Mohon tunggu...
Wizki Mulyana Hadiansyah
Wizki Mulyana Hadiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa semester 5

Penulis memiliki kepribadian ESTJ dan selalu termotivasi untuk mencoba hal baru. Penulis juga memiliki ketertarikan besar dalam dunia politik dan pendidikan, serta meyakini moto hidup: "hidup seperti larry" hidup dengan totalitas dan menantang

Selanjutnya

Tutup

Love

Perjalanan menuju pelabuhan cinta

16 September 2025   08:41 Diperbarui: 16 September 2025   09:08 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Semua hal bergerak atas dasar cinta. Cinta tidak memiliki alasan untuk hadir dalam hati setiap manusia. Cinta yang suci akan senantiasa menggetarkan dan memberikan warna. Saya menganggap bahwa ini adalah karunia Tuhan yang hadir sebagai kemuliaan bagi hamba-Nya. Cinta yang tumbuh bagaikan mentari pagi yang indah.

Ketika di pondok pesantren, saya diajarkan bahwa cinta itu ibarat Kalam yang Mufid---perkataan yang harus bermakna. Cinta perlu diungkapkan. Akan menjadi bencana jika matahari pagi dipaksa untuk kembali terbenam. Menjadi beban pikiran ketika rasa ini terus dibungkam. Saya terlarut-larut dalam pikiran, apakah ini benar-benar cinta? Saya berkelana menuju Osho dan Jalaluddin Rumi untuk orang bodoh seperti saya agar mengerti apa itu cinta.

Perkelanaan panjang mengejar domain kosong dalam diri saya, dan hari ini, Selasa, 27 Mei 2025 pukul 07.35, saya menemukan esensi cinta itu. Entah ini adalah kebenaran akhir atau tidak, menurut Osho, cinta adalah sebuah hierarki dan memiliki arti berbeda bagi orang-orang di tingkat yang berbeda.

Bentuk cinta yang paling rendah adalah politik kekuasaan, jenis cinta yang umum dan didasarkan pada dominasi dan kepemilikan. Ini bukan cinta sejati, melainkan keinginan untuk saling mengeksploitasi. Pada tingkat tertinggi, cinta menjadi "keadaan keberadaan dan kesadaran." Tidak ada dominasi dan tawar-menawar; cinta hanya dibagikan atas nama keindahan dan kegembiraan.

Saya beranggapan cinta tidak memiliki alasan untuk hadir karena ia hadir atas dasar karunia dan kasih sayang Tuhan. Jika cinta hadir karena fisik, itu bukan cinta, melainkan nafsu. Jika Anda menyukai seseorang karena kepintaran atau perilakunya, itu juga bukan cinta, melainkan kagum. Saya pernah memaksakan cinta untuk terbit, namun ternyata itu hanya ilusi. Hal itu pernah saya coba, tapi pada akhirnya nihil dan memang betul, itu bukan cinta.

Cinta pertama saya saat kelas 11 bertahan hampir 11 bulan. Di sana saya merasakan apa yang dinamakan cinta, namun ada yang salah. Saya menjadi kondependen, melupakan jati diri dan mengorbankan diri hanya untuk kebahagiaan pasangan. Menurut Osho, itu adalah cinta yang tidak ideal. Cinta yang ideal itu interdependen, di mana pasangan yang didasarkan pada cinta harus memiliki ruang-ruang pribadi, namun tetap berkomitmen untuk pasangannya.

Apakah Saya Egois?

Keraguan menghampiri untuk mulut ini berucap. Apakah ini keegoisan jika saya mengungkapkannya? Saya melihat bagaimana hubungan dalam organisasi sering kali terpengaruh. PMII adalah cinta terbesar saya setelah orang tua, PMII adalah rumah saya. Lantas, apakah hadirnya cinta ini akan mengubah rumah aman ini?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun