Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Hikmah Remeh di Balik Perkara Kuota

22 April 2020   06:55 Diperbarui: 22 April 2020   23:25 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Rami Al-zayat on Unsplash

Sebelum suami berangkat ke Jawa untuk memperdalam ilmu, kuminta beliau memutus sambungan wifi di rumah kami. Sudah mahal, setiap hari gangguan!

"Yakin?" tanyanya.

Aku mengangguk yakin. Sebab jika beliau pergi, hanya aku yang menggunakan internet. Anak-anak tak terlalu butuh. Sebelum Corona mewabah, ada banyak permainan yang mereka punya bersama teman-temannya di luar sana.

Selama satu semester, aku berinternet ria dengan kuota biasa yang di-tethering dari HP lama ke laptop. HP yang kupakai menggunakan internet dari datanya sendiri, agar kerja tethering tidak berat.

Tidak ada masalah berarti. Jika kartu yang satu lemot, kupakai yang satu lagi. Jika keduanya error, tinggal tutup laptop dan beralih ke kegiatan lain.

Tapi ketika suami pulang, sebagaimana umumnya laki-laki, beliau tak sabar dengan hal-hal demikian. Mengganti device, pindah data, dll, itu baginya merepotkan. Maka belum sepekan di rumah, langsung diteleponnya pihak provider untuk memasang kembali wifi di rumah.

Kulihat sisa kuotaku masing-masing masih bergiga-giga. Malah suamiku sendiri masih punya 30GB di kartu mahalnya. Asli tak habis pikir, kenapa sih tak menunggu habis kuota dulu. Begini kan jadi mubazir!

Sedikit pun tak kulayangkan protes, pokoknya sebisa mungkin jangan ada keributan. Itu menguras tenaga. Kubagi-bagikan kuotaku ke keponakan, yang membuat pulsaku ikut terkuras. Suami masih sering keluar rumah (waktu itu Jambi masih sangat aman), jadi ia masih berusaha menghabiskan kuota sebanyak itu saat di luar. Tetap tak habis juga!

Tak lebih dari sepekan kemudian, status Jambi berubah. ODP bermunculan, wali kota mulai mengeluarkan instruksi. Seiring bergantinya hari, sekolah diliburkan, kegiatan masyarakat dikurangi. Sampai seperti sekarang, semua orang harus di rumah dan internet jadi kebutuhan utama setelah urusan dapur.

Keponakanku belum setengah bulan sudah kehabisan kuota untuk kegiatan belajar daring. Mending kalau pakai kartu "pelajar" yang murah meriah tapi lemot itu. Ia pakai kartu "bapak-bapak" yang kadang lemot juga tapi lumayan oke. Dan mahal. Kupakai istilah ngasal, tapi pembaca insyaallah paham.

Itu baru satu orang. Di rumahnya paling tidak ada tiga orang yang butuh internet setiap hari untuk urusan penting. Sekadar game dan streaming tidak dihitung.

Ketika iparku ingin ikut pasang wifi, ternyata ada biaya ini itu yang harus dibayar di awal. Tidak seperti kami atau pelanggan sebelum wabah yang bebas biaya pasang. Selain itu, kulihat sekarang wifi kami hampir tak pernah gangguan. Tarifnya juga lebih murah, entah paket apa yang dipilih suami. Soal kecepatan, sama seperti sebelumnya!

Melihat semua itu, tahulah aku mengapa sabar itu dikatakan berat tapi manis buahnya. Coba kalau dulu suami menunggu kuota kami habis, tentu nasib kami sama dengan abangku atau orang lain yang baru merasa sangat butuh lalu ikut pasang wifi.

Di rumahku, ada tiga orang yang butuh internet untuk kegiatan sehari-hari. Pekerjaan dan sekolah. Kalau dulu tak segera pasang, tentu sudah mengeluarkan biaya yang lebih banyak daripada tarif langganan wifi per bulan.

Biarpun remeh, tapi ini bagian dari hikmah kehidupan. Yang sederhana saja ada pelajarannya, apalagi masalah yang lebih besar. Pandemi ini misalnya, pasti ada hikmah besar yang sedang diajarkan Allah pada kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun