Jaka Linglung adalah makhluk berwujud ular namun dapat berbicara selayaknya manusia. Awalnya, mbok Rondo Dadapan menemukan sebutir telur. Disimpan dan ditinggalkannya telur tersebut di lumbung padi.Â
Saat ditengok beberapa waktu kemudian, telur telah menetas. Tidak ditemukan ayam, bebek atau burung, tapi ada ular yang dapat berbicara di dekatnya. Maka, Mbok Rondo Dadapan pun menganggap ular yang baru menetas itu sebagai anaknya.
Singkat cerita, Jaka Linglung mampu membunuh Buaya Putih jelmaan Dewata Cengkar. Namun, Aji Saka berpesan, sepulang dari Laut Selatan, Jaka Linglung harus pulang lewat perut bumi.Â
Tidak boleh berjalan di atas permukaan. Jaka Linglung menyanggupinya. Akhirnya, dari Laut Selatan, Jaka Linglung menembus bumi dan keluar di daerah Kuwu, Grobogan ini.Â
Di titik keluarnya Jaka Linglung inilah sekarang dikenal sebagai pusat semburan lumpur yang oleh masyarakat sekitar disebut Bledug Kuwu. Bledug artinya letupan atau letusan dengan bunyi seperti dentuman meriam. Kuwu artinya menyebar ke segala penjuru.Â
Itu, cerita misteri singkat yang saya cuplik dari Buku "Legenda Bledug Kuwu" yang saya beli di pedagang asongan yang mangkal di pinggir gerbang lokasi Wisata Bledug Kuwu, selain garam grosok (garam kasar) khas Bledug Kuwu.
Menyisir Jawa Bagian Tengah
Saya tiba di lokasi Bledug Kuwu, Gobogan belum tengah hari. Lokasinya kering kerontang. Udaranya Panas. Bagi sebagian orang, kawasan Jawa Tengah, bagian tengah ini mungkin tidak semenarik Semarang, Ungaran, Magelang, Solo, atau Gunung Kidul serta Yogyakarta.Â
Kebetulan, setelah acara di dinas di Jakarta, saya akan berkunjung ke rumah saudara di Blora yang sedang hajatan. Maka, teman dari rumah saya hubungi agar menjemput saya di Stasiun Solo Balapan. Dari Jakarta, saya naik Argo Lawu turun di Stasiun Solo Balapan, kota Solo.
Selepas subuh, setelah 9 jam melaju, kereta Argo Lawu merapat di Stasiun Solo Balapan. Saya nikmati teh panas dan pisang goreng di warteg depan stasiun sambil menunggu jemputan datang. Begitu jemputan datang, saya mengajak mencari oleh-oleh. Kami mampir dulu ke Serabi Notosuman Ny Lidia. Serabi paling terkenal di seantero Solo.Â
Dulu, awalnya saya membayangkan serabinya seperti serabi gaya Jawa Tmuran. Berupa adonan tepung yang dicetak bulat. Lalu dimakan dengan air santan manis. Ternyata, Serabi Notosuman beda. Rasanya gurih. Dimakan tanpa air santan karena santannya sudah jadi satu dengan adonan. Â