Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Radikalisme Jenis Extra Ordinary Crime Seperti Korupsi?

1 Februari 2022   21:34 Diperbarui: 18 Februari 2022   11:19 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meluruskan Salah Paham 

Sebenarnya sejak lama Muhammad Hatta mengkuatirkan tentang pengamalan nilai-nilai pancasila.  Pertikaian politik atas nama demokrasi justru mejadi pemicu kekuatiran itu. Kecenderungan otoritarian dalam budaya politik di Indonesia malah menjadi "penyakit" yang mengganggu masa depan Pancasila itu sendiri. 

Padahal betapa susahnya perjuangan menjadikan Pancasila sebagai sebuah dasar negara. Sebuah ideologi yang frasa-nya diperdebatkan dari forum BPUPKI, Majelis Konstituante hingga berakhir pada 2 Juni 1959, dan pada 5 Juli 1959, dibubarkan Presiden Sukarno dengan dekrit kembali ke UUD 1945. Beragam argumentasi tentang Pancasila menjadi sebuah peristiwa debat sejarah yang menarik.

Pancasila versi Soekarno lebih bercorak sosiologis, dan dalam bentuk aslinya sila kebangsaan Indonesia merupakan sila pertama. Bahkan kemudian kelima sila dapat dikerucutkan menjadi eka sila, yaitu gotong royong. 

Sedangkan bagi Hatta, sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar yang memimpin sila-sila yang lain. Seperti juga pernah disampaikan Mohammad Natsir dalam pidatonya, di forum The Pakistan Institute of World Affairs pada tahun 1952;

"tidak diragukan lagi Pakistan adalah sebuah negeri Islam karena penduduknya dan karena pilihan, sebab ia menyatakan Islam sebagai agama negara. Begitu juga dengan Indonesia adalah sebuah negeri Islam karena fakta bahwa islam diakui sebagai agama rakyat Indonesia, sekalipun dalam konstitusi kami tiak tegas dinyatakan sebagai agama negara. Namun, Indonesia tidak mengeluarkan agama dari sistem kenegaraan. Bahkan ia telah menaruhkan kepercayaan tauhid (monotheistic belief) kepada Tuhan pada tempat teratas dari Pancasila-Lima Prinsip yang dipegang sebagai dasar etik, moral, dan spiritual negara dan bangsa".

 Hatta juga berargumen bahwa Ketuhanan Yang Masa Esa, merupakan prinsip pembimbing bagi cita-cita kenegaraan di Indonesia. Prinsip spiritual dan etik ini memberikan bimbingan kepada semua yang baik bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Dan sila kelima, "Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonsia",  menjadi tujuan akhir dari ideologi Pancasila.

Dengan luasnya perbedaan sudut pandang yang mewakili prinsip kelompok, aliran dan azas partai politik di Indonesia, kehadiran Pancasila saat ini bukan mudah dan sederhana,  dan bisa menjadi pemancing pertikaian vertikal maupun horizontal-antar kelompok beda pandangan atau dengan pemerintah sendiri, apalagi dengan kelompok yang menentang.

Inilah yang terjadi, ketika akumulasinya masalah di "bumbui" dengan ketidakadilan pemerintah terhadap rakyat yang diperlihatkan para elite.

Pancasila dengan nilai-nilainya, sejatinya tidak pernah berseberangan apalagi menentang agama.  , Seperti ditegaskan M. Yamin dan Hatta, filosofi nilai-nilai Pancasila berasal dari kemurnian nilai-nilai agama. Masih ada yang membantah, soal Ke-Tuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Mufakat, Keadilan?.

Justru yang paling mengkuatirkan kita adalah, para elite yang terlalu banyak bicara soal "idealisme", keadilan, kemakmuran, kesejahteraan, Pancasila sebagai pandangan hidup, sebagai pilar bangsa, tapi kelakuan dan pribadinya berbanding 180 derajat dengan Pancasila dan nilai-nilainya. Mulai sekarang hingga 2024 nanti, perhatikan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, siapa yang katanya Pancasilais tapi ternyata hipokrit sejati!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun