Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hoaks, Penyangkalan, dan Drama Covid-19 di Rumahku

2 Agustus 2021   07:00 Diperbarui: 2 Agustus 2021   12:50 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Martha Dominguez de Gouveia on Unsplash

Pekan Kedua

Memasuki pekan kedua, Mamak mulai tak sanggup banyak bergerak. Sakit kepala tidak bisa lagi menyalahkan hipertensi, sebab tensinya normal. Badannya terasa hangat, tanda demam. Batuk semakin menjadi-jadi, walaupun sudah minum obat batuk dibantu ramuan herbal yang biasa beliau konsumsi.

Alih-alih berjemur, jalan ke kamar mandi pun Mamak nyaris tak mampu. Lidah mulai terasa pahit, tapi penciuman normal. Beliau tidak sesak, tapi batuknya terdengar berat. Diajak ke rumah sakit menolak, sepertinya khawatir “dicovidkan”.

12 Juli, hujan deras melanda. Di mana-mana banjir. Rumah kakak yang “cuma batuk sedikit” sebagiannya roboh diterjang banjir. Kakak yang lain datang membantu, dan akhirnya menyadari, bahwa sebagian besar penghuni rumah itu tengah demam.

Di saat yang sama, Mamak menggigil hebat. Tengah malam kami melarikan beliau ke IGD. AC mobil dimatikan, tapi beliau masih kedinginan di balik jaket parasut, sarung tangan, dan kaus kaki. Di RS pertama, kami ditolak karena IGD penuh. Pindah ke RS berikutnya, diterima di UGD yang awalnya cukup ramai.

Di RS ini, yang pertama dicek adalah saturasi oksigen. 94, di bawah normal. Dokter melakukan swab rapid, hasilnya sudah bisa kutebak; positif! Malam itu kami kakak beradik yang tinggal satu kota tidak tidur. Sibuk melengkapi administrasi, mengupayakan Mamak mendapat ruang isolasi di rumah sakit.

Ketika perawat menyodorkan surat perjanjian untuk ditandatangani, di situlah aku berusaha kuat menahan air mata. Pada poin akhir disebutkan, jika pasien tidak tertolong,maka keluarga memberi wewenang pihak RS untuk memakamkan jenazah sesuai prosedur covid, meski hasil swab PCR belum keluar.

“Mamak itu lansia komorbid,” kataku di hadapan keponakan dan kakak yang ikut mengantar ke UGD, sambil menahan deru di dada.

“Tanda tanganilah! Mamak punyo semangat bagus. Insyaallah sembuh,” kata kakakku, menguatkan hatiku dan hatinya sendiri.

Di Kamar Isolasi

Idealnya pasien covid sendirian di ruang isolasi. Tapi karena Mamak merupakan lansia, beliau butuh didampingi. Setelah berembuk, akhirnya salah satu kakak perempuanku yang menjaga Mamak selama lebih kurang 10 hari di RS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun