Mohon tunggu...
Wulan Nur Diani
Wulan Nur Diani Mohon Tunggu... Siswi Sekolah Menengah Atas

Suka menulis hal-hal acak sedari kecil.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semua Pria itu Sama Saja

10 Februari 2025   11:28 Diperbarui: 10 Februari 2025   11:56 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Maksud kamu? Kamu tuh kenapa sih dari tadi?" tanyaku sembari tak sengaja menaikan nada bicaraku. Rasa jengah ini mulai menggerogotiku perlahan-lahan tapi pasti.

Mata sang puan menoleh lagi kearahku, memancarkan keseriusan dan juga perasaan aneh lain yang bisa ku rasakan dari balik bola mata bulatnya itu. "Aku cuman mau tahu... kamu sama atau beda sama yang lain."

Aku terus menatap mataya lekat-lekat, berusaha mencerna apa yang ia maksudkan se dari tadi. Sementara otak ku terus bekerja, aku justru merasa jantungku berdebar lebih kencang dari biasanya. Tanpa sadar aku mulai bernapas lebih pendek dari biasanya, seolah sesuatu mencekik leherku perlahan.

"Apa... Apa yang..." kata-kata ku terpotong saat tubuhku jatuh lemas di atas lantai yang dingin. Hanya satu hal yang ku ingat; wajah dan senyumannya yang begitu bersinar di gelapnya ruangan itu.

------------

Tubuhku sakit. Kepalaku pusing. Semuanya gelap. Kenapa aku tak bisa menggerakan apapun termasuk ujung jariku? Kemana semua syaraf-syaraf dan darah yang mengalir dalam tubuhku? Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

Samar-samar ku lihat ruangan yang gelap dan suram. Mataku menyipit, berusaha melihat sesuatu; apapun. Netraku mulai bergerak perlahan, menyusuri ruangan aneh ini. Sampai akhirnya mataku melebar saat aku melihat tubuh yang terpaku di dinding ruangan.

Aku ingin berteriak, tapi bahkan aku tak bisa mengeluarkan rintihan perih sedikitpun. Mataku memerah dan membulat, melihat bagaimana tubuh itu menempel begitu saja di dinding. 

Awalnya ku kira dia masih hidup. Tapi begitu angin berhembus kencang meniup tubuh itu, aku merasa jiwa dan tubuhku hampir memisahkan diri. Tubuh orang itu seperti sehelai kain tanpa penyangga selain paku yang menancap di kedua bahu, perut, dan bahu. Itu jelas adalah kulit manusia utuh yang telah terpisah dengan tulang dan mungkin lemaknya; aku tak paham bagaimana itu terjadi.

Mataku perlahan menengok kearah sekitar lagi hanya untuk menyadari bahwa dari awal sekelilingku dipenuhi oleh tubuh tak berjiwa itu. Aku ingin berteriak meminta tolong, meminta ampun, meminta pertobatan kepada Tuhan yang selalu ku acuhkan sebelumnya. Apakah ini yang mereka sebut neraka? Apakah aku sudah di neraka?

Pintu diujung ruangan perlahan terbuka, membuatku hanya bisa menengok siapakah yang berjalan masuk ke dalam neraka ini. Senyuman manis dan mata bulat itu melihat kearahku; dia lah penjaga nerakanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun