Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Surau dan Arak Oplosan

15 April 2021   00:32 Diperbarui: 20 April 2021   22:16 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi surau. Sumber: Flickr.com oleh Mohd Hafizal Nordin

Ramadhan yang ditunggu, datang juga. Seperti biasa, Narendra dan keluarga menyiapkan jauh-jauh hari. Sebagai seorang imam surau, ia tahu betul apa yang perlu dipersiapkan menyambut Ramdhan tahun ini. 

Istrinya membantu mengelap pagar surau; bulan lalu dapat waqafan pagar besi dari Ramlan. Ia mengatkan bahwa ini shadaqoh jariah istrinya, sudah empat puluh hari meninggalkan Ramlan dengan tiga putranya yang masih kecil. Kedua anak Narendra menyapu dan mengepel lantai surau. Karena seminggu lagi, umat muslim akan menyambut Ramdhan.

Narendra dipercaya sebagai Imam surau karena ia lama nyantri di pesantren tertua di Pasuruan. Ia terkenal alim dalam kajian-kajian fiqih. Tentu saja, masyarakat dusun coban memilihnya. Kampung kecil di bantaran sungai itu terkenal juga dengan arak oplosannya. Narendra terkenal keras menentang peredaran dan produksi arak oplosan tersebut. Walaupun demikian Narendra tetap berbaur dengan masyarakat.

Beruntung sekali Narendra, ia mendapatkan istri yang cantik dan sholihah, kedua anak mereka juga mengikuti jejak kedua orang tuanya. Oleh sebab itu Sebagian besar masyarakat kampung coban sungkan kepada mereka. 

Di samping itu Narendra juga pengusaha lidi untuk sangkar burung. Sehari-hari ia dan istrinya bekerja produksi lidi. Dari sana ia mampu memondokkan anak pertamanya dan menguliahkan anak keduanya. Semakin hormat masyarakat. 

Dalam kehidupan masyarakat, seorang anak mondok atau kuliah adalah pencapaian terbaik dalam hidupnya. Tak perlu kaya, dengan ilmu yang didapatkan, mampu mendulang rasa simpati dan membuat masyarakat kesemsem.

Keluarga saleh itu adalah keluarga ideal menurut Sebagian masyarakat. Tapi lumrahnya hidup. Pasti ada yang suka dan tidak suka. Begitu juga apa yang dialami Narendra dan keluarga baru-baru ini. Dalam acara penutupan tahlil rutin malam jumat, karena minggu depannya sudah masuk Ramdhan. Narendra mengutarakan uneg-unegnya. 

Sebagai seorang muslim, ia risau dengan arak oplosan produksi rumahan yang ada di ujung hulu sungai. Menurutnya di bulan Ramdhan, kalau bisa, produksinya dihentikan sejenak, menghormati yang sedang beribadah puasa. Hal ini terdengar sampai kepada telinga Kang Darman; pemilik usaha arak oplosan itu.

"Nek gak oleh gawe arak, kongkon nyukupi bendinane keluarga kene, omongne Rendra." Surga Darman, sambil melemparkan punting rokok yang tinggal tegesan.

Kang Darman merasa tidak pernah merugikan Narendra dan keluarganya. Bahkan ia sering membantu keperluan-keperluan sosial yang dibutuhkan di masyarakat sekitar. Jangan tanya uangnya halal atau haram. Yang jelas, ia dijuluki sebagai orang yang blater; ringan tangan. Namun, arak identik dengan amoral, urakan, pemicu kerusuhan, perusak generasi. Hal inilah yang ditentang Narendra. Di samping hukumnya haram menurut agama.

Sebagai seorang yang teguh pada agama, tentu Narendra mewanti-wanti, lebih-lebih kepada anak-anaknya. Jangan sampai mereka terjerembap pada lobang yang sama seperti para remaja di kampung sebelah. Masih ingusan tapi sudah suka minum arak di gardu-gardu atau di gang-gang masuk ladang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun