Ah entahlah, kata Kakak dokter nyuruh pulang. Kata perawat pasien minta pulang. “Kira-kira kapan swab lagi dan kapan hasilnya keluar?”
“PCR gak bisa ditebak, Bu. Kemungkinan tiga hari baru hasilnya didapat. Kalau masih positif, jarak beberapa hari baru swab lagi. Kira-kira perpanjang seminggu lagi, baru bisa pulang.”
Kupikir, kalau memang Mamak yang minta pulang, bisa stres beliau jika ditunda hingga sepekan. Akhirnya hari itu aku keliling mencari Lurah yang bersedia membubuhkan tanda tangan pada surat yang kubawa dari RS.
Aku dan kakak-kakak berada di kelurahan yang berbeda. Niat kami agak buruk memang, yang penting dapat tanda tangan, nantinya terserah Mamak mau pulang ke rumah yang mana. Di kantor lurah alamatku, pegawainya menolak dengan berbagai alasan. Salah satunya, data Mamak harus masuk dulu ke KK-ku.
Wajar kan kalau warganya ngawur? Perangkat pemerintah juga ngawur. Dulu aku ubah KK karena tambah anak saja butuh tiga bulan. Dia suruh Mamakku nunggu tiga bulan baru pulang! Pengin ngomong kotor, malu sama jilbab.
Akhirnya dapat tanda tangan di kelurahan kakakku yang lain. Jangan tanya berapa jumlah kakakku, banyak! Dan malamnya Mamak bisa dijemput pulang meski masih positif. Insyaallah noninfeksius, alias tidak menularkan.
Karena siangnya petugas kelurahan berpesan agar pasien dilaporkan ke puskesmas, muncul masalah baru. Mamak memilih pulang ke rumahku, puskesmas terdekat tentu saja berada di kelurahan tempatku berdomisili. Sementara menurut temanku yang juga positif covid, jika melapor ke puskesmas, pihak puskemas akan mengabari RT setempat. Lalu RT akan melapor ke Lurah. Ketahuan dong!
Semalaman aku dan kakak rumah terdekat berdiskusi. Lapor ke puskesmas atau tidak? Sementara kakakku yang kemarin menemani Mamak, ternyata hasil swabnya positif, tapi ia memilih tidak lapor. Diam-diam isoman di rumah saja, khawatir stigma masyarakat.
Sampai pagi belum diputuskan, apakah Mamak akan dilaporkan ke puskesmas atau tidak. Kondisi Mamak terlihat baik, tapi masih ada batuk. Makin membingungkan. Sampai kemudian, sebelum tengah hari, satu file pdf dikirim kakak yang isoman.
Hasil swab terakhir; Mamak negatif. Alhamdulillah, aku lega. Tak jadi beban karena tak perlu melapor ke puskesmas. Kemudian kakak yang semalam ikut menjemput Mamak di RS menelepon.
“Gemblung! Sudah susah-susah cari tanda tangan, bingung ini bingung itu. Dak taunyo hasil keluar dak sampe sehari!” kemudian kami ngakak bareng.