Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Segar Artikel Utama

Di Bulan Puasa, Jangan Samakan Bumil Satu dengan Bumil yang Lain

25 April 2020   05:00 Diperbarui: 25 April 2020   13:54 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemudahan wanita hamil untuk tidak puasa di bulan Ramadan (Sumber: www.pixabay.com)

Aku punya seorang kawan yang luar biasa. Setiap hamil, ia tak kenal dengan yang namanya morning sick. Begitu pula dengan salah satu kakakku, yang justru keheranan melihat aku dan adiknya yang lain saban hamil selalu mabuk.

Tak ada mual pusing sedikit pun, begitu katanya. Bahkan saat hamil keponakanku yang pertama, kakakku ini tidak tahu sedang hamil. Ia bekerja seperti biasa, nyaris tanpa perbedaan dengan kondisi normal.

Aku sempat kesal dengan diri sendiri, kenapa kalau hamil susah betul sekadar menjalani hari. Tapi kawanku yang pertama tadi mengingatkan, jangan samakan kondisi kita dengan orang lain!

Benar saja. Kalau aku di kedua kehamilan hanya mabuk di trimester awal. Rekan kerjaku dulu, setiap hamil dia cuti setahun! 9 bulan untuk hamilnya, 3 bulan untuk menyusui dan penyembuhan.

Kok bisa? Ya bisa. Dia yang punya perusahaan. Itu bos! Bukan rekan kerja. Oh ya, maaf. Efek saking dekatnya hubungan karyawan-owner waktu itu.

Berpuasa Saat Hamil

Menyadari kondisiku yang tidak fit di trimester awal, meski masa-masa mabuk telah terlewati, aku memilih berhati-hati ketika puasa. Hal ini tak lepas dari pesan kawan di atas.


Banyak kasus terjadi di mana ibu hamil tak menyadari kondisi janinnya yang tak sempurna karena ia berpuasa. Bukan menyalahkan puasanya, tapi keadaan masing-masing kita memang berbeda.

Ada yang ketika hamil tampak sehat-sehat saja, nyatanya memang ia dan kandungannya sehat. Tapi ada pula yang tampak sehat sementara janinnya tidak diperiksa. Sekadar mengira-ngira semua baik-baik saja, semata karena tak ada keluhan.

Itulah yang terjadi pada salah satu pasien di sebuah rumah sakit, tahun 2010. Kami satu ruangan waktu itu, ketika aku melahirkan anak pertama.

Aku tak tahu berapa usianya, tapi ibu itu memanggilku "Adek". Kalau tak salah ingat, ia kehilangan anak ketiga atau keempat, bayi yang telah dikandungnya selama 6 bulan.

"Adek ni enak, biak pun operasi, anaknyo ado. Sayo sudahlah sakit operasi, anaknyo dak ado," katanya sendu.

Dalam obrolan kami selama sama-sama dirawat, kuketahui bahwa ia selama hamil merasa baik-baik saja. Waktu itu bulan Syawal. Jadi ketika Ramadan, ia masih mengandung.

Nah saat Ramadan itulah ia berpuasa satu bulan penuh. Karena merasa sehat, ia tak pernah memeriksakan kandungannya. Menganggap janin di dalam sana sama sehatnya dengan sang ibu.

Baru kemudian terjadi kontraksi, dan begitulah endingnya.

Menurut diagnosis dokter yang menangani, si anak kekurangan nutrisi ketika ibunya berpuasa. Jelas bukan salah puasanya, tapi sang ibu yang lalai. Bisa jadi ia lupa bahwa tubuhnya membutuhkan nutrisi yang lebih banyak daripada saat tidak hamil.

Dalam Islam pun ada kemudahan untuk wanita hamil, agar puasa tidak berefek buruk bagi kandungannya. Sila dibaca lagi bahasan fikihnya.

Berpuasa Saat Menyusui

Hamil (Photo by Juan Encalada on Unsplash)
Hamil (Photo by Juan Encalada on Unsplash)
Berdasarkan pengalamanku pribadi, puasa dalam keadaan hamil jauh lebih mudah daripada saat menyusui. Dengan catatan, bukan di trimester awal.

Tapi dilihat dari efeknya, puasa saat hamil lebih berisiko jika tidak dibarengi kontrol rutin.

Berbeda dengan saat menyusui. Anak sudah "di luar", bisa terlihat jika ia kelaparan atau dalam kondisi yang kurang sehat.

Dua masa ketika aku masih memiliki bayi, puasa dalam kondisi menyusui luar biasa berat. Setiap habis menyusui, rasa lapar nyaris tak tertahankan. Entahlah kalau itu hanya sugesti. Tapi masuk akal kan, namanya kita berbagi makanan dengan si bayi.

Aku menyiasatinya dengan berpuasa selang-seling. Puasa di bulan Ramadan dan memberi ASI pada anak, sama-sama kewajibanku sebagai muslimah. Islam itu mudah, yang penting baca aturan fikihnya.

Ungkapan kawanku agar kita tak menyamakan kondisi diri dengan orang lain saat hamil, terus kupegang hingga saat ini. Meski sedang tak hamil. Tapi untuk memaklumi orang lain ketika ia terkesan agak lemah, rapuh, atau kadang divonis malas.

Seperti yang kualami sendiri setelah melahirkan anak kedua.

Faktor melahirkan kakaknya secara sectio caesar (sc), mengharuskan si adik dilahirkan dengan cara yang sama. Selama nifas, suami yang mengurusi pakaian kotor aku dan anak-anak.

Lalu datanglah seorang perempuan perkasa yang dengan santai bilang ke suami, "Bini kau lebay. Aku dulu seminggu abis operasi langsung nyuci baju dewek. Ngangkat aer lagi!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun