Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melacak Jejak Kampung Kuno Pulau Tayando, di Ujung Timur Tenggara Nusantara

19 Juli 2020   20:36 Diperbarui: 23 Agustus 2020   22:00 2507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Kuno Ohoitom Tahayad, Sumber: Balai Arkeologi Maluku/Wuri Handoko

Perjalanan ke sebuah pulau kecil dan terpencil di sebalah selatan Pulau Kei Kecil Maluku Tenggara, terasa amat jauh. Saya yakin, jangankan pulau kecil terpencil di selatan Pulau Kei, Maluku Tenggara, Pulau Kei Kecil-nya saja, mungkin banyak orang juga belum kenal. Kalau saya sebut Kota Tual, di Maluku Tenggara, mungkin baru banyak yang paham. 

Nah, perjalanan saya dan tim ke pulau kecil bagian selatan, Kota Tual di Pulau Kei Kecil adalah, perjalanan yang cukup menantang. Pulau itu dikenal dengan nama Pulau Tayando. Jika dilihat di peta Indonesia, dengan skala yang standar, sepertinya pulau itu tidak akan tampak di peta. 

Kalau melihatnya di peta khusus Maluku, Pulau Tayando, tampak sangt kecil di tengah laut, yang menghubungkan antara wilayah perairan di Maluku bagian tenggara, dengan wilayah Nusa Tenggara Timur. 

Bisa dibayangkan bagaimana jauhnya bukan. Jika dari Kota Tual, Pulau Kei, maka letak Pulau Tayando, berada di sebelah barat agak ke selatannya. Namun jika melihatnya secara keseluruhan wilayah Maluku, pulau ini terletak di bagian timur tenggara. 

Maka jika melihat secara keseluruhan dari wilayah Indonesia, maka pulau ini berada di ujung timur Nusantara, meskipun letaknya di bagian barat daratan Pulau Papua. Sebutan ini karena saking jauh dan terpencilnya Pulau Tayando ini. 

Sebelumnya, kita tidak pernah bayangkan, bahwa di pulau kecil dan terpencil itu, ada jejak peradaban masa lampau yang masih misterius. Sebuah kampung kuno, yang berkembang pada abad 17M, saat pengaruh Islam pertama kalinya masuk ke wilayah itu. Namun tidak seberapa lama, pengaruh kolonial awal Portugis dan diikuti Belanda juga masuk ke wilayah itu. 

Pulau terpencil itu, dulu menjadi salah satu rantai perdagangan, yang menghubungkan wilayah Kepulauan Maluku bagian tenggara, dengan wilayah Papua di sebelah timurnya. Juga menghbungkan antara wilayah-wilayah Kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Jawa melalui jalur laut sebelah selatannya.

Pulau itu juga menjadi salah satu pintu masuk perdagangan, dengan wilayah Pulau Banda dan Maluku Tengah, di sebelah baratnya. Juga dengan pusat kekuasaan Islam masa itu, yakni Ternate dan Tidore. 

Di kalangan peneliti dan arkeolog, sepertinya saya dan tim adalah yang pertama kali, berkesempatan mengunjungi kampung kuno dan menelitinya. Tentu menjadi prestise sendiri, karena selama ini tampaknya Kampung Kuno itu menjadi misteri yang tidak banyak diketahui oleh para arkeolog. Kampung kuno itu juga sepi dari publikasi. Selain tentu juga sepi dari kegiatan-kegiatan riset. 

Perjalanan ke Pulau Tayando, dimana Kampung kuno itu berada, menjadi tantangan sendiri. Dari kota Tual menuju Pulau Tayando, hanya ada kapal feri, yang berlayar tak tentu waktu.

Jika beruntung, kita bisa menyebrang kesana dengan kapal perintis, yang tidak punya jadwal tetap. Maka, bisa dibayangkan juga khan, bagaimana sekembalinya dari Pulau Tayando itu. Beruntung wilayah Pulau Tayando, itu sekarang menjadi kecamatan dan ada sekitar lima desa di Pulau itu. 

Sekarang-sekarang ini sepertinya ada jadwal tetap untuk kapal feri. Tapi jangan coba-coba menggunakan speed, apalagi pada bulan selain oktober november, atau februari-maret. Di luar bulan-bulan itu, adrenalin kita lebih terpacu, karena bisa jadi kita terhadang ombak hingga 4M tingginya. Mungkin keputusan terbaik jika kita berbalik arah alias membatalkan perjalanan ke tempat itu. 

Rasa penasaran, membuat kami sangat antusias, ingin segera ke Pulau Tayando, sekitar setahun lalu. Saat yang sesungguhnya kurang aman untuk perjalanan. Tapi cuaca belakangan ini memang tidak menentu, dan pada saat kami kesana, cuaca tergolong aman. Hari masih sangat pagi, laut terlihat teduh, biru dan tenang. 

Kami berangkat menggunakan kapal speed berukuran besar, yang terpaksa kami sewa, dengan biaya sewa, tergolong mahal. Tapi kondisi membuat kami tidak ada alternatif lain. Sebenarnya jika lebih sabar, kami bisa menggunakan kapal fery, namun menunggu beberapa hari lagi. Waktu terus berkejaran, akhirnya kami putuskan dengan kapal speed berukuran besar yang kami sewa dengan cara patungan.

Perjalanan ditempuh, kurang lebih 5-6jam. Sengaja kami berangkat pagi-pagi sekali, selepas fajar menyingsing. Biasanya waktu selepas subuh, cuaca laut lebih bersahabat. Perjalanan yang cukup panjang, di tengah perjalanan sudah menjelang siang. Ombak sudah mulai datang.

Di kejauhan, terlihat riak gelombang pecah memutih. Menandakan ombak mulai berkumpul, untuk menerjang siang. Kami, segera dengan sigap memakai pelampung, yang memang sudah kami bawa dari rumah, sebelum berangkat. 

Perjalanan lima jam tidak terasa, tiba-tiba kami sampai di Pulau Tayando. Hari sudah berangkat petang, saat kami sampai, di tempat istirahat. Selepas makan siang dan mengobrol dengan kepala desa untuk meminta ijin memasuki area kampung kuno besok. Selanjutnya kami menumpang di rumah kepala desa, untuk melepas lelah. 

Besok pagi kami berburu pandangan untuk segera melihat jejak kampung kuno, yang misterius itu. Naluri arkeologi kami, membuat kami penasaran, kapan kampung kuno itu ada dan kapan ditinggalkan penduduknya. Informasi awal, dari staf di kantor Dinas Kebudayaan di Kota Tual, sepertinya informasi yang sekelumit saja dan jauh dari tuntas. Justru semakin membuat kami penasaran. 

Benteng-Benteng Tradisional Kampung Kuno

Benteng tradisional Kampung Kuno Tayando, Sumber: Balai Arkeologi Maluku/Wuri Handoko
Benteng tradisional Kampung Kuno Tayando, Sumber: Balai Arkeologi Maluku/Wuri Handoko
Ternyata lokasi situs kampung kuno, dengan desa tempat kami menginap tidak jauh. Hanya sekitar 15 menit berjalan kaki. Begitu memasuki wilayah situs kampung kuno itu, membuat kami takjub.

Kami tidak pernah menyangka, bahwa di pulau kecil dan terpencil itu, pada masa lampau sudah ada peradaban yang begitu besar. Begitu yang kami pikirkan pertama kali, begitu sampai di lokasi yang ditunjuk masyarakat. Ternyata situs itu cukup terpelihara. 

Setidaknya, di areal dekat jalan desa. Namun begitu memasuki ke bagian tengah situs, tampak ilalang dan rumput-rumput serta tanaman perdu menutupi sebagian areal situs. Kami meminta bantuan, beberapa orang penduduk desa, untuk membersihkannya. 

Ilalang dibabat, rumpu-rumput disabit dan tanaman-tanaman perdu dengan batangnya yang masih kecil, ikut dibabat. Pandangan semakin lapang, dan kami bisa melihat apa, yang ada di situs itu sebenarnya. Walaupun dari pinggir jalan desa yang sudah dibersihkan dan dibeton penduduk, sangat terpampang jelas, namun kami penasaran, seperti apa, bagian dalamnya. 

Benar-benar jejak kampung kuno, yang tidak kami bayangkan sebelumnya ada di pulau terpencil itu. Jelas, jejak kampung kuno itu, menandakan bahwa pada masa lampau, pulau ini sudah cukup ramai, dihuni penduduk dan mereka melakukan transaksi perdagangan dan berjumpa, berinteraksi dengan penduduk dari luar pulau. Penduduk lokal, menyebut situs Kampung Kuno itu, dengan sebutan Ohoitom Tahayad. 

Kami saksiksan, terdapat susunan batu yang mengelilingi area, yang kemungkinan sebagai tempat bermukim. Di bagian sisi luarnya, setidaknya di sisi bagian barat dan selatan. Sunan batu sebagai bentang tradisional, masih terlihat tersusun rapi. Tingginya bahkan mencapi dua kali tinggi manusia rata-rata. Susunan batu yang tampak rapi, meskipun tanpa menggunakan perekat. Benar-benar batu dari lokasi setempat yang disusun membentuk benteng pengaman. 

Bahkan, setelah dengan detail, kami teliti dan berkeliling di bagian tepi susunan batu itu, kami melihat terdapat celah-celah diantara susunan batu itu. Mungkin lubang-lubang celah itu, dibuat penduduk untuk melihat kedatangan musuh dari luar yang memasuki kampung mereka. 

Konon,menurut tradisi tutur setempat, kampung kuno Ohoitom Tahayad pada masa lampau dihuni oleh 4 kampung yang sekarang menyebar berdiri sendiri masing-masing menjadi penduduk desa Yamtel di Pulau Heniar, Yamru, Ohoile dan Langgiar di Pulau Tayando.

Melihat jejak benteng tradisionalnya, susunan batu keliling, kampung kuno itu luasnya mencapai  hampir satu kilometer persegi. Cukup luas untuk ukuran kampung kuno, masa lampau. 

Jejak Masjid dan Makam-makam Kuno

Masjid Kuno Ohoitom Tahayad, Sumber: Balai Arkeologi Maluku/Wuri Handoko
Masjid Kuno Ohoitom Tahayad, Sumber: Balai Arkeologi Maluku/Wuri Handoko
Setelah mengamati susunan batu keliling itu, kami juga mengamati jejak kampung kuno lainnya. Sangat menakjubkan dan diluar dugaan pula, kami melihat adanya jejak masjid kuno, yang tersisa bagian atas dan setengah dindingnya. Tapi tampaknya karena sudah ada penggantian material dan dipelihara oleh penduduk. Masjid kuno itu sudah tidak digunakan lagi, hanya menjadi saksi sejarah yang terus dipertahankan. 

Demikian pula kampung kuno itu, juga tidak dihuni lagi. Konon penduduk di awal abad 19, sudah meninggalkan kampung itu, dan membentuk beberapa kampung baru yang dihuni sekarang, dan tersebar di beberapa pulau kecil lain di sekitarnya.

Di areal masjid kuno, juga tampak sudah biasa dibersihkan dan dipelihara. Terlihat pada bagian depan masjid, sudah diplester semen. Katanya, tempat itu digunakan sewaktu-waktu kalau ada kunjungan tamu atau wisatawan yang berkunjung. 

Selain masjid kuno, di beberapa areal, juga terdapat jejak-jejak makam kuno. Menurut penduduk, jejak makam-makam kuno itu adalah peninggalan dari leluhur pembawa Islam ke wilayah itu.

Menurut penduduk, konon Islam masuk ke pulau itu, sejak abad 13 M. Tentu waktu yang sangat tua, dan sepertinya tidak setua itu. Menurut pandangan arkeologi kami, adanya bukti masjid kuno menurut tipologinya, mungkin kisaran abad 17 M, walaupun pedagang Islam, bisa saja sudah ada jauh sebelum waktu pendirian masjid.

Bukti-bukti Aktivitas Perdagangan Kuno

Jejak perdagangan kuno, gerabah dan keramik. Sumber: Balai Arkeologi Maluku/Wuri Handoko
Jejak perdagangan kuno, gerabah dan keramik. Sumber: Balai Arkeologi Maluku/Wuri Handoko
Semakin penasaran, kami mengamati pula, jejak-jejak kampung kuno yang bisa dilihat di permukaan tanah. Rupanya, kampung kuno itu merupakan kampung yang cukup ramai pada masa lampau. Bukti-bukti adanya temuan perkakas berupa alat-alat rumah tangga terbuat dari tanah liat, seperti pecahan piring, kendi, periku, tempayan, berserak di permukaan tanah. Juga keramik-keramik porselin berbagai jenis. 

Melihat keramik-keramik porselin itu menandakan adanya jejak-jejak aktivitas perdagangan setidaknya sejak abad 16 M, atau bahkan lebih tua lagi dari itu. Keramik-keramik porselin itu diantaranya juga ada yang berasal dari abad 19-20, terutama keramik buatan Belanda.

Beberapa juga ditemukan alat-alat rumah tangga, bahkan yang terbuat dari logam dan kaca, yang menunjukkan peralatan dibuat oleh bangsa Eropa. Artinya, jejak perdagangan sejak awal Islam masuk, hingga masuknya pengaruh kolonial, sudah ramai di kampung kuno itu. 

Tentu menjadi pertanyaan, sejak kapan, kampung kuno itu berdiri? Sepertinya jejak-jejak masa lampau itu, masih perlu terus ditelusuri. Peradaban sebelum ramainya aktivitas perdagangan dari masa pengaruh Islam hingga kolonial, masih misterius. Kemudian, bagaimana peran kampung kuno itu terhadap pulau-pulau lainnya, juga perlu dijawab. 

Yang pasti, kampung kuno itu, dengan jejak-jejaknya yang masih dapat dilihat sampai detik ini, adalah bukti adanya peradaban yang maju dan terus bertahan hingga sekarang. Kampung kuno, meskipun saat ini menyisakan puing-puing di tengah pulau terpencil dan dikelilingi oleh hutan dan lahan-lahan tidur, menjadi saksi dan bukti sejarah peradaban manusia kala itu. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun