Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menimbang Rilis BKN tentang Aktivitas Ujaran Kebencian oleh ASN

20 Mei 2018   21:47 Diperbarui: 20 Mei 2018   22:33 1124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: nusakini.com)

Badan Kepegawaian Negara (BKN) baru saja merilis siaran pers Nomor: 006/RILIS/BKN/V/2018 tentang Enam Aktivitas Ujaran Kebencian Berkategori Pelanggaran Disiplin ASN.

Ini bertujuan untuk membantu pemerintah memberantas penyebaran berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang berpotensi sebagai sumber perpecahan bangsa.   

BKN telah menerima banyak pengaduan dari masyarakat atas keterlibatan ASN dalam ragam aktivitas ujaran kebencian yang turut memperkeruh situasi bangsa.

BKN menegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) diminta menjalankan fungsinya sebagai perekat dan pemersatu bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

ASN yang terbukti menyebarluaskan ujaran kebencian dan berita palsu masuk dalam kategori pelanggaran disiplin. BKN juga mengimbau para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pusat dan daerah untuk melarang ASN di lingkungannya menyampaikan dan menyebarkan berita berisi ujaran kebencian perihal SARA, serta mengarahkan ASN agar tetap menjaga integritas, loyalitas, dan berpegang pada empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Enam aktivitas 

Enam aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran displin ASN sebagaimana telah dirilis oleh BKN adalah sebagai berikut:

Pertama, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.

Kedua, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang mengandung ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan.

Ketiga, menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian (pada poin 1 dan 2) melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost instagram dan sejenisnya).

Keempat, mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.

Kelima, mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.

Keenam, menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana pada poin 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial.

ASN yang terbukti melakukan pelanggaran pada poin 1 sampai 4 dijatuhi hukuman disiplin berat dan ASN yang melakukan pelanggaran pada poin 5 dan 6 dijatuhi hukuman disiplin sedang atau ringan. Penjatuhan hukuman disiplin itu dilakukan dengan mempertimbangkan latar belakang dan dampak perbuatan yang dilakukan oleh ASN tersebut.

Hukuman disiplin ringan dapat dijatuhkan dalam bentuk teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis.

Hukuman disiplin sedang diantaranya penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.

Sementara hukuman disiplin berat adalah penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Berlebihan (?)

Keterlibatan beberapa orang ASN dalam penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial memang pantas membuat kita kuatir dan gusar. Terlebih lagi, sesuai amanat UU, setiap ASN memiliki fungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa, bukan sebaliknya.

Kita kecewa karena ada beberapa ASN yang harus berurusan dengan pihak keamanan karena jejak digitalnya di dunia maya terindikasi kuat bahkan telah terbukti melakukan penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian yang bisa meresahkan masyarakat.  

Tak ada ampun, mereka yang sudah dilaporkan harus siap menerima sanksi hukuman disipin mulai dari yang ringan, sedang, bahkan berat sesuai dengan kategori perbuatannya.

Mencermati rilis yang dikeluarkan BKN diatas, wajar menimbulkan pertanyaan. Soal motif dan tujuannya, barangkali kita bisa memahami. Namun dalam pelaksanaannya, mungkinkah itu akan benar-benar diterapkan? Sudah tepatkah, atau jangan-jangan terlalu berlebihan ?.

Coba kita bayangkan, hanya sekadar memberikan tanggapan berupa likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial, seorang ASN sudah berpotensi besar dijatuhi hukuman disiplin ringan atau sedang.

Sementara itu, menyampaikan pendapat dan menyebarluaskan pendapat sudah masuk dalam perbuatan yang bisa dijatuhi hukuman disiplin berat.

Saya membayangkan, rilis BKN ini cukup rawan digunakan bahkan disalahgunakan untuk melakukan "kriminalisasi" terhadap ASN. Ini ibarat "pasal karet" yang bisa menjerat siapa saja.

Apalagi belakangan ini, saya menyaksikan di media sosial (khususnya twitter dan facebook), seolah ada semacam "gerakan" memviralkan jejak digital seseorang (termasuk ASN) yang dianggap telah melakukan ujaran kebencian.

Bahkan, ketika si empunya medsos sudah berinisiatif menghapus postingannya pun tak bisa lagi mengelak karena ternyata jejak digitalnya sudah terlanjur viral di media sosial. Tinggal menunggu waktu saja, aparat keamanan akan segera datang mengunjunginya dan memintai keterangan.

Jika ketentuan dari BKN ini benar-benar dilaksanakan, sulit dibayangkan betapa banyak ASN yang akan berurusan dengan pihak keamanan hanya gara-gara aktivitas di media sosial. Seakan tak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Entah kesalahan itu dilakukan atas dasar kesadaran, kekhilafan atau sekadar ikut-ikutan.   

Jambi, 20 Mei 2018     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun