Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengapa Keluarga Kaya Bisa Kena Stunting?

31 Januari 2022   20:30 Diperbarui: 2 Februari 2022   12:58 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara, dampaknya bagi negara menurut UNICEF, PDB turun 3%. Masalah gizi buruk ini menjadi lingkaran yang saling berkait seperti kesejahteraan masyarakat, peluang pekerjaan, rendahnya pendidikan, dan daya saing.

Indonesia masih menempati peringkat kelima negara stunting tinggi pada anak karena tiga hal diatas, sehingga program penurunan stunting menargetkan, angka prevalensi pada anak usia di bawah dua tahun, dari 37% pada 2013 menjadi 28% pada 2019. Salah satunya, dengan kampanye 1.000 hari pertama kehidupan, yang dimulai sejak masih janin hingga usia dua tahun.

Sebenarnya perbedaan indikator juga menjadi sebab, mengapa masalah stunting beda fokus penanganannya di 47 negara, termasuk Indonesia. Indikator stunting di Indonesia masih mengacu pada ukuran berat badan berbanding dengan usia.

Sedangkan PBB menggunakan acuan SUN (Scalling Up Nutrition) yang dihitung saat masih janin dalam kandungan ibu. Jadi periode penanganannya menjadi berbeda. Mengapa dengan skala SUN, begitu sel otak terganggu karena kekurangan gizi, maka potensi sumber daya manusia itu akan selamanya mengalami kekurangan.

Menurut PBB, yang patut diwaspadai bukanlah persoalan berat badan, akan tetapi pertumbuhan sel otak yang berpengaruh terhadap kecerdasan anak, serta mempercepat munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes, jantung, stroke, yang bisa dipicu sejak anak dalam kandungan. Sehingga hanya melihat berat badan saja tidak menjadi pengukur yang benar.

Development Intiative (2018) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari 88% negara di dunia yang dihadapkan dengan beban serius setidaknya dua masalah gizi, stunting dan obesitas.

Permasalahan pembangunan sumber daya manusia dapat menimbulkan ancaman baru terhadap sistem kesehatan, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang.

Dalam sebuah artikel pada jurnal medis The Lancet, tim ahli menunjukkan hasil estimasi pemodelan komputer tentang pasokan makanan di 118 negara miskin dan berpenghasilan menengah.

Hasilnya, mereka menemukan bahwa wasting akibat kekurangan gizi tingkat sedang hingga berat untuk anak di bawah usia lima tahun akan meningkat 14,3% atau setara dengan 6,7 juta kasus tambahan.

Wasting terjadi ketika tubuh kekurangan gizi akut sehingga otot dan lemak dalam tubuh mulai berkurang dengan cepat.

Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dalam ICN2 (2014) menegaskan bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) dapat diarahkan kepada tindakan dan akuntabilitas untuk dapat menangani penyebab langsung dan tidak langsung dari segala bentuk masalah gizi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun