Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[13/55] "No Other, The Story"

16 Maret 2019   11:07 Diperbarui: 16 Maret 2019   11:55 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

MEIFEN'S DIARY

CHAPTER 13

YOU

Tidak terasa sudah satu bulan lamanya kami tinggal di apartemen KRYSD. Manshi sudah diterima bekerja full time di SHe Salon sebagai Make Over Leader; Yifang sudah bekerja sebagai announcer di Esoul Radio, dan Xili besok akan mengikuti ujian masuk kuliah di Inha University. Hanya aku yang belum ada kemajuan sama sekali. Aku memang kesini untuk kuliah, dan aku tau aku hanya ingin kuliah di jurusan music. 

Tapi entah kenapa, belakangan pikiranku tidak pada tempatnya. Aku merasa pikiranku saat ini selalu terarah ke ZhongHan House. Yifang dan yang lainnya juga tidak menanyakan perkembanganku, mungkin mereka juga terlalu sibuk. 

Tapi aku bukan anak kecil lagi, jadi harusnya aku bisa mengurus diriku sendiri. Aku hampir setiap hari melewati ZhongHan House, tapi tak tau sebenarnya apa tujuanku. Mungkin saja aku ingin melihat si koki lagi, tapi dia sangat jarang keluar dapur. Sebenarnya aku tidak tahan dengan kelakuan anehku sendiri, tapi sepertinya... aku jatuh cinta pada si koki.


Dan hari ini kakiku otomatis kembali melangkah ke ZhongHan House. Aku memandangi papan yang tampaknya baru hari ini ada, letaknya di samping pintu masuk. Lowongan kerja mencari pelayan baru. Pelayan... harusnya bukan profesi yang parah kan? Resto ini lumayan, siapa tau gajinya besar... dan juga... aku... bisa berkenalan dengan si koki, kan?

                "Kau bisa coba mencari kegiatan dengan bekerja disini kayaknya."

                Aku menolehkan kepalaku, agak kaget. Yesung ada di belakangku.

                "Apa?" tanyaku, tak yakin dia barusan bicara padaku.

                "Kubilang kau bisa coba bekerja saja daripada kau setiap hari kebanyakan diam dan termenung begitu," jawab Yesung.

                "Bagaimana oppa tau..."

                "Aku sudah tiga hari ini melihat tingkah lakumu yang aneh, lalu aku mengikutimu. Kenapa kau sering sekali memandangi resto ini? Kau ingin makan disini? Gampang saja sih, pemilik resto ini temanku."

                "Sebenarnya bukan itu..."

                "Kudengar Yifang ingin cari apartemen, tapi dia mengeluh kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk dapat apartemen yang layak kalau keadaannya masih seperti ini. Kenapa kau tidak ikut bekerja saja?" Tanya Yesung, "selain bisa membantunya, kau juga bisa mengisi waktu."

                Sebenarnya yang Yesung katakan benar juga. Tidak mungkin hanya dengan Yifang bekerja, kami bisa mendapatkan apartemen yang bagus.

                "Pemilik resto ini temannya oppa? Jadi aku bisa diterima bekerja disini?"

                "Hmm... kurasa tidak sulit, tapi keputusan tetap di tangannya. Ayo, masuk saja. Siapa tau kau dikasih kesempatan."

                Aku mengikuti Yesung masuk untuk pertama kalinya ke ZhongHan House. Sebenarnya di apartemen aku tidak terlalu dekat dengan siapapun. Belakangan ini aku jarang bercerita dengan Yifang dan Xili, tapi aku ada beberapa kali keluar dengan Manshi. Aku dan Manshi sekarang cukup akrab, tapi juga aku tak yakin harus bercerita apa dengannya. Dan si Yesung ini, aku agak jarang juga bicara dengannya. Cukup aneh rasanya sekarang dia mengajakku masuk restoran.

                "Tunggu disini, aku panggil dia keluar."

                Aku melihatnya masuk ke dapur, sementara aku memperhatikan dekorasi restoran yang cukup unik. Dan aku setengah berharap, andaikan saja temannya Yesung adalah si koki yang ingin kutemui itu.

                "Hangeng, ini Qian Meifen. Meifen, ini Hangeng, pemilik restoran ini. Ah ya Geng, si Meifen ini tinggal di apartemen kami."

                Aku menoleh kaget dan melihat Yesung sudah membawanya: si koki yang benar-benar ingin kutemui, dan dia mengenalkannya padaku. Hangeng. Apa dia seorang Chinese?

                "Hai, aku Hangeng," katanya sambil menjulurkan tangannya.

                Aku segera menyambut uluran tangannya, "Meifen."

                "Oh, Yesung, aku sudah tau soal Meifen dan teman-temannya yang menginap di apartemen kalian. Aku juga sudah kenalan dengan temannya yang namanya Xili. Waktu itu Hae yang mengenalkannya."

                "Ah, jadi Hae sudah cerita? Baguslah kalau begitu. Begini, Geng. Kami lihat di depan, kau pasang pengumuman untuk mencari pelayan baru?" Tanya Yesung.

                "Ya. Sudah dari bulan kemarin aku ingin cari pelayan baru, tapi baru bulan ini akhirnya kami buka lowongannya."

                "Si Meifen ingin coba bekerja disini. Bagaimana menurutmu?"

                Hangeng sekarang memandangku. Aku suka tatapannya. Tatapannya bagaimanapun terasa lembut.

                "Oh ya? Meifen ingin coba bekerja disini?"

                "Ya. Apakah boleh, ehm, oppa?" aku balik bertanya.

                "Tentu boleh. Kau bisa mencobanya. Besok datanglah kesini dari jam 7 pagi. Kita training dulu."

                "Kamsahamnida, oppa."

                Aku tersenyum balik padanya. Kalau memang aku diterima bekerja disini, berarti aku bisa lebih dekat dengannya. Aku harus berterimakasih pada Yesung nih.

                "Oppa, pesan menu favoritmu. Aku traktir."

                "Hah? Apa? Aku? Yakin nih?" Tanya Yesung.

                Aku mengangguk pasti.

                "Hahaha... aku tidak ragu lagi kalau begitu."

                Akhirnya siang itu aku pulang ke apartemen bersama Yesung dengan perasaan ringan. Mudah-mudahan aku memang bisa diterima bekerja disana!

                "Eh, Yifang? Darimana?"

                Aku menoleh ke arah depan kamar Donghae, disitu ada Yifang yang baru mau masuk kamar, kulitnya agak terbakar matahari, jelas dari luar.

                "Ah, oppa. Aku dari siaran," jawabnya sambil tersenyum, "hai Aqian."

                "Sudah mulai terbiasa dengan trainingnya?"

                "Besok aku mulai siaran lho."

                "Hah? Cepat sekali? Bukannya aku dengar harus training sebulan dulu baru boleh siaran?" tanyaku heran.

                "Hehehe... aku juga tidak tau, tapi Radio Produser kami bilang begitu. Semuanya tidak lepas dari bantuan Eunhyuk. Dia banyak sekali mengajariku."

                "Wow, kau hebat, Yifang. Memang berbakat," puji Yesung, "Meifen juga punya kabar bagus untukmu lho."

                "Apa?"

                "Aku melamar bekerja di ZhongHan House sebagai pelayan. Besok aku mulai training. Rupanya yang punya resto itu temannya Yesung oppa," jawabku.

                "Ah... aku tau resto itu! Yang punya namanya Hangeng oppa bukan? Xili sudah cerita juga, katanya Donghae oppa yang mengenalkan si oppa padanya. Baguslah kalau begitu. Kau benar-benar mau bekerja disana?"

                "Iya. Siapa tau diterima. Nanti uangnya untuk tabungan kita mencari tempat tinggal."

                "Sebenarnya kalian masih boleh tinggal disini kok," kata Yesung.

                "Err... itu..." gagap Yifang.

                "Tapi kalaupun kalian pindah, jangan jauh-jauh yah, jadi aku bisa main ke tempat kalian."

                Yifang tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Jangan sampai Cuma Yifang dong yang ada kisah cinta, aku juga mau. Dan aku tau siapa sasaranku. Hangeng.

                Besoknya aku bangun jam setengah enam pagi dan hanya bertemu Donghae yang sedang olahraga di salah satu alat fitness di ruang tamu. Rupanya dia sudah tau aku akan ke ZhongHan House dan mengucapkan semoga sukses untukku. Langit baru mulai terang saat aku keluar dan berjalan santai menuju resto yang sudah sangat kukenal itu. Begitu sampai di depan resto, aku melirik arlojiku, ternyata masih jam 7 kurang 20 menit. Aku mengetuk pintu kacanya, lalu mendengar pintu besi di dalamnya dibuka. Hangeng, tampak segar dan belum memakai pakaian kokinya. Tapi tetap saja, bagaimanapun dia sangat tampan.

                "Meifen, kau datang pagi sekali. Ini akan memberikan nilai plus untukmu. Ayo masuk," ajaknya sambil tersenyum.

                Aku mengikutinya masuk. Dia mengambil sebuah kartu ID dari balik counter bertuliskan: Qian Meifen, dengan huruf mandarin, lalu di bawahnya tertulis: TRAINING, di atas kertas kecil berwarna biru safir.

                "Ini tempelkan di dadamu. Sekarang aku jelaskan apa yang perlu kau lakukan sebagai pelayan. Tiga hari selama masa training kau harus bekerja dari jam 7 pagi sampai jam 12 malam. Antarkan tamu ke tempat duduk, catat pesanannya dan antar pesanan ke lubang menuju dapur disana," jelas Hangeng sambil menunjuk pintu kecil bermeja yang menuju dapur, "dan kau boleh menerima tamu berikutnya. Tapi ingat, tamu mana yang sudah kau antar dan kau catat pesanannya adalah tanggungjawabmu, jadi kau harus antarkan pesanannya hingga mengantar bill-nya. Uangnya kau serahkan pada kasir disini. Sampai situ, sudah jelas?"

                Aku mengangguk. Tidak susah, kan?

                "Kita disini selalu memberikan sepoci teh gratis untuk masing-masing meja dan nasi gratis, meskipun dia beberapa kali memesan nasi lagi, tetap gratis. Saat ini sudah ada 7 pelayan tetap, kurasa sebentar lagi mereka datang, kau akan kukenalkan pada mereka. Kalau kau sudah diterima disini, seminggu sekali kau akan menjadi kasir, juga tiap hari dapat sistem shift. Sistem shift disini dari jam 7-3, lalu yang kedua jam 3-12. Kalau kau dapat giliran jadi kasir itu bekerja penuh sehari, tapi kau hanya perlu menunggu di balik counter, mengecek bill dan menerima uang. Setelah 3 kali bergantian shift pagi-malam dan sekali menjadi kasir, kau mendapat off sehari. Bagaimana? Setuju?"

                "Tentu saja. Aku suka sekali sistem kerjanya, sangat rapi," jawabku.

                "Gaji per bulannya 172000, tentunya itu kalau kau diterima."

                "Baiklah, oppa, aku mengerti. Aku akan berusaha."

                Hangeng tersenyum.

                "Nah, itu rekan kerjamu mulai datang. Aku kenalkan mereka padamu yah."

                Setelah melewati masa training selama tiga hari yang berat dan melelahkan, akhirnya aku diterima bekerja juga. Sekarang aku sudah punya seragam yang sama dengan pelayan lainnya, punya locker sendiri, sudah kenal dengan ketujuh rekan pelayanku dan tiga koki lainnya selain Hangeng, dan seorang cleaning service. Aku juga sudah kenal mamanya Hangeng, yang ternyata sangat ramah. Menurut info, babanya Hangeng sekarang yang mengurus cabang usaha di Beijing, jadi dia tidak tinggal disini. Uniknya, bagian atas restoran adalah rumah Hangeng, sangat praktis. Aku mulai suka bekerja disini, jujur aku jadi tidak begitu memikirkan soal kuliah. Siapa yang mau kuliah kalau bekerja disini bisa bertemu dengan pria tampan tiap hari?

                Ini hari kesembilan aku bekerja disini, setelah kemarin aku dapat off, hari ini hari Jumat, aku masuk shift pagi.

                "Pagi, oppa," sapaku pada Hangeng saat dia membukakan pintu untukku.

                "Pagi, Meifen. Selamat bekerja. Yang semangat yah."

                Tentu saja aku akan semangat. Selama ada Hangeng, aku akan semangat. Restoran juga ramai seperti biasanya, terutama jam makan siang antara jam 11-1, kadang aku harus melayani tiga meja sekaligus. Kupikir restoran ini perlu diperluas, soalnya ada tamu yang sampai mengantri di depan pintu masuk. Ah, sekarang giliranku lagi menerima tamu. Kali ini seorang pria berpakaian jas super rapi dan necis, datang sendirian.

                "Selamat siang, Tuan. Silakan duduk."

                Aku mengantarnya ke meja untuk bertiga, karena meja untuk berdua sudah penuh. Dia duduk tegap di kursinya, sepertinya dia bukan pekerja biasa. Dia memandangi menu dengan kepala sama sekali tidak ditundukkan, hanya matanya yang melirik daftar menu. Kuperhatikan wajahnya dan tingkah lakunya. Anggun sekaligus tegas. Kulitnya putih dan garis wajahnya tegas, hidungnya mancung dan alis matanya tebal. Tubuh di balik jasnya ini pasti sangat atletis, soalnya terlihat tegap. Dia kini memandangku dengan tatapannya yang tajam dan dingin. Dia sangat berbeda dari Hangeng yang hangat, tapi yang bisa kusimpulkan saat ini adalah... dia tampan. Sangat. Seperti orang dalam pigura yang hidup.

'Coz I can't stop thinking about you girl 
, 
You belong in my beautiful dream
'Coz I can't stop thinking about you girl 

I want to grasp our hands firmly

            "Yang biasa," ucapnya dengan suaranya yang tegas, bulat dan terasa dingin, nyaris membuatku terlonjak.

                "Maaf?" tanyaku, tidak mengerti apa yang baru saja diucapkannya.

                "Aku bilang yang biasa."

                Aku heran, tapi menundukkan badanku, memutuskan untuk memberikannya teh saja dulu sebelum menanyakan pesanannya lagi. Aku meletakkan sepoci teh dan gelas di hadapannya. Dia memandangi teh itu lalu kembali mendongak menatapku. Pandangannya masih dingin.

                "Apa ini?"

                "Err... Tuan, kami di restoran ini memberikan teh gratis untuk tiap tamu, dan jika Tuan ingin memesan..."

                "Kau pikir aku minum teh gratisan? Apa menurutmu aku suka yang murahan?"

                "Bu... bukan itu maksudku, Tuan, tapi jika Tuan ingin memesan minuman yang lainnya, aku akan segera..."

                "Singkirkan teh ini. Antarkan yang biasa."

                "Tapi aku tidak mengerti apa yang dimaksud Tuan..."

                "Apa Hangeng hyung tidak mengajarimu apa-apa? Kau bodoh sekali."

                Sesaat ada keinginan untuk menonjok wajah tampannya dalam naluriku. Aku benci tatapannya yang dingin. Aku tarik ucapanku, dia sama sekali tidak tampan. Dan aku benci orang yang mengataiku bodoh. Aku masih punya harga diri, tau!

                "Maaf, tapi Anda harus belajar menghargai orang. Saya hanya menanyakan pesanan Anda yang jelas, tapi Anda sendiri tidak bicara dengan jelas dan mencela orang. Anda perlu tau, bukan hanya Anda seorang yang paling pintar di dunia ini."

                "Kau!!!"

                "Meifen!!! Mianhae, aku lupa mengatakannya padamu!"

                Aku menoleh dan melihat Hangeng berlarian dari dapur, agak panic.

                "Hyung."

                Aku perlu mengecek telingaku sepertinya. Si pria dingin ini memanggil Hangeng dengan panggilan "hyung?" Pastinya hubungan mereka dekat, kan?

                "Wonnie. Jangan marah begitu. Maafkanlah dia, dia pelayan baru," bujuk Hangeng.

                Lalu si pria memandangiku lagi dengan tajam, dari atas sampai bawah. Aku tersinggung. Apa sih maksudnya? Meski aku pelayan, aku masih manusia, tau! Dan aku juga cantik, jadi tak perlu memandangiku begitu kenapa sih! Kalau aku cerita sama Yifang, pasti Yifang membantuku menonjok orang ini.

                "Tapi bukan salahmu hyung kalau hyung lupa mengatakan apa yang perlu padanya. Dia tidak tanggap. Kalau dia tanggap, tentunya dia akan segera memanggilmu, kan? Aku sudah mengucapkan namamu tadi."

                "Errr..."

                "Sudah berapa lama dia disini?"

                "Seminggu lebih sedikit. Maafkanlah dia, ya, Wonnie."

                Si pria dingin menjengkelkan bernama Wonnie ini sedikit mencibir, "baiklah, karena aku memandangmu, hyung."

                "Apa mak..."

                Belum selesai aku berbicara seketus yang aku bisa, Hangeng sudah membekap mulutku dan setengah menyeretku menuju dapur. Wangi masakan langsung memenuhi hidungku. Hangeng baru melepasku setelah kami cukup jauh masuk dapur.

                "Meifen ah~"

                "Oppa..." ucapku dengan suara yang sangat kecil, merasa tidak enak padanya.

                "Jangan lakukan itu lagi."

                "Mianhae, oppa."

                "Sudahlah, tidak apa-apa, lagipula memandang rekormu selama seminggu ini yang sudah bagus. Memang kita harus memperlakukannya secara khusus. Yang tadi itu namanya Choi Siwon, dan dia CEO perusahaan Choi. Dia biasa sering makan dan memesan makanan disini. Selain itu, dia adalah sahabatku dan Yesungie dan yang lainnya juga," jelasnya.

                "Apa? Dia juga sahabat oppa dan yang lainnya?"

                "Ya. Kau bisa tanyakan pada Yesung nanti. Dan setiap kali dia datang kesini, selalu sajikan padanya kelima menu ini."

                Hangeng menunjuk menu makanan yang masih di tanganku. Apa? Dia monster pemakan makanan mahal dan paling enak di restoran ini.

                "Dan minuman gratis untuknya bukan teh yang biasa. Dia Cuma mau minum teh yang kami impor dari Kunming. Special untuknya, teh itu di lemari yang ini. Aku tunjukkan cara merebusnya padamu. Kau harus teliti, jangan sampai ada kesalahan."

                Aku berusaha berkonsentrasi pada acara menyeduh teh yang tidak sama caranya dengan menyeduh teh biasa apalagi teh celup. Tangan Hangeng terlihat mahir menyeduhnya, tapi aku perlu merekam semua langkahnya dalam otakku. Ini semua bukan demi si CEO itu, tapi demi kelangsungan umurku bekerja di resto ini dan bertemu Hangeng.

                "Dia masih lebih muda dari oppa? Dia sudah jadi CEO?"

                "Iya. Dia hebat, kan? Dia 21 tahun sekarang, masih seumuran Mimi, tapi sudah jadi CEO. Dia juga salah satu penanam saham di resto ini, jadi kita tidak mengambil bayaran darinya. Dan dia tampan. Benar, kan?"

                "Tidak, dia dingin."

                Hangeng tertawa, "tapi dia tetap saja sempurna. Nah, antarkan teh ini padanya, dan tersenyum padanya. Oke, Meifen? Lakukan yang seperti biasa kau lakukan pada tamu yang lainnya."

                Aku mendesahkan nafas panjang tapi tersenyum tipis pada Hangeng. Aku menerima nampan berisi teh yang masih mengepul itu dari tangannya. Tersenyum pada orang yang baru saja mencelaku? Apa aku gila? Apa harga diriku serendah itu? Tapi... tapi... aku meletakkan teh itu di hadapan si CEO, lalu membereskan teh gratisan yang menurutnya murahan itu. Dia sekali lagi memandangku tajam. Tapi... demi bekerja di resto ini... demi... demi Hangeng... aku tersenyum. Berusaha tersenyum semanis yang aku bisa.

                "Silakan menikmati tehnya, tuan CEO Choi."

                Tatapannya jadi lebih dingin lagi, tapi aku tidak peduli. Siapa yang mau peduli pada pria menyebalkan seperti itu? Lebih baik aku terjun ke Sungai Han deh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun