Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Maafkan Kami Mbah Sastro...

11 November 2020   23:00 Diperbarui: 11 November 2020   23:31 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, pejuang yang terlupakan. Sumber: phiscaditya.wordpress.com

Aku kemudian mengajaknya berbincang. Bertanya padanya tentang rumah dan keluarganya. Ternyata dia tinggal seorang diri, anak-anaknya sudah tidak diketahuinya. 

Ia bercerita sudah lama, anak-anaknya menitipkannya di panti jompo. Sejak itu dia tak pernah bertemu dengan anak-anaknya yang juga berjuang mencari kehidupannya masing-masing. 

Kakek itu mengaku hanya beberapa bulan saja, dia tinggal di panti jompo. Dia mengaku tidak betah, akhirnya dia melarikan diri dari panti jompo, tempatnya ditampung. Sampai akhirnya dia tinggal sendiri dan berjualan alat rumah tangga seadanya ini. 

Kakek tua itu bernama Mbah Sastro. Dia mengaku tinggal di sebuah gubuk, di pinggiran kota, dekat stasiun kereta api. Gubuk, yang dibangunnya sendiri secara perlahan, memanfaatkan sisa-sisa kayu bangunan yang tidak terpake, teronggok di belakang stasiuan. Jelas, nasib gubuk itu rawan digusur. 

"Ya sudah mbah, semoga anak-anaknya Mbah Sastro menemukanmu ya Mbah" kataku sambil terus memperhatikan Mbah Sastro yang masih memegang terus uang seratusan ribu rupiah baru itu. 

" Simpan dulu uangnya Mbah, nanti lupa atau jatuh" kataku mengingatkan. 

Mbah Sastropun tampak menurut, dibukanya tas usangnya itu untuk menyimpan uangnya. Aku sempat kaget dan penasaran melihat isi tas Mbah Sastro itu. Beberapa lembar kertas yang sudah sangat usang dan benda kecil yang tampak mengkilap saat dibuka tasnya itu. Akupun menanyakan soal itu. 

" Eh Mbah, apa itu di dalam tas kok kayak ada yang mengkilap, wah Mbah Sastro punya emas ya, hehehe" kataku bercanda. 

Mbah Sastropun serta merta mengeluarkan benda kecil mengkilap dari dalam tasnya. Ia tampak antuasis menceritakan benda yang disimpan dalam tasnya itu. 

Katanya, ia menyimpan sebuah lencana veteran. Sebuah benda terbuat dari bahan logam kuningan atau mungkin tembaga, berwarna kuning keemasan, berbentuk bintang di bagian tengahnya dan kiri kanannya berebntuk padi dan kapas. 

"Wah, Mbah Sastro anggota veteran to, pahlawan dong Mbah" kataku setengah berteriak sambil membelalakan mata karena kaget. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun