“ Tetep cantik sih Ren”
“ Hus Dila cuma boleh buat aku yaa! Ngerti?!!”
Dila nampak berbeda hari itu, raut wajahnya pucat. Mungkin sakit? Dila hanya berlalu dan menghilang masuk ke ruang kepala sekolah.
“ Heh Ve, Dila lagi sakit yaa?” tanyaku pada Vee, teman sekelas Dila.
“ Emm ngga tau, pendiem sih dia kak”
Dila memang tak pernah terlihat bergerombol dengan teman-temanya. Sungguh dia sangat berbeda. Sangat misterius dan itu semakin membuatku bersemangat menelisik jauh tentang dirinya.
Gara-gara Dila aku jadi lupa kasus ayah yang saat ini sedang panas. Dia penghiburku. Peng-alih duniaku. Untung tak ada teman yang menyadari kasus ayah, maklum mereka pelajar badung yang tak mau tau urusan negara. Aku agak senang mengetahui kenyataan tentang mayoritas anak-anak disini. Walau itu buruk.
-------
Malam ibu kota nampak kejam. Puluhan gelandangan terlelap dibawah jembatan layang. Aku dan Mama sama-sama diam. Mama terlihat melamun menatap keluar jendela mobil. Beberapa pertanyaan dari KPK tadi sore membuat Mama benar-benar tak berdaya, apalagi Papa masih buron dan entah dimana. KPK masih memburu keberadaanya. Aku hanya bisa diam. Tenggorokanku terasa ngilu saat ingin melontarkan kata-kata, takut Mama tambah sedih, tapi aku tak kuat. Pecah juga hening malam ini.
“ Papa masih buron Ma?”
“ Emmh” angguk Mama