Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Main Saham Bisa Untung 25 % Sehari, Mau?

8 Agustus 2020   01:01 Diperbarui: 8 Agustus 2020   01:19 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pergerakan harga saham (Bisnis.com/Himawan L Nugraha)

Teman: "Kalau main saham, bisa untung sampai 25 persen dalam sehari, benar gak"? 

Saya: "Benar dan bisa"

Teman: "Caranya?"

Saya: "Gampang. Tinggal pilih satu dari enam ratusan saham perusahaan di bursa efek yang kita anggap akan naik drastis dalam sehari"     

Teman: "Yaah,,,itu bukan gampang namanya. Bagaimana kita bisa tahu, tebak-tebakan?"

Saya: "Itulah namanya main saham :)" 

Saya mencermati, ada dua hal yang cukup paradoks berkaitan persepsi orang-orang tentang saham. Pertama, mereka yang benar-benar anti bahkan mengharamkan. Mereka sangat yakin bahwa saham itu judi. Rumusnya jadi begini: saham itu judi; judi itu dosa; dosa itu masuk neraka. Jadi, beli saham = masuk neraka.

Ada lagi yang mengatakan saham adalah instrumen investasi yang bisa membuat orang jatuh miskin dalam waktu singkat. Barangkali mereka pernah membaca dan menonton berita, mendengar atau mungkin melihat langsung kejadiannya.

Kedua, mereka yang merasa bahwa saham adalah jalan pintas untuk kaya raya. Saham dianggap bisa menghasilkan keuntungan puluhan bahkan ratusan persen dalam waktu singkat. 

Kedua pendapat diatas jelas keliru bahkan agak menyesatkan. Industri pasar modal (saham) memiliki dasar hukum yang jelas, diatur dan diawasi oleh lembaga yang dibentuk dengan regulasi pemerintah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah pernah mengeluarkan fatwa bahwa membeli saham itu halal. Silakan dicari sendiri informasinya di google.

Secara singkat, saham adalah bukti kepemilikan atas perusahaan publik. Yang dimaksud perusahaan publik adalah perusahaan yang sudah mencatatkan diri di Bursa Efek Indonesia (IPO) dan masyarakat/publik boleh membeli saham perusahaan tersebut. Banyak contohnya dan saya yakin kita pasti sangat mengenal produk-produknya. Berikut beberapa contoh dan kode sahamnya.

Siapa tak kenal PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) atau Indosat (ISAT) yang layanan internetnya selalu kita gunakan sehari-hari? Atau perusahaan-perusahaan perbankan seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank BNI (BBNI), Bank Mandiri (BMRI), Bank BTN (BBTN), Bank BRI Syariah (BRIS) dan masih banyak bank lain. Saham perusahaan tersebut bisa kita beli dan miliki yang berarti kita ikut menjadi pemilik perusahaan tersebut.

Ada lagi perusahaan yang produknya juga selalu kita gunakan sehari-hari. Misalnya Unilever (UNVR), Mayora Indah (MYOR), Ultrajaya (ULTJ), Sidomuncul (SIDO), Ace Hardware (ACES). Atau kita gemar berbelanja di Alfamart (AMRT), Matahari (LPPF), Ramayana (RALS).

Mungkin kita adalah pengguna kendaraan yang dihasilkan Astra Internasional (ASII), pernah naik pesawat Garuda Indonesia (GIAA), pernah dirawat di Rumah Sakit Siloam (SILO), mengonsumsi obat yang dihasilkan perusahaan Kalbe Farma (KLBF), Indofarma (INAF) di apotek Kimia Farma (KAEF). Atau kita perokok berat yang sehari-hari mengonsumsi rokok yang dihasilkan perusahaan Gudang Garam (GGRM) atau Sampoerna (HMSP). 

Apakah kita mau mengatakan perusahaan-perusahaan diatas adalah perusahaan yang usaha produknya adalah judi? Satu lagi, di industri pasar saham juga ada yang disebut sebagai indeks saham syariah. Indeks yang secara otomatis menyaring saham-saham yang dianggap tidak menjalankan usaha sesuai prinsip syariah. Jadi, jangan harap kita bakalan menemukan saham-saham perusahaan rokok atau perbankan di sana.                                 

Untung cepat? 

Berikutnya mengenai persepsi bahwa saham adalah jalan pintas untuk kaya raya. Menurut saya, ini pun sangat perlu diluruskan. Bahwa sudah banyak orang menjadi kaya raya dan berhasil dalam investasi saham adalah fakta.

Tetapi, berbagai literatur bahkan kesaksian orang-orang kaya itu sendiri, bahwa semua itu tidak bisa diraih dengan cara instan atau dalam waktu singkat. Berinvestasi saham butuh kesabaran, displin, konsistensi. 

Mereka bahkan mewanti-wanti, dalam hal berinvestasi apapun (termasuk saham) hal paling utama yang perlu difikirkan adalah mengendalikan risiko. Jadi, selalu waspada dengan tawaran investasi dengan iming-iming imbal hasil berkali-kali lipat dalam waktu singkat. Sebagai contoh, tentu kita masih ingat dengan Kanjeng Dimas yang mengaku bisa menggandakan uang? Atau berbagai modus investasi bodong dengan tawaran yang sama.

Kembali ke pertanyaan awal, dalam industri pasar saham apakah memang ada saham-saham yang bisa menghasilkan keuntungan puluhan persen dalam sehari? Sekali lagi saya jawab, ada.

Harus diingat bahwa pergerakan harga saham di bursa, setiap harinya sangat dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan penawaran. Semakin banyak permintaan, maka harganya akan naik. Begitu pun sebaliknya. Nah, yang memengaruhi jumlah permintaan dan penawaran adalah emosi/sentimen para pelaku pasar.

Sebagai contoh, beberapa hari lalu saham-saham bidang farmasi seperti Kimia Farma (KAEF) dan Indofarma (INAF) sama-sama naik sampai 25 persen dalam sehari. Usut punya usut ternyata itu berkaitan dengan ujicoba vaksin Covid-19 yang sedang dilakukan. Pelaku pasar modal bereaksi dan menganggap itu berita yang sangat positif bagi perusahaan farmasi tersebut. Mereka berlomba membeli sahamnya dan otomatis harganya pun langsung melambung tinggi.

Tapi harus diingat bahwa Bursa Efek Indonesia sejak awal sudah membuat aturan khusus agar pergerakan harga saham tidak liar. Ada batas bawah (penurunan) dan batas atas (kenaikan) harga yang tidak boleh dilewati. Saham KAEF dan INAF sempat dihentikan perdagangannya untuk sementara karena pergerakan harga sahamnya dinilai tidak wajar.

Jangan salah, di bursa saham ada kalanya harga saham bisa naik secara drastis tapi sebaliknya bisa pula turun sangat dalam dalam sehari. Banyak orang yang terjebak disini. 

Mereka membeli saham karena ikut-ikutan. Saat ada saham yang naik puluhan persen dalam sehari, lalu dia ikutan beli. 

Setelah membeli, ternyata tiba-tiba saja harganya turun drastis dan tak pernah kembali lagi ke harga tertingginya. Bila sudah begini, berarti dia akan mengalami kerugian saat terpaksa harus menjualnya.     

Di bursa saham, tidak ada seorang pun yang bisa menebak secara pasti arah pergerakan harga saham. Analis saham yang punya banyak gelar di bidang ekonomi tidak mampu, para investor yang sudah berpengalaman puluhan tahun pun sama. Namun, ada satu "hukum" yang pasti bahwa perusahaan yang memiliki fundamental/kinerja yang baik cepat atau lambat pasti akan "diburu" sahamnya oleh para investor. Dengan demikian, harganya pasti akan naik.   

Kinerja perusahaan bisa dinilai dari laporan kinerja mereka yang wajib diumumkan per kuartal serta tahunan. Semestinya dari sanalah para investor bisa mengambil keputusan untuk membeli atau tidak. Tidak perlu memusingkan pergerakan harga saham secara harian yang memang sangat dipengaruhi oleh berbagai sentimen (baik atau buruk).

Mereka yang mencoba peruntungan dengan cara menebak-nebak harga saham tanpa dasar analisis sama sekali (teknikal atau fundamental) bisa diibaratkan sedang mencoba menangkap pisau yang jatuh. Mereka menjadikan saham sebagai sebuah permainan yang coba dimenangkan berulangkali. Mereka adalah para pemain saham. Sementara saya tidak berminat apalagi berani menjadi pemain saham. Saya lebih memilih untuk investasi/menabung saham. Jadi, tolong jangan pernah sebut saya sebagai pemain saham. Saya adalah investor saham.    

***

Jambi, 8 Agustus 2020      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun