Mohon tunggu...
Karimatus Sahrozat
Karimatus Sahrozat Mohon Tunggu... Editor - Writer, Editor

Smile. It will bring you luck.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Puji

6 Juni 2020   06:07 Diperbarui: 6 Juni 2020   06:42 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nashvillehealth.org

Aku tahu, seberapa pun bagusnya aku membuat tulisan ini, Mama pasti tidak akan membacanya. Ya, Mama mana tahu soal Kompasiana? Mama saja sampai sekarang belum bisa mengirim pesan singkat lewat telepon genggam. Mama cuma bisa menelpon dan menerima panggilan telepon saja. Uniknya lagi, di HP Mama yang super jadul itu, cuma ada tiga nomor telepon dengan tiga nama: Anak 1, Anak 2, dan Anak 3. 

Nomor teleponku Mama simpan dengan nama anak Anak 2. Lagipula, Mama juga tidak suka membaca---kecuali membaca Quran dan kitab-kitab berbahasa Arab yang sudah Mama kumpulkan sejak Mama jadi santri semasa muda dulu. Mama bilang, membaca buku beraksara Latin akan langsung membuat Mama pusing. Apalagi membuka internet. Duh, Mama mana pernah melakukannya?

Nah, coba tebak, kenapa aku membuat tulisan ini kalau aku tahu Mama tidak akan membacanya? Simpel: sebagai alarm pribadi yang akan mengingatkanku kalua-kalau suatu saat aku lupa mensyukuri keberadaan Mama, Mama yang entah kenapa selalu bisa membagi rata rasa sayangnya untuk ketiga putrinya, apa pun yang terjadi. 

Ada kalanya aku heran. Mama kan tahu, aku tidak sesempurna Kakak meski juga tidak sebandel Adik. Aku cuma rata-rata. Anehnya, aku tidak pernah merasa kalau Mama memberiku kasih sayang yang rata-rata. Mama selalu menyayangiku sama seperti Mama menyayangi Kakak. Bahkan, seberapa menyebalkan dan seberapa pun nakalnya Adik, Mama tetap menyayanginya sama seperti Mama menyangi aku.

"Bisa enggak, ya, kelak aku jadi seorang ibu sebaik Mama?"

Aku sering bertanya begitu. Dan Mama pasti akan tersenyum dulu sebelum menjawab.

"Halah, kamu pasti bakal jadi ibu yang jauh lebih baik dari Mama. Kamu anak yang baik, mandiri, pintar. Kamu toh juga sudah sekolah sampai tinggi. Mama SD saja enggak tamat, Nduk."

Mama memang tidak pernah tidak memujiku. Padahal, aku berani bertaruh, kebaikan yang ada di dalam hatiku tidak ada seujung kuku dari kebaikan Mama. Aku tidak yakin kalau kelak aku bisa tumbuh jadi ibu seperti Mama. Sampai sekarang pun, keberadaan Mama selalu jadi hal pertama yang aku syukuri setiap kali aku membuka mata di pagi hari.

...

Tahu tidak? Aku suka sekali membuat deskripsi tentang Mama. Bahkan, aku pernah menulis novel setebal 289 halaman yang isinya cuma deskripsi diri Mama: ciri fisik Mama, karakter Mama, dan segala hal kecil tentang Mama yang tidak mungkin orang lain tahu. Aku pun random saja menulis novel itu. 

Cuma buat iseng di pagi buta selepas Subuh sambil menunggu waktu sebelum aku bersiap ke kantor. Namun, entah kenapa, banyak sekali orang yang menyukai novel itu. Mungkin memang sebegitu mudahnya mencintai Mama. Sampai-sampai, orang yang cuma kenal Mama dari deskripsi di dalam novelku itu juga bisa jatuh cinta kepada Mama, begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun