Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Makna Filosofis di Balik Sepasang Jalak Bali, Maskot Pemilu 2024

2 Oktober 2023   16:20 Diperbarui: 3 Oktober 2023   07:00 2495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maskot Pemilu 2024 bernama SURA dan SULU.(Dok. KPU via kompas.com)

Tahapan Pemilu 2024 terus bergerak dan kian mendekati masa-masa penting menuju puncak 14 Februari 2024. 

Untuk mendukung hajat kolosal demokrasi ini, tahun lalu KPU RI telah menetapkan Maskot sebagai simbol identitas branding KPU dalam melayani masyarakat menggunakan hak pilihnya.

Maskot Pemilu 2024 itu merupakan karya Stephanie, mahasiswi Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Pradita Tangerang, yang merupakan karya terbaik pilihan dewan juri lomba yang digelar KPU RI tahun 2022 lalu.  Karya Stephanie ini berhasil menyisihkan 680 karya lainnya yang masuk ke panitia lomba.

Bagi suatu institusi (perusahaan, kantor, organisasi dll) keberadaan Maskot penting  sebagai cerminan persoan brand serta membangun persepsi dan citra positif dalam masyarakat. 

Dalam konteks KPU sebagai penyelenggara Pemilu, Maskot dihadirkan sebagai penjelas tugas utama KPU yakni melayani pemilih dan peserta Pemilu dalam menggunakan hak-hak politik elektoralnya.


Di dalam Keputusan KPU Nomor 521 Tahun 2022 tentang Penetapan Maskot Pemilihan Umum Tahun 2024, Maskot Pemilu 2024 adalah sepasang burung Jalak Bali yang diberi nama "Sura dan Sulu". 

Sura digambarkan sebagai sosok laki-laki, dan nama ini merupakan akronim dari "Suara Rakyat". Sedangkan Sulu digambarkan sebagai sosok perempuan yang namanya merupakan akronim dari "Suara Pemilu".  

Selain digunakan sebagai simbol identitas branding sebagaimana disinggung depan, pada Diktum Pertama Keputusan KPU tersebut juga dijelaskan bahwa Maskot Pemilu 2024 merupakan strategi sosialisasi untuk meningkatkan partisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Makna filosofis

Sebagai simbol identitas branding setiap Maskot lazimnya memiliki makna-makna filosofis di balik perupaan obyeknya. Demikian juga dengan Maskot Pemilu 2024. Berikut ini adalah penjelasan makna-makna filosofis di balik Maksot Sura dan Sulu berdasarkan Keputusan KPU 521/2022:

Pertama, gambar Maskot yang diberi nama Sura dan Sulu tadi diambil dari rupa sepasang burung Jalak Bali yang populer kicauannya. 

Secara filosofis kicauan Jalak Bali ini melambangkan suara pemilih. Kemudian mimik muka kedua Jalak Bali yang didesain "belia" itu mewakili gambaran postur pemilih Pemilu 2024 yang didominasi oleh pemilih generasi muda.

Seperti pernah diungkapkan KPU, dari total jumlah DPT Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih, hampir 60% merupakan pemilih muda. 

Mereka terdiri dari Generasi Y (tahun lahir 1980-1995) sebanyak 66.822.389 atau 33,60 persen dan Generasi Z (tahun lahir 1997-2006) sebanyak 46.800.161 pemilih atau 22,85 persen (www.kompas.com, 2 Juli 2023).

Kedua, sepasang burung Jalak Bali menggambarkan pasangan (group), bukan 1 karakter (single). Gambar ini merupakan penegasan perihal sosok pemilih pada Pemilu 2024 yang terdiri dari pemilih pria dan wanita yang keduanya memiliki hak pilih yang sama dalam pemilu.

Ketiga, nama Sura digambarkan sebagai sosok laki-laki, nama ini sendiri merupakan akronim dari "Suara Rakyat". Sementara Sulu digambarkan sebagai sosok perempuan, dan nama ini merupakan akronim dari "Suara Pemilu". 

Kedua nama dan kepanjangan dari akronim Sura dan Sulu membentuk satu frasa yang maknanya sama, yakni "Suara Pemilih" dalam Pemilu.

Keempat, Sura digambarkan tengah memegang paku pencoblosan sementara tangan lainnya mengacungkan jari kelingking berwarna ungu tanda sudah memilih. 

Sedangkan Sulu digambarkan tengah memegang surat suara dan tangan lainnya mengacungkan jari kelingking berwarna ungu tanda sudah memilih.

Meski tidak dijelaskan dalam Lampiran Surat Keputusan 521 Tahun 2022, perupaan sebagaimana dinarasikan di atas nampaknya dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana KPU sebagai penyelenggara Pemilu menyiapkan detail pelaksanaan pemungutan suara. Bukan hanya menyangkut perlengkapan pemungutan suara seperti surat suara dan paku pencoblosan.

Tetapi juga detail salah satu mekanisme pemungutan suara untuk memastikan tidak ada kecurangan, yakni dengan penandaan jari pemilih oleh tirta berwarna ungu sebagai bukti bahwa seorang pemilih telah menggunakan hak pilihnya, dan karena itu dilarang menggunakannya lagi. Sebab penggunaan hak pilih lebih dari satu kali merupakan pelanggaran pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun