Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Kita, Siapa Kita

7 Oktober 2020   19:29 Diperbarui: 8 Oktober 2020   15:55 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Soal bahasa, sudah jelas saya bukan ahlinya. Kalau soal ini serahkan saja sama Karaeng Khrisna Pabichara, beliau ahlinya. Dan saya tidak perlu lagi mengulas bagaimana keahliannya soal bahasa. Nanti saya salah. 

Tapi, saya mau katakan, soal bahasa, sebenarnya semua orang mengerti. Mengerti dan paham dalam artian, semua orang sejak lahir berbahasa, memiliki bahasa.  Kita paham, karena bahasa itu suara tentang kita.

Bahkan bahasa yang tak terdengar sekalipun, asal kita bisa membacanya, kita bisa menangkap maksudnya. Bahasa oek-oeknya bayi sekalipun itu juga bahasa, dalam artian ada yang diungkapkannya. 

Kita bisa menangkap maksud oek-oeknya itu. Entah lapar, haus atau ungkapan-ungkapan lain, yang ketika kita melihat dan mendengarnya kita bisa pahami maksudnya. Kenapa? karena ada konteks disitu.

Bahasa teks dan verbalnya, mungkin kita tidak mengerti, tetapi ketika ada konteksnya disitu, kita bisa menangkap maksudnya. Seorang ibu, begitu mendengar oek-oeknya bayi, si Ibu bisa paham, mungkin dia haus, karena konteksnya sudah sejam si bayi belum diberi ASI. 

Juga oek-oeknya ketika dia pup. Kita bisa mengerti, apa maksud oek-oeknya, karena kita tahu si bayi tidak nyaman, karena kotoran pupnya, dan sebagainya. 


Tapi mungkin bahasa kita itu menjelaskan soal siapa kita. Jadi, kalau saya menulis dengan bahasa yang seringkali kacau, mungkin saya memang orangnya juga kacau. Kekacauan berbahasa, adalah cermin kekacauan berpikir. Begitu kira-kira. Kira-kira benar tidak ya ungkapan itu?. 

Ada pula fenomena soal berbahasa yang sering kita jumpai. Ada seorang penulis, yang sangat baik bahasanya secara tekstual. Namun ketika menyampaikan bahasanya secara verbal, terlihat kacau dan tidak terstruktur. 

Sebaliknya, ada pula yang berbahasa verbal atau lisan dengan sangat rapi, namun justru sangat kacau dari segi bahasa tertulisnya. Saya sendiri, tidak tahu saya kategori yang mana. 

Tidak jelas maksudnya. Lagi-lagi disitu mungkin soal pengaruh konteksnya. Yang dimaksud adalah, bahasa verbal itu spontanitas, bersifat langsung. Sedangkan bahasa teks, itu bisa dikonsep dahulu, ada prakondisi. Bagaimana dengan pidato? Pidato adalah bahasa teks yang dibaca dan disuarakan atau dibunyikan. Mungkin seperti itu. 

Bagaimana pidato tanpa teks? Semua pidato selalu terkonsep. Sangat kecil kemungkinan pidato tidak terkonsep. Kalaupun tidak terkonsep secara runut atau benar-benar konsep yang ditulis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun