Mohon tunggu...
Oky Ade
Oky Ade Mohon Tunggu... -

Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

71 Tahun PBB, Masih "Perkasa" Atau Telah "Renta"?

5 November 2016   12:41 Diperbarui: 5 November 2016   12:48 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hingga saat ini tidak tampak solusi yang jelas dan permanen dari PBB, bahkan lembaga ini cenderung berpihak pada pihak Blok Amerika Serikat bersama sekutunya dan terus-menerus menekan Korea Utara dengan berbagai sanksi. Meskipun beberapa kali diadakan pembicaraan perdamaian, semuanya selalu berakhir dengan jalan buntu karena PBB tidak mampu menjaga citra lembaganya yang netral sehingga Korea Utara enggan berunding jika difasilitasi PBB, karena mereka menganggap PBB dikendalikan Amerika Serikat yang notabene merupakan musuh Korea Utara. 

Adapun kasus Israel-Palestina, lagi-lagi PBB tidak menunjukkan bentuk jelas intervensinya dalam menciptakan perdamaian berupa solusi yang benar-benar permanen dan dipatuhi kedua belah pihak. 

Dewan Keamanan PBB sebenarnya telah mengeluarkan beberapa Resolusi terkait masalah ini, anehnya, PBB tidak bisa menekan, baik Israel maupun Palestina untuk mematuhi resolusi tersebut, PBB malah terkesan membiarkan kedua negara ini terus berkonflik, jadilah beberapa kali peperangan, pengusiran warga Palestina dari tanah mereka hingga adanya peristiwa Intifada’ yang mencerminkan rasa putus asa penduduk Palestina atas tekanan Israel.

PBB juga tampak tidak berdaya saat terjadi invasi ke Afghanistan oleh Uni Soviet, hingga kemudian setelah Uni Soviet runtuh dan Afghanistan dikuasai Taliban, ganti Amerika Serikat melakukan invasi yang mampu menggulingkan Taliban dari kekuasaan. Selain itu, invasi Amerika Serikat dan sekutunya atas Irak, Libya dan terbaru di Suriah tampak tidak mendapat sentuhan intervensi yang jelas dari PBB. Lembaga ini justru mengekor Amerika Serikat, padahal sebagai lembaga internasional yang menjaga perdamaian, PBB seharusnya netral dan menempatkan posisinya diantara pihak yang berkonflik, bukan memihak salah satunya. 

Pembiaran konflik ini menciptakan gelombang pengungsi terbesar sejak perang dunia II. Ketidakjelasan posisi PBB ini, pada beberapa kondisi menempatkan PBB masuk terlalu dalam pada urusan dalam negeri yang memicu kritik keras, Pemimpin negara seperti Hugo Chavez, Mahmoud Ahmadinnejad, hingga yang terbaru, Presiden Filipina Rodrigo Duterte tampak jengah dengan hal tersebut dan memberikan kritik keras pada PBB. 

Presiden Duterte bahkan mengancam akan keluar dari PBB dan membuat lembaga tandingan. Sebenarnya jauh sebelum itu, Presiden Soekarno, bisa dikatakan menjadi pelopor yang memberikan kritik keras atas ketidaktegasan PBB sebagai lembaga internasional, menyusul sikap PBB atas konflik Indonesia-Malaysia pada waktu itu. Indonesia bahkan menjadi satu-satunya negara yang pernah keluar dari PBB.

Masih Perkasa atau telah Renta?

Berbagai pemaparan diatas menjelaskan berbagai capaian besar yang dicapai PBB sebagai penjaga perdamaian, serta masalah besar, yang beberapa diantaranya disebabkan ketidakjelasan bahkan pembiaran PBB atas masalah yang oleh beberapa pihak seharusnya bisa dihindari jika PBB menunjukkan ketegasan dan posisi yang netral dalam menciptakan solusi bersama yang kuat dan permanen. Pertanyaan berikutnya, masihkah PBB mampu bertahan sebagai penjaga perdamaian yang “Perkasa”, atau telah menjadi “renta” karena ditarik-tarik oleh lingkaran kekuasaan negara-negara besar?

Sebagai lembaga yang telah berusia lebih dari tujuh dasawarsa, tidak banyak perubahan pada struktur PBB, selain dibubarkannya lembaga perwalian, itupun dikarenakan semua negara perwalian telah merdeka penuh, selain itu, semuanya nyaris sama saat lembaga didirikan. Hal ini menjadi salah satu sumber masalah yang dialami PBB, karena struktur lembaga seperti saat ini menguntungkan negara-negara besar pemenang Perang Dunia II yang tercermin pada anggota tetap Dewan Keamanan PBB beserta hak veto yang mereka miliki, menjadikan negara-negara tersebut seakan-akan menjadi satu-satunya yang menjadi pemandu arah PBB. 

Jika negara-negara tersebut bersepakat tidak masalah, namun jika kesepakatan negara tersebut tidak memposisikan PBB sebagai lembaga netral, PBB menjadi alat intervensi atas negara-negara yang mereka inginkan. Lebih parah lagi jika tidak ada kesepakatan diantara mereka, PBB hanya menjadi “macan ompong”, seperti yang terjadi pada konflik Suriah, konflik Israel-Palestina dan semenanjung Korea, dimana seakan-akan PBB hanya dianggap angin lalu tanpa wibawa dan kekuatan dalam mengintervensi. 

Hal tersebut harus segera diatasi dengan penyeimbangan kekuasaan antara negara-negara anggota PBB lainnya melalui proses reformasi yang tepat, menjadikan PBB lembaga yang disegani dan dipatuhi semua negara, Perkasa dalam menentukan posisi dan kebijakan, tidak justru semakin renta karena hanya menjadi alat dan mainan negara-negara besar dalam mencapai keinginan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun