Mohon tunggu...
ALFA DERA
ALFA DERA Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Jayabaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Nilai Keadilan, Kepastian, Kemampaatan dalam Proses Hukum ODGJ

18 November 2021   17:17 Diperbarui: 18 November 2021   17:52 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penegakan Hukum Pidana melalui pendekatan sistem dikenal dengan istilah Sistem Peradilan Pidana, yang secara umum dapat diartikan sebagai proses bekerjanya beberapa lembaga penegak hukum.

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, terbagi atas beberapa subsistem. Sedangkan terkait Kelembagaan, secara tegas yang terpisah, Terminologi lima (5) institusi dikenal sebagai Panca Wangsa Penegak Hukum yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Lembaga Pemasyarakatan dan Advokat.

Dalam proses penegakan hukum melalui Sistem Peradilan Pidana, secara ideal harus dapat memenuhi tiga (3) nilai dasar hukum, yakni Nilai Keadilan, Kepastian Hukum dan Kemampatan.

Namun model pendekatan Sistem Peradilan Pidana saat ini terhadap pelaku ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) masih dirasa belum ideal. Hal itu disebabkan, masih belum tercapainya Nilai Keadilan, Kepastian dan Kemampatan.

Ditambah masih adanya perbedaan penanganan yang timbul akibat pemisahan lembaga, sehingga memunculkan perbedaan pikiran mengenai kapan dapat diterapkannya penghapusan pidana terhadap pelaku dengan pertimbangan kondisi kejiwaan yang cacat dalam pertumbuhan, dan/atau terganggu yang dikarenakan penyakit tersebut.

Kondisi ini tidak boleh dianggap remeh. Merujuk hasil riset pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menyatakan, tiap tahun jumlah ODGJ di Indonesia semakin meningkat.

Data Kemenkes menyebutkan, pada tahun 2018 ada sekitar 450.000 ODGJ yang dikategorikan berat. Ditambah kita ketahui saat ini, bahwa kondisi atas dampak pandemi COVID-19, tentu dapat memicu jumlah ODGJ di Indonesia menjadi bertambah.

Sementara, permasalahan pidana bilamana dilakukan oleh ODGJ akan semakin heboh dan menjadi pemberitaan media apabila korban adalah tokoh yang dihormati.

Perbuatan pidana yang berkaitan dengan "sara" apabila dilakukan oleh penderita ODGJ, hal itu akan berpotensi munculnya perang opini. Di tengah kemajuan teknologi sekarang ini, ada yang menginformasikan menyebutkan, bahwa pelaku "pura pura gila". Akibat perang opini tersebut maka, muncul potensi perbedaan dalam proses penegakan hukum.

Padahal dalam penanganan permasalahan tersebut sebenarnya sudah dapat diselesaikan dengan berpedoman atas Pasal 71 Undang-Undang Kesehatan Jiwa yang memerintahkan untuk kepentingan penegakan hukum, seseorang yang diduga penderita ODGJ yang melakukan tindak pidana, harus mendapatkan pemeriksaan Kesehatan Jiwa. Jadi kata "harus" disini merupakan, sebuah kewajiban dalam penegakan hukum.

Akan tetapi, dengan adanya kondisi pemisahan subsistem yang kental terkait kelembagaan ini, maka muncul pertanyaan, kapan penerapan alasan penghapusan pidana itu dapat dilaksanakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun