Mohon tunggu...
Wulan Ari Ningsih
Wulan Ari Ningsih Mohon Tunggu... Seniman - Dancer - Listener

A traditional dancer from Indonesia and love mountain-beach-sun

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Orang Jakarta ke Wae Rebo

8 Juni 2021   13:26 Diperbarui: 8 Juni 2021   15:00 2407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya di depan rumah adat Wae Rebo (dokpri)

Wae Rebo, kampung adat yang terletak di timur Indonesia yang memiliki ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut  merupakan salah satu situs warisan budaya dunia yang telah diakui oleh UNESCO. Pada tanggal 29 Mei 2021 saya bersama saudara laki-laki saya merencanakan perjalanan liburan ke Provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Kami menaiki pesawat langsung ke Labuan Bajo dari Jakarta (Soetta), kami berangkat pukul 10.40 WIB dan tiba di Bandar Udara Labuan Bajo pukul 13.20 WITA. 

Waktu itu kami dijemput oleh Driver yang sudah kami pesan sebelumnya, Om Kasmir. Dia adalah kolega dari teman saya yang berasal dari Kupang, Om Kasmir yang akan mengantar kami menuju desa Wae Rebo (Rp. 1,500,000/mobil Pulang-Pergi, kapasitas mobil 5-6 penumpang, kontak om Kasmir bisa menghubungi saya). Perjalanan kami menuju desa Wae Rebo sekitar 4-5 jam dari Bandar Udara Labuan Bajo.

Kami tiba di desa yang berada tepat di bawah desa Wae Rebo pukul 19.00 WITA, kami dianjurkan untuk tidak naik ke atas karena matahari sudah turun dan gelap malam sudah menyelimuti desa ini, juga ditakutkan akan ada ular yang mengganggu kami selama dalam perjalanan menuju desa Wae Rebo. 

Kami memutuskan untuk bermalam di rumah warga (Rumah Bapak Sbas dan Mama Hosi), Bapak Sbas ini juga yang menjadi pemandu kami untuk naik menuju desa Wae Rebo. Untuk bermalam di Rumah Bapak Sbas dan untuk jasa menjadi pemandu, kami mengeluarkan uang Rp. 400,000 (untuk 2 orang).

Dari kiri ke kanan (mama Hosi, An (anak kerdua), Bapak Sbas, Nessa (anak ketiga), Saya, Abang Saya, Gio, Om Kasmir) Dokpri
Dari kiri ke kanan (mama Hosi, An (anak kerdua), Bapak Sbas, Nessa (anak ketiga), Saya, Abang Saya, Gio, Om Kasmir) Dokpri

Perjalanan ke desa Wae rebo dimulai pukul 05.10 WITA, kami naik ojek untuk menuju pos 1 kurang lebih sekitar 20 menit dengan jarak tempuh 4 kilo meter (Rp. 50.000). 

Sesampainya di Pos 1, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2 dengan berjalan kaki sekitar 1 jam dengan jarak 2 kilo meter, trek yang dilalui cukup berat karena selalu menanjak dan kebetulan habis hujan yang menjadikan jalanan licin dan basah (Disarankan untuk memakai sepatu/sandal gunung). Sesampai di Pos 2 pukul 06.30 WITA, disuguhkan dengan pemandangan sunrise yang indah saat berada di Pos 2.

Mahari terbit - Pemandangan dari Pos 2. Dokpri
Mahari terbit - Pemandangan dari Pos 2. Dokpri

Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan sejauh 3 kilo meter dengan trek yang tidak terlalu terjal. Kami tiba pukul 07.10 WITA, sebelum kami tiba  pemandu kami membunyikan kentongan sebagai tanda bahwa ada tamu yang akan datang. 

Setelah itu, kami menuju Rumah Utama untuk mengikuti rangkaian upacara penyambutan. Kami disambut oleh Bapak Benjamin dan di alih bahasakan oleh abang Lian penduduk asli Wae Rebo. 

Kami disuguhkan dengan kopi asli Wae Rebo, sangat nikmat sambil memandangi rumah-rumah adat yang tersusun secara setengah melingkar menghadap pemakaman di atas bukit.

Kampung Adat Wae Rebo (Diambil dari kamera telepon genggam) Dokpri
Kampung Adat Wae Rebo (Diambil dari kamera telepon genggam) Dokpri

Jika kalian hendak bermalam di desa Wae Rebo, kalian harus membayar uang penginapan sebesar Rp. 325,000/orang/malam (sudah dapat makan)

Sekilas sejarah  tentang Wae Rebo

Kampung adat Wae Rebo sudah ada sejak 1.200 tahun silam. Waktu kami berkunjung, penduduk Wae Rebo  di sana merupakan generasi ke 20, 1 generasi sama dengan 60 tahun.  

Rumah adat ini berbentuk kerucut yang dikenal sebagai Rumah Adat Mbaru Niang. rumah adat di Ddsa Wae Rebo hanya berjumlah 7 rumah dengan 1 rumah utama sebagai rumah penyambutan untuk para tamu yang berwisata ke Wae Rebo. 

Terdapat 8 Kepala Keluarga di rumah utama, dan 6 Kepala Keluarga di 6 rumah lainnya. Tahun baru di desa Wae Rebo diadakan setiap tahun sekitar tanggal 15-17 November, biasanya terdapat tarian adat, musik, dan berbagai acara menarik lainnya. 

Seperti yang saya tulis sebelumnya, sebelum kami memasuki desa kami diwajibkan untuk memukul kentongan sebagai pertanda ada tamu yang datang. 

Setelah itu, kami tidak boleh mengambil gambar/video sebelum kami melakukan ritual di rumah utama. Di rumah utama, kami disambut oleh Bapak Benjamin dan Abang Lian sebagai penerjemah. 

Dalam ritual, kami juga dibacakan doa agar kami selamat dan aman selama berada di Kampung Adat Wae Rebo. Selesai ritual di rumah utama, kami resmi menjadi masyarakat Wae Rebo selama kami ada di sana.

Barang wajib yang harus dibawa ke Wae Rebo:

1. Sepatu/sandal gunung

2. Powerbank

3. Jaket

4. Baju cantik untuk foto

5. Kamera, bagi yang mau berfoto

6. Makanan/buku-buku bacaan untuk anak-anak di Wae Rebo

7. Senter/Head lamp

8. Uang tunai (untuk membeli barang dagangan yang dijual Wae rebo)

9. Jas Hujan (sedia jas hujan sebelum hujan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun