Mohon tunggu...
Angin Kurima
Angin Kurima Mohon Tunggu... wiraswasta -

....I am a West Papua people and I am take care of human resorts in Grand Valley Dani-High Land of West Papua. "We must always remember that people do not fight for ideals or for the things on other people's minds. People fight for practical things: for peace for living better in peace and for their children's future. Liberty fraternity and equality continue to be empty words for people if they do not mean a real improvement in the conditions of their lives"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

DIALOG PAPUA-JAKARTA, APAKAH BETUL.??

8 Januari 2012   14:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:10 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(By: Angin Kurima)

Dasar pemikiran yang perlu dikembangkan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di tanah Papua adalah “Dialog Bersama”. Antara Pemerintah Jakarta dan Masyarakat Papua. Arah dialog yang harus diketengahkan dalam menyeleseaikan masalah-masalah yang sedang terjadi di Papua secara umum dan Pegunungan Tengah secara khusus.

Jalan penyelesaian yang harus diambil adalah, dengan meluruskan fakta sejarah tentang pelanggaran-pelanggaran HAM, Social Politik yang terjadi di Papua selama beberapa tahun belakangan. Memori kolektif semacam ini, akan menghasilkan beberapa embrio yang lebih radikal. Fakta-fakta social politik yang sudah nyata selama ini adalah masalah pelanggaran HAM dan beberapa peristiwa kemanusiaan (kasus Wasior, Wamena, Abepura dan beberapa KEPRES dan UU yang kontradiksi terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus Papua yang sedeng berjalan), yang belum pernah diangkat/diselesaikan selama ini.

Sering kali, bagi kebanyakan orang fakta sejarah tidak menjadi acuan dialog dalam menyelesaikan berbagai masalah, contoh beberapa kasus di Papua, sehingga kesalahan-kesalahan yang tidak mungkin bisa saja terjadi, dan menjadi boom waktu bagi penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua. Yang menjadi boomerang bagi bangsa Indonesia adalah, kesalahan dialog atau komunikasi dalam menyelesaikan beberapa kasus di Papua.

Dalam menyelesaikan konflik yang berkepanjangan seperti di Papua, pemerintah Indonesia perlu belajar dengan beberapa wilayah/negara yang sukses memvasilitasi kelompok-kelompok tertentu yang bertikai. Aceh, Thailand, Pakistan, Filipina, dll.

Setiap konflik-konflik yang bersifat horizontal, tentu memiliki sejarah dan latar belakangnya tersendiri. Dan proses penyelesaiannya pun memiliki ciri tersendiri pula. Namun perlu diingat bahawa Indonesia pernah menjadi tuan rumah untuk menyelesaikan masalah “Khamer Merah” di Thailand, untuk mengadakan dialog damai antara pemerintah maupun militant. Adanya penyatuan persepsi yang wajar, (menguntungkan kedua bela pihak) “Dialog Bersama”. Memang cukup sulit untuk menyatukan persepsi terhadap satu permasalah yang cukup “mengakar” dalam rana politik, antar negara dan satu kawasan, yang sejarah dan latar belakangnya masih diperbincangkan dimana-mana, demi kepentingan birokrasi dan oligarki hegemoni politik dunia. Dilihat dari berbagai perspektif cukup menggiurkan, baik dari sisi ekonomi, sos-pol, geografis, dll.

Menemukan akar permasalah dan factor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah-masalah horizontal di Papua dalah hal yang dinantikan oleh siapapun di republic ini. Beberapa fakta sejarah menunjukkan bahwa perna dan sering para tokoh politik konvensional sering menghadapi masalah-masalah serupa. Padahal tujuan akhirnya adalah untuk menemukan jalan keluar terhadap masalah-masalah di Papua.

1326032322737637397
1326032322737637397

Ada beberapa akar persoalan yang menyebabkan sampai saat ini, Tanah Papua masih bergejolak dan Berlinang darah dan air mata. Pada awalnya kita ketahui bersama bahwa Rakyat Papua Barat, melalui pemimpin-pemimpin mereka, sejak awal telah menyampaikan berbagai pernyataan politik untuk menolak menjadi bagian dari RI.

Frans Kaisiepo (almarhum), bekas gubernur Irian Barat, pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society).

Johan Ariks (alm.), tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society).

Angganita Menufandu (alm.) dan Stefanus Simopiaref (alm.) dari Gerakan Koreri, Raja Ati Ati (alm.) dari Fakfak, L.R. Jakadewa (alm.) dari DVP-Demokratische Volkspartij, Lodewijk Mandatjan (alm.) dan Obeth Manupapami (alm.) dari PONG-Persatuan Orang Nieuw-Guinea, Barend Mandatjan (alm.), Ferry Awom (alm.) dari Batalyon Papua, Permenas Awom (alm.), Jufuway (alm.), Arnold Ap (alm.), Eliezer Bonay (alm.), Adolf Menase Suwae (alm.), Dr. Thomas Wainggai (alm.), Markus Wonggor Kaisiepo dan lain-lainnya dengan cara masing-masing, pada saat yang berbeda dan kadang-kadang di tempat yang berbeda memprotes adanya penjajahan asing di Papua Barat.

13260325091654938775
13260325091654938775

Maka sudah terbukti dan jelas bahwa masyarakat dan Pemimpin papua sudah sejak lama menolak, masuknya Papua Barat ke dalan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).!! Ini adalah fakta sejarah yang tidak mungkin dibantah dan dipungkiri oleh siapa pun di muka bumi ini.

Bangsa Indonesia sebaiknya memberikan Hak dan Kebebasan kepada masyarakat Papua untuk menentukan nasib dan hidupnya di tanahnya sendiri. Karena perjuangan dan usaha mereka berdasarkan pada 4 hal berikut ini, yaitu: Hak; Budaya; Latarbelakang Sejarah; Realitas sekarang (Adanya pelanggaran HAM dan genosida yang tersistem). Salam Juang! Reference: http://www.freewestpapua.org/ http://westpapuamedia.info/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun