasihtau yang itu?"

                Aku memandang Kibum dengan pandangan penuh rasa terima kasih.

                "Ng... Kibum oppa, gomawo," ucapku.

                "Ani, jangan berterimakasih. Aku hanya mengusulkan namamu saja kok. Lagipula mereka langsung setuju karena mereka tau popularitasmu dan percaya pada hasil kerjamu. Berikutnya kan tergantung pada skill-mu juga?"

Aku tersenyum. Tapi setidaknya, aku mendapatkan pekerjaan dan sumber penghasilan baru sekarang. Dan aku benar-benar sibuk, tak kalah sibuknya dengan Yifang. Pernah pada suatu hari Xili benar-benar ditinggal sendirian di apartemen (sendirian atau dengan Donghae, aku tak tau, soalnya mereka dekat belakangan ini), Aqian dan aku pulang jam 9 malam, sedangkan Yifang jam 4 subuh.

Ternyata mencari uang memang tak mudah. Aku makin kesulitan menahan rasa laparku, soalnya kegiatanku sangat banyak dan Seoul mulai panas.

Di hari Kamis, aku mendapat cuti dari salon dan jadwal kuliahku kosong, baru akan ke tempat syuting jam 12 siang. Aku akan ke mall untuk menambah koleksi bajuku, karena baju lama sudah banyak yang kebesaran.

Aku sedang mempertimbangkan apa perlu beli bikini. Aigo... cuacanya panas sekali. Melihat orang-orang yang makan es krim, aku jadi kepingin dan haus... tapi aku berhasil menahan godaan itu. Aku berbelanja dengan puas dan bekerja dengan semangat siang harinya.

                "Manshi, kau pulang sendirian ya?" Tanya Kibum saat kami sudah mulai beres-beres.

                Aku melihat arlojiku, jam 9 malam.

                "Ne."

                "Bareng saja yuk."

                "Ani, oppa. Aku akan jalan kaki saja, lagian baru jam 9 malam nih. Bagus untuk diet."

                "Tapi... kalau pulang kan harus jalan kaki lama sekali. Kau yakin, Manshi?"

                "Yakin. Jangan khawatir, oppa."

                "Ya sudah. Kalau ada apa-apa, telepon aku ya."

                "Aigo, Manshi!"

Aku kaget melihat Leeteuk berlarian ke arahku dan langsung mengguncang-guncang tubuhku. Aku jadi nyaris roboh dalam guncangannya. Hei, Leeteuk, aku rapuh sekarang, jangan perlakukan aku begitu.

                "KENAPA KAU BISA SEKURUS INI? TAK ADA YANG MEMBERIMU MAKAN, YA?" Tanya Leeteuk dengan suara yang besar sekali.

                Aku jadi malu.

                "Oppa, aku diberi makan di salon, disini dan di apartemen. Aku tak ada masalah, kok," jawabku.

 Aku mengedipkan mata pada Kibum, yang dibalas Kibum dengan anggukan cepat. Untunglah, itu berarti Kibum tau aku menyuruhnya tutup mulut soal dietku. Tapi Leeteuk memandangku curiga.

                "Jangan bilang kau lagi diet ya."

                "Ani, oppa. Aku sibuk begini, kalau masih diet bisa-bisa aku mati nih."

                "Ya sudah kalau begitu. Kalau kau sakit, periksa padaku ya. Aku pulang dulu."

                "Bye oppa, Manshi..." lambai Suxuan, tangan kirinya menggandeng tangan Leeteuk.

Aku dan Kibum menghela nafas lega. Leeteuk memang dokter hebat, dia langsung curiga aku diet hanya dari melihat tampangku saja. Maaf, pak dokter, aku bohong padamu.

                "Kibum, bisa kesini?"

Sutradara memanggil Kibum, jadi aku langsung pamitan pada mereka berdua sekaligus. Aku merenggangkan badanku ketika keluar dari lokasi syuting yang berupa halaman belakang hotel bintang lima. Tulangku berderak semua. Aku pasti terlalu capek. Aku menguatkan diriku yang membawa tas backpack besar berisi peralatan make-up-ku, dan mulai berjalan. Yang paling aku benci, pulang ke apartemen aku harus melewati satu jalanan yang di kanan-kirinya penuh restoran atau makanan kaki lima.

Aku tergiur dengan bau cumi-cumi bakar (aku harus menyalahkan Yifang, gara-gara dia aku suka makan cumi-cumi), tapi terpaksa menelan liurku dan terus berjalan. Dan harusnya Valentine sudah lewat, Cuma yang membuatku sebal adalah aku melihat banyak orang berpacaran. Dasar sial. Tidak di luar, tidak di apartemen, melihat orang pacaran. Harusnya aku juga sudah berpacaran, tau, dengan actor terkenal! Tapi aku sudah menolaknya. Andaikan yang kuinginkan adalah popularitas, aku pasti menerimanya. Tapi aku tak bisa lupa orang-orang yang memberi komentar itu... mereka bilang aku gemuk... kalau memang aku jadian dengan Kibum, bukannya akan makin banyak komentar jelek, atau anti-fans? Aku menggeleng-gelengkan kepalaku ngeri.

Bau ramen... bau nasi goreng... bau sushi... bau hotpot... ya ampun, aku memang pintar mengenali bau-bau itu. Aku jadi teringat pada Shindong lagi. Semenjak mengenalnya, aku jadi tau lebih banyak tempat yang makanannya enak-enak dan murah. Kami juga punya kebiasaan untuk mencobai tempat makan baru, yang akan langsung kami masukkan dalam dua kategori: oke atau tidak oke. Kalau oke (dari segi menu, harga dan kebersihan) kami akan datangi lagi lain kali, tapi kalau tidak oke, jangan harap kami datang lagi.

Tapi... aku menggelengkan kepalaku lagi. Itu semua rasanya seperti masa lalu. Shindong... kau dimana sekarang? Aku merindukan masa-masa itu... dan aku melihat pintu sebuah resto yang jauhnya empat blok dariku menjeblak terbuka (untung aku bukan di depannya, pasti aku bisa melayang), dan keluarlah dua pria yang sempoyongan dan sambil berangkulan. Ya ampun, mereka pasti mabuk. Aku harus jaga jarak dari mereka supaya aku tidak diganggu atau apalah.

Aku berjalan di belakang mereka saja. Ya ampun, kombinasi mereka juga aneh. Yang satu sangat gemuk, yang satu lagi kurus. Dunia ini memang aneh. Mereka berjalan lambat sedangkan aku sudah sedikit lebih cepat, hanya enam langkah di belakang mereka sekarang. Bahkan aku bisa mendengar mereka bernyanyi sekarang: yang gemuk suaranya sumbang, yang kurus suaranya bagus.

                "Hyung, lupakanlah wanita, hik, itu... Masih banyak wanita yang lain, kan?" Tanya si kurus.

                "Tapi bagiku hanya dialah yang kucintai... hik... bagaimana ini... Hyunjoong?" Tanya yang gemuk.

                "Nanti aku kenalkan pada hyung wanita-wanita... hik... yang lain. Akan kucarikan yang seperti wanita itu. Setuju?"

Hyunjoong? Kok rasanya nama itu tidak asing, ya? Pernah dengar atau lihat dimana, ya? Tiba-tiba wajah Yifang terlintas di benakku. Ah... aku ingat. Katanya Yesung pernah mengenalkannya pada Hyunjoong, penyanyi dari grup boyband juga... yang aku tak ingat nama grupnya. Ya ampun, dia sampai mabuk begitu?

                "Gomawo, Hyunjoong... tapi aku... tidak berminat... lagi... hik..."

                "Jadi kata hyung tadi, si wanita itu sekarang berpacaran dengan... hik... siapa namanya? Si actor?"

                "Kim Kibum..."

                "Ah ya, aku lupa lagi namanya. Soalnya namanya sama dengan dongsaengnya... hik... teman grupku..."

                "Aku ingin membencinya, tapi tak bisa... aku sudah bersahabat lama sekali dengannya... tak... hik... enak kan kalau ada cekcok?"

Tunggu. Sekarang aku mengenal suaranya juga, yang gemuk. Kibum? Nama Kibum disebut? Berpacaran dengan Kibum? Bersahabat lama dengan Kibum? Apakah dia... jadi lebih gemuk lagi sekarang?

                "Hyung, hik, berteriaklah. Lepaskan saja emosimu. Setelah itu, jangan mabuk-mabukan lagi," usul Hyunjoong.

                "Ne, kau memang, hik, pintar, Hyunjoong. Kita hari ini minum banyak sekali. Baiklah, akan kuteriakkan dan lupakan wanita itu... hik... CAI MANSHI, SARANGHAEYO!!!"

Dan aku membeku di tempatku berdiri. Dia... itu memang dia... bagaimana mungkin, ketika aku ingin bertemu dengannya, ternyata dia memang muncul di hadapanku? Dan apakah yang diucapkannya tadi benar, kalau dia mencintaiku? Dan... dan... aku harus berpikir... dia pikir aku pacaran dengan Kibum, begitu?

                "Shindong," panggilku, setengah berbisik.

                Dan mereka berdua menghentikan langkahnya.

                "Tadi kau memanggilku tanpa sebutan... hik... hyung, Hyunjoong?"

                "Ani... aku tidak memanggil hyung kok..." jawab Hyunjoong.

                "Ah, mungkin aku berhalusinasi. Dimana kau memarkir... hik... mobilmu yang keren itu sih?"

                Dasar pabo. Memangnya kau pikir suaraku ini suara pria ya? Kau memang pantas mati!

                "YA! SHIN DONGHAE! BERHENTI DISANA!" teriakku membahana.

Dan mereka berhenti berjalan lagi. Kali ini keduanya menoleh, dan aku memang melihat wajanya yang bulat itu, yang pernah menghempaskanku dalam mimpi burukku.

                "Manshi?"

Aku merasa badanku lemas, terlalu senang, atau bagaimana... aku tak tau sebabnya. Tapi aku suka melihatnya tersenyum padaku. Aku merasa... takdirlah yang membuat kami bertemu disini tanpa disengaja.

                "Manshi... itukah kau, Manshi...?"

                "Ini aku, oppa, ini aku..."

Dan dia berjalan sempoyongan ke arahku, mataku mulai kabur, apa karena air mata? Tapi aku melihatnya tersandung sesuatu dan terjatuh, lalu detik berikutnya Hyunjoong juga terjatuh. Shindong jatuh ke jalanan, ditumpuk badan Hyunjoong. Aku kaget setengah mati, tapi suaraku untuk berteriak tak keluar. Aku langsung berlarian menghampiri mereka berdua dan mengguncang mereka.

                "Oppa... Hyunjoong... kalian kenapa?"

Tapi tak ada reaksi dari keduanya. Yang ada hanyalah dengkuran. Sial, mereka tidur di saat begini? Aku berusaha mengangkat Hyunjoong, tapi dia berat, aku tak sanggup... apalagi si Shindong? Aku berlari ke tepian jalan dan berusaha memanggil taxi, tapi tak ada taxi yang lewat. Peluh memenuhi wajah dan tubuhku, aku kepanasan, dan kepalaku pusing. Aku harus menolong mereka... ah, Kibum! Itu mobil Kibum, kan? Aku melambai-lambai ke mobil baru Kibum, Mazda seri terbaru berwarna biru. Dia... harus melihatku...

                "Kibum oppa!" teriakku.

                Dan rupanya itu kata terakhir yang keluar dari mulutku, karena setelah itu aku merasakan sakit karena aku jatuh ke aspal...

Gelap... semuanya gelap... panas... sirami aku dengan air, kumohon! Kerongkonganku kering, kepalaku pusing... perutku... lapar... aku dimana? Aku dimana?

                "Hhh... akhirnya kau bangun juga, Manshi."

                Wajah di hadapanku perlahan jadi jelas. Leeteuk, stetoskop masih menggantung di lehernya. Dia terlihat lega.

                "Kupikir terjadi sesuatu yang parah denganmu, rupanya kau kurang gizi. Kau masih berani bohong padaku," sergahnya resah.

                Aku tak bisa bicara, aku tak kuat bicara. Leeteuk membelai kepalaku sekali dan tersenyum, tak lagi marah.

                "Kau sudah di kamarmu. Tunggu sebentar ya, aku panggilkan yang lain. Semuanya resah karena keadaanmu ini."

Aku menolehkan kepalaku dengan lemah begitu dia sudah pergi. Oh ya, aku memang di kamarku. Aku bisa melihat ranjang di atasku, lalu perabotan kamarku.

                "Manshi sudah bangun."

                "Kalau begitu aku bisa pulang sekarang."

                Jantungku bereaksi ketika mendengar suaranya. Dia ada di luar. Dia tidak apa-apa.

                "Ngomong apa hyung? Kan daritadi hyung bolak-balik disini seperti bapak yang menunggui istrinya melahirkan," ucap sebuah suara yang lembut, tak lain tak bukan suara Sungmin.

                Sungmin yang baik hati ada disini juga.

                "Sana temui dia dulu, Shindong," tegas Yesung.

                "Dan tak boleh pulang malam ini. Kalau oppa sampai pingsan lagi di jalan, apa yang bisa kami pertanggungjawabkan pada orangtua oppa?" Tanya Yifang marah.

Dan berturut-turut aku mendengar ceramah Xili dan Aqian juga. Akhirnya pintu kamarku dibuka, dan aku melihat Sungmin mendorongnya masuk. Mendorong Shindong.

                "Manshi, aku senang kau sudah sadar. Tidak ada yang sakit, kan?" Tanya Sungmin perhatian.

                "Tidak ada. Gomawo, oppa," jawabku lemah.

                "Nah, aku tinggal ya."

Sekarang aku hanya berdua saja dengan Shindong. Dia kelihatan bingung. Wajahnya masih kemerah-merahan karena mabuk, tapi kulihat dia sudah berganti pakaian yang agak kekecilan untuknya, entah pakaiannya siapa.

Dia benar-benar makin gemuk, seolah-olah dagingku yang hilang pindah ke tubuhnya. Dia menoleh kesana-kemari, sepertinya bingung mau duduk dimana. Aku menepuk tepi ranjangku, dan aku merasa ranjangku sedikit berderak ketika dia duduk. Lalu dia menggaruk-garuk kepalanya bingung.

                "Oppa kenapa mabuk-mabukan begitu? Lihatlah, bahaya sekali."

                "Aku... ng... kenapa kau ada disana, Manshi?" tanyanya.

                "Aku pulang dari lokasi syuting. Aku jadi kepala make-up artis di dramanya Kibum oppa."

                "Oh... ng... kau tidak pulang dengan Kibummie? Kau malah berjalan kaki di belakang kami?"

                "Aku tidak ingin merepotkannya. Lagian aku pikir jalan kaki bisa membantu dietku."

                "Merepotkan bagaimana? Dia kan pacarmu."

                Aku mendengus. Rupanya ini masalahnya.

                "Dia bukan pacarku."

                "Tapi..."

                "Sekarang aku mau Tanya. Sibuk apa oppa selama ini sampai tidak menemuiku? Mau bermusuhan denganku?"

                "Aku... kenapa kau membalas pesanku dengan begitu ketus? Padahal aku perhatian padamu?" dia balas bertanya.

                "Kenapa oppa baru kirim pesan hari itu? Kan harusnya oppa sudah cukup lama tau aku berdiet, dari Aqian?"

                Dan dia tak berani menjawab. Rasanya aku ingin marah sekarang.

                "Dan jangan sembarangan bilang aku dan Kibum oppa pacaran."

                "Aku tidak sembarangan bilang, karena aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri! Melihat Kibummie memelukmu!"

                Mataku terbelalak. Dia melihatku dan Kibum berpelukan? Apa di malam itu?

                "Kenapa... oppa bisa melihatnya?"

                "Karena malam itu tadinya aku datang untuk minta maaf padamu dan... dan..."

                "Dan?" pancingku.

                Tapi dia malah diam dan menundukkan kepalanya.

                "Dia memelukku memang... tapi aku menolaknya. Aku tak pantas untuknya, dan tak ada dia di dalam hatiku."

                "Kau... tidak pacaran dengannya?"

                "Aku sudah bilang tidak, jangan membuatku marah."

                Dia diam lagi.

                "Dan oppa mencariku untuk minta maaf, lalu untuk apa?"

                "Aku... tak ada kok. Hanya untuk minta maaf saja."

                "Apa yang kudengar tadi benar? Yang oppa teriakkan? Dengan nama lengkapku?"

Wajahnya terlihat bingung ketika menatapku, tapi sinar paham muncul di matanya dan wajahnya kini semakin merah. Aku merasa wajahku juga merah.

                "Apa itu benar, oppa?" tanyaku sekali lagi.

                "Mian, mengganggu."

                Pandangan kami teralih ke pintu. Yesung membawa dua piring besar nasi goreng. Baunya enak dan menggugah selera.

                "Kalian berdua harus makan untuk memulihkan kondisi kalian. Leeteuk hyung menunggu di depan. Manshi, kau harus menghabiskan jatahmu atau katanya kau akan disuntik vitamin penambah selera makan," ucap Yesung, meletakkan nampan itu di meja belajarku.

                "Ya... ya..."

                "Aku keluar."

                Dan begitu Yesung keluar, Shindong mengambil sepiring nasi.

                "Manshi, ayo makan," bujuknya.

                Dia membantuku duduk bersandar di tembok, sementara dia mulai menyuapiku makan. Aku agak tak terbiasa seperti ini, apalagi dia begitu dekat.

                "Bagaimana kita bisa pulang?" tanyaku heran.

                "Kibummie bilang dia melihatmu melambai dan pingsan setelahnya. Dia menggotong kita bertiga ke dalam mobil. Dia kuat sekali, aku heran badannya begitu kecil. Ah ya, bertiga, karena ada Hyunjoong. Kau tau dia, kan, Kim Hyunjoong, leader SS501?"

                "Ya, aku tau dia, oppa."

                "Nah, dia sekarang tidur di tempatnya Leeteuk hyung, masih belum sadar. Kasihan juga bocah itu, menemaniku minum sampai mabuk."

                Aku memakan sesuap nasi itu, dan merasakan ciri khas masakan Aqian di nasinya. Nasi goreng vegetarian.

                "Jangan mengkritik orang deh, oppa sendiri mabuk."

                "Aku mabuk karena memikirkanmu."

               "Kenapa memikirkanku lantas menjadikan soju sebagai pelarian? Kalau memikirkanku ya temui aku dong, gampang, kan?"

                "Aku... menyesal menghindarimu," ucapnya tiba-tiba.

                Aku kaget. Dia ternyata benar-benar menghindariku? Jadi dugaanku benar?

                "Kenapa... menghindariku?"

                "Karena kupikir aku tak pantas untukmu. Kau mana mau dengan pria gemuk dan jelek sepertiku. Kau yang begini keren, lebih baik dengan orang-orang seperti Kibummie."

                "Jangan bercanda. Aku malah bermimpi oppa mencampakkanku di mimpi karena aku gemuk. Karena itulah aku berdiet."

                "Karena mimpi? Pabo!"

                "Bukan hanya karena mimpi! Tapi video yang diposting Siwon oppa di Twitter... aku melihat komentar mereka..."

                "Untuk apa sih kau peduli pada komentar orang lain? Kan yang penting posisimu di hatiku."

                "Memangnya kenapa posisiku di hati oppa?" tanyaku memancing.

                "Kau selalu nomor satu untukku."

                Dia sudah mengatakannya. Aku yakin wajah kami sama merahnya sekarang.

                "Jangan diet lagi, itu semua tak perlu. Untuk apa aku mencintai Manshi yang kurus tapi tak sehat? Lebih baik aku mencintai Manshi apa adanya, karena memang Manshi yang apa adanya itulah yang membuatku jatuh cinta... sejak dulu... hingga sekarang..."

                Aku membatu. Aku berhenti mengunyah nasi yang enak ini. Dia menjulurkan jempolnya dan membersihkan nasi dari sudut bibirku. Jarinya yang menyentuh bibirku sangat lembut dan hangat. Aku tak menyangka dia bisa begitu lembut pada wanita.

                "Manshi... jangan hindari aku lagi... aku tak ingin berpisah darimu lagi..."

Dan dia maju, sedikit demi sedikit, wajahnya... sementara aku tak berani bergerak. Dan aku merasakannya... kehangatan bibirnya di bibirku... meski aku tak berani bergerak, belum berani membalas ciuman yang tiba-tiba itu...

My love, I give it all to you

I am here

My heart, will not give up

You are my only
Girl

Girl this is not an accident, you are my girl
I can't get my mind off ya, off ya

My love, I give it all to you

I am here

My heart, will not give up

You are my only
Girl

Girl this is not an accident, you are my girl
I can't get my mind off ya, off ya(off my mind)

Bunyi gedubrakan apa itu? Aku merasakan Shindong mundur dariku cepat-cepat dan kami melihat ada sesuatu yang bergelimpangan di pintu. Salah. Sesuatu-sesuatu.

"Manshi... eh... oppa... eh... mianhae..." ucap Yifang, nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Dia terjatuh paling bawah, disusul Yesung menumpuknya, Sungmin, Aqian, Xili, dan Leeteuk paling atas. Yifang menyenggol Yesung dan mereka bangun dengan geragapan. Leeteuk dan Aqian langsung menghilang dari pandangan. Aku memandang marah Yifang.

"YIFANG!!! KAU MERUSAK MIMPI INDAHKU!" teriakku, yakin itu teriakan terkuatku sepanjang hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun