Mohon tunggu...
ganes gunansyah
ganes gunansyah Mohon Tunggu... dosen -

saya tenaga edukatif di Jurusan PGSD UNESA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Orientasi Penyelenggaraan Pendidikan Dasar Berbasis Pendidikan Karakter

3 November 2010   15:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:52 2101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

(CULTURE)


  • Dispilin, hukum dan tata tertib
  • Mencintai tanah air
  • Demokrasi
  • Mendahulukan kepentingan umum
  • Berani
  • Setiakawan/solidaritas
  • Rasa kebangsaan
  • Patriotik
  • Warga negara produktif
  • Martabat/harga diri bangsa
  • Setia/bela negara


  • Iman pada Tuhan YME
  • Taat pada perintah Tuhan YME
  • Cinta agama
  • Patuh pada ajaran agama
  • Berahlak
  • Berbuat Kebajikan
  • Suka menolong dan bermanfaat bagi orang lain
  • Berdoa dan bertawakal
  • Peduli terhadap sesama
  • Berperikemanusiaan
  • Adil
  • Bermoral dan bijaksana


  • Toleransi dan Itikad baik
  • Baik hati
  • Empati
  • Tata cara dan etiket
  • Sopan santun
  • Bahagia/gembira
  • Sehat
  • Dermawan
  • Persahabatan
  • Pengakuan
  • Menghormati
  • Berterima kasih

Namun, pola pengajaran pendidikan karakter harus dipastikan tidak terjebak pada tradisi hafalan, atau siswa hanya sekedar "tahu". Seringkali persoalan yang terjadi, orang tahu belum tentu paham, orang paham belum tentu melakukan/berbuat, dan orang yang berbuat sekalipun belum tentu mampu menghayati dan mengambil makna dari perbuatan yang telah dilakukannya. Karena pola pembinaan kepribadian dan karakter seyogyanya harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan dengan melibatkan aspek pengetahuan (knowledge), perasaan (feeling), tindakan (acting). Diharapkan pada gilirannya, siswa secara seimbang mampu mengembangkan kepribadian dan karakternya menjadi sosok yang tangguh, mandiri, memahami hak dan kewajiban, bertanggungjawab, dispilin dan kuat dalam menghadapi tantangan jaman ke depan.

Dalam pendidikan karakter, Thomas Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Komponen-komponen tersebut diuraikan sebagai berikut. Pertama, Pengetahuan Moral. Ada enam aspek yang menjadi orientasi dari moral knowing yaitu : 1) kesadaran terhadap moral (moral awareness), 2) pengetahuan terhadap nilai moral (knowing moral values), 3) mengambil sikap pandangan (perspective taking), 4) memberikan penalaran moral (moral reasoning), 5) membuat keputusan (decision making), dan 6) menjadikan pengetahuan sebagai miliknya (self knowledge). Kedua, Perasaan tentang Moral. Ada enam aspek yang menjadi orientasi dari moral feeling yaitu: 1) kata hati/suara hati (conscience, 2) harga diri (self esteem), 3) empati (emphaty), 4) mencintai kebajikan (loving the good), 5) pengedalian diri (self control), dan6) kerendahan hati (humility). Ketiga, Perbuatan/tindakan moral. Ada tiga aspek yang menjadi indikator dari moral action, yaitu: 1) kompetensi (competence), 2) keinginan (will), 3) kebiasaan (habit).


Menurut Foerster (Elmubarok:2009) menjelaskan ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter, yaitu sebagai berikut. Pertama, keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain karena tidak adanya koherensi akan meruntuhkan kredibilitas seseorang. Ketiga, otonomi yaitu dimana seseorang menginternalisasikan aturan dari sampai luar menjadi nilai-nilai bagi pribadi melalui penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan serta tekanan orang lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan, yaitu berupa daya tahan seseorang guna menginginkan apa yang dipandang baik.

Sementara Dorothy Rich (Elmubarok:2009) mengungkapkan beberapa nilai dan kebiasaan dalam pendidikan karakter yang dapat dipelajari dan diajarkan oleh orangtua maupun sekolah, yang selanjutnya dinamakan "mega skills" yaitu meliputi: percaya diri (confidence), motivasi (motivation), usaha (effort), tanggungjawab (responsibility), inisiatif (initiative), kemauan kuat (perseverence), kasih sayang (caring), kerjasama (teamwork), berpikir logis (common sense), pemecahan masalah (problem solving), konsentrasi pada tujuan (focus).

Berdasarkan konsep-konsep yang dikemukakan di atas, paling tidak tujuan pendidikan karakter khususnya pada jenjang pendidikan dasar ialah berupaya untuk meningkatkan anak-anak menjadi pribadi yang disiplin, memiliki inisiatif, tanggungjawab, suka menolong dan tumbuh kasih sayang, menghormati sesama dan orang yang lebih dewasa, pandai berterima kasih. Selanjutnya kemampuan-kemampuan tersebut dapat dilatih dan dikembangkan dengan menerapkan strategi pembelajaran seperti bermain peran, simulasi, penanaman keteladanan, penguatan sikap positif dan negatif, simulasi, bermain peran, tindakan sosial, tanya jawab sehingga pada gilirannya diharapkan siswa akan mampu melihat bahwa keputusannya akan mempengaruhi orang lain dan aspek-aspek lainnya.

Berdasarkan tahap perkembangan, pada prinsipnya anak yang memiliki kualitas karakter yang rendah mereka umumnya termasuk anak-anak yang memiliki kecenderungan tingkat perkembangan sosio-emosionalnya yang rendah, sehingga kemungkinan terbesar anak-anak yang termasuk kategori ini beresiko mengalami kesulitan dalam interaksi sosial, ketidakmampuan mengontrol diri sehingga pada gilirnnya akan menyebabkan mereka mengalami kesulitan belajar. Berdasarkan pikiran-pikiran yang telah dikemukakan di atas, semakin menunjukan bahwa penanaman dan pembinaan kepribadian dan karakter di usia sekolah dasar memiliki kedudukan dan peranan yang strategis dan berkontribusi besar terhadap keberhasilan dalam kehidupan selanjutnya.

Dalam proses pembelajaran berdasarkan UUSPN Nomor 20 tahun 2003, paling tidak terdapat empat empat faktor yang mendukung mengapa pendidikan karakter dibutuhkan. Pertama, melalui pemberian wewenang penuh terhadap satuan pendidikan (sekolah) yang didalamnya terdapat unsur guru sebagai pelaku utama pendidikan, diharapkan guru dapat lebih mengembangkan dan memberdayakan diri untuk mengembangkan potensi dan dimensi peserta didik agar mampu hidup bermasyarakat. Kedua, tujuan pendidikan nasional sangat memberi perhatian dan menitikberatkan pada penanaman dan pembinaan aspek keimanan dan ketaqwaan. Hal ini sebagai isyarat bahwa "core value" pengembangan pendidikan karakter bangsa bersumber dari kesadaran beragama (religius), artinya input, proses dan output pendidikan harus berasal dan bermuara pada penguatan nilai-nilai ketuhanan yang dilandasi keyakinan da kesadaran penuh sesuai agama yang diyakininya masing-masing. Ketiga, strategi pengembangan kurikulum pendidikan dasar adalah penekanan pada 4 (empat) pilar pendidikan yang ditetapkan UNESCO, yaitu belajar mengetahui (learning to know), menjadi dirinya sendiri (learning to be), belajar bekerja (learning to do) dan belajar hidup bersama (learning to live together). Pengembangan kurikulum (program belajar) pendidikan dasar harus memfasilitasi peserta didik untuk belajar lebih bebas dan mempunyai pandangan sendiri yang disertai dengan rasa tanggung jawab pribadi yang lebih kuat untuk mencapai tujuan hidup pribadinya atau tujuan bersama sebagai anggota masyarakat. Hal ini yang selanjutnya menjadi hakekat dari pendidikan karakter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun