Fenomena #KaburAjaDulu sedang ramai diperbincangkan di media sosial, baik itu di Instagram, Tiktok, bahkan di X sekalipun. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Banyak sekali Warga Negara Indonesia, terutama kalangan anak muda yang menyuarakan #KaburAjaDulu. Tagar ini digunakan untuk menyuarakan keinginan banyak Warga Negara Indonesia untuk "lari" ke luar negeri, mencari peluang hidup yang lebih baik, karena ketidakpuasan mereka terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik di dalam negeri.
Ada pula beberapa isi diskusi pada tagar #KaburAjaDulu yang dituliskan oleh Drone Emprit, yaitu kesempatan kerja di luar negeri dengan gaji dan kondisi kerja yang lebih baik, beberapa informasi mengenai lowongan kerja di berbagai negara seperti Jepang, Malaysia, dan Qatar, persiapan dan pertimbangan seperti biaya pindahan dan persyaratan dokumen, perbandingan antara tinggal di Indonesia dan luar negeri, dan juga perdebatan tentang kondisi di Indonesia. Hal itu menarik banyak perhatian Warga Negara Indonesia, selain karena penghasilan yang tinggi, tinggal dan hidup di luar negeri juga memungkinkan kehidupan yang lebih terjamin.
Tetapi bila #KaburAjaDulu ditelaah lebih dalam, tagar ini tidak hanya berisikan respons ketidakpuasaan terhadap kondisi di dalam negeri saja, namun juga berisikan kegelisahan perihal krisis identitas seseorang yang merasa terjebak dalam persona yang dibentuk karena tekanan sosial.
Konsep Persona ini terdapat dalam psikologi analitik Carl Jung. Dijelaskan bahwa persona adalah topeng sosial yang digunakan individu untuk menyesuaikan diri dengan harapn masyarakat. Dalam pandangan Jungian, persona ini seperti pertunjukan yang terus kita mainkan setiap hari, tergantung pada peran yang sedang kita jalani. Persona bukan hanya sekadar topeng yang dipakai sesekali, melainkan representasi diri yang terus-menerus ditunjukkan oleh individu pada interaksi sosial.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Ross, Cosma, dan Knobloch-Westerwick (2025), dijelaskan ketika seseorang merasa dirinya terancam secara emosional, mereka terdorong untuk membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain demi memperbaiki citra diri. Tetapi ketika perbandingan ini terjadi di media sosial, tempat di mana persona digital kita dibentuk dan dipertahankan hasilnya justru bisa memperkuat rasa tidak cukup. Hal ini menunjukkan, begitu besarnya tekanan individu untuk terus memakai "topeng sosial", bahkan disaat kita sendiri sudah mulai lelah untuk menggunakannya.
Keinginan untuk "lari" mungkin sebenarnya adalah keinginan untuk berhenti sejenak, melepaskan peran-peran sosial yang membebani, dan mulai mendekat pada jati diri yang sesungguhnya. Seperti yang Jung yakini, perjalanan menemukan diri sejati dimulai ketika kita berani melihat ke dalam, bukan hanya ke luar.
Daftar Pustaka
Ross Morgan Quinn, Cosma Chris, and Knobloch-Westerwick Silvia. (2025). Technology, Mind, and Behavior. (Mobile) Self Enhancement in Selective Exposure: The Complex Relationship Between Negative Self-Threat and Downward Comparison., Vol. 6, Hal. 1-11
Giles C. David. (2020). Persona Studied. A Typology of Persona as Suggested by Jungian Theory and The Evolving Persona Studies Literature, Vol. 6Â (No. 1), Hal. 15-29