Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Buruh Londo yang Bengal dan Kanjeng Wedana yang Membingungkan

11 Oktober 2020   17:45 Diperbarui: 11 Oktober 2020   20:36 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen. Sumber: jernih.co

"Wahai tuan Tarman, kami datang untuk mengundang anda baik-baik, kami tidak ingin memaksa anda tuan" tukas utusan yang lain dengan jawaban yang lebih diplomatis. 

Akhirnya pulanglah rombongan itu dan melaporkan kejadian itu kepada Kanjeng Wedana. Mendengar jawaban utusan itu, Kanjeng Wedana tampak berang, sekaligus bimbang. Dia tidak mungkin memaksa buruh bengal itu, sekaligus merasa dirinya dilecehkan oleh hanya seorang buruh.

Namun Kanjeng Wedana berpikir panjang. Tarman, memang hanyalah seorang buruh, tapi dia bisa dibilang pimpinan buruh karet itu. Suaranya lebih didengar. Para buruh juga sangat menghormati Tarman, karena keberaniannya menyuarakan hak-hak buruh, kawan-kawan seperjuangannya. 

Kanjeng Wedana memutar akal. Akal culasnya mulai bekerja. Dibuatlah surat yang ditujukan untuk Tarman seorang. Di dalam surat itu, ia menuliskan kalimat yang sangat rahasia. Hanya Tarmanlah yang akan mengetahui isinya. Surat yang kelak akan mengubah pendirian Tarman, yang dikenal pimpinan buruh yang idealis dan sukar digoyahkan pendiriannya. Seorang yang dikenal sangat memegang prinsip dan tak mudah dibujuk rayu dengan imbalan apapun. 

Tapi bukan Wedana Orambagei namanya, kalau tidak bisa merubah pendirian Tarman. Wedana yang dikenal sangat berakal dan pintar menyiasati banyak hal itu. Wedana yang dikenal licin dan culas, dan akan menggunakan segala cara agar dirinya tetap bertahan. Wedana yang pandai mengambil hati kontrolir dan penguasa diatasnya. 

Keesokan harinya dikirimlah kembali utusan Kanjeng Wedana. Tak ada satupun yang tahu apa isi surat Kanjeng Wedana untuk Tarman itu. Pun demikian dengan para utusan. Mereka hanya membawa secarik kertas yang digulung dan dimasukkan ke dalam bambu. Lalu gulungan bambu disimpan di dalam peti kayu berukuran kecil dan di gembok. Kunci gembokpun tetap dipegang Kanjeng Wedana. 

Tidak ada satupun utusan yang berani membukanya. Sesuai perintah kanjeng Wedana. Hanya Tarmanlah yang berhak membuka peti kayu berisi gulungan kertas surat itu. Tarmanpun hanya bisa membukanya dengan cara merusak peti kayu kecil itu. Sebuah surat yang sangat rahasia isinya. 

****

Tarman tampak tertegun dan manggut-manggut begitu membaca isi surat Wedana. Matanya yang tajam menyiratkan banyak makna. Dan tak seorangpun yang tahu dan bisa menangkap makna yang tersirat di sorot matanya. Dengan mimik wajah yang datar, dan sesekali tetap dengan memlintir-mlintir kumis tebalnya. Tarman tampak serius membaca isi surat Kanjeng Wedana itu. Entah apa yang dipikirkan Tarman, bahkan seisi rumahnyapun tak tahu.

Siang itu, hanya satu kejanggalan yang diperlihatkan Tarman. Dia sering sekali mondar mandir di beranda dan ruang tamu rumahnya. Tampak sekali sedang berpikir keras. Juga tersirat kebimbangan yang tak jelas, kecuali hanya tebak-tebakan sekilas. Dari langkah mondar mandirnya saja. Hanya istri Tarman saja yang tampaknya paham, apa yang dipikirkan Tarman. Itupun juga hanya pikiran yang berbeda saja, sekilat bayangan. 

"Lakukanlah saja Kang Mas, tidak usah gundah, kalau menurutmu itu yang terbaik untukmu dan anak-anakmu, lakukan saja" kata sang istri Tarman yang dikenal sebagai perempuan yang sangat sabar itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun