Mohon tunggu...
Wiwin Widyati
Wiwin Widyati Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga

Membaca itu seperti menyelam samudera

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa : Saatnya memahami kembali Esensi Pendidikan, Pembelajaran dan Sekolah

19 September 2025   13:29 Diperbarui: 19 September 2025   13:29 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan sering disebut sebagai pilar utama pembangunan bangsa. Namun, di tengah gemerlapnya angka anggaran pendidikan yang mencapai triliunan rupiah, kita dihadapkan pada kenyataan pahit, yaitu dapat kita lihat fenomena kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia masih berada di level mengkhawatirkan. Lulusan sekolah, bahkan dari SMK, kesulitan terserap di dunia kerja. Semua ini mengisyaratkan satu hal ada yang tidak siesuai antara ekspektasi visi pendidikan dengan realitas yang ada di lapangan.

Tiga Pilar yang Sering Tercampur

Untuk memperbaiki sistem, kita perlu memahami kembali tiga konsep yang seringkali tumpang tindih: pendidikan, pembelajaran, dan sekolah.

Pendidikan adalah tujuan utamanya. Ini adalah proses seumur hidup untuk mengembangkan seluruh potensi manusia, dari akhlak, karakter, hingga kecerdasan. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan ditegaskan oleh tokoh-tokoh seperti Ki Hajar Dewantara, pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, melainkan upaya memanusiakan manusia.

Pembelajaran adalah prosesnya. Ini adalah aktivitas interaktif di mana siswa secara aktif membangun pengetahuan, bukan sekadar menerima informasi pasif. Para ahli seperti John Dewey dan Jerome Bruner menekankan bahwa pembelajaran sejati terjadi saat siswa menemukan dan mengolah informasi mereka sendiri. Sekolah adalah wadah formalnya. Sekolah adalah institusi yang menyediakan lingkungan terstruktur, guru, dan kurikulum untuk menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran secara sistematis. Perannya vital, tetapi tak lebih dari sebuah sarana. Jika salah satu pilar ini rapuh, seluruh sistem akan goyah.

Tiga Masalah Mendesak yang Harus Dihadapi

Fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa sistem kita menghadapi tantangan serius:

Hasil PISA yang rendah mencerminkan kegagalan dalam melatih berpikir kritis. Banyak lulusan, terutama SMK, tidak siap kerja karena kurikulum tidak sejalan dengan kebutuhan industri.

Guru adalah ujung tombak, namun banyak guru honorer yang terbebani masalah ekonomi. Hal ini berdampak pada motivasi dan profesionalisme. Ada pula kesenjangan kualitas guru antara daerah perkotaan dan terpencil, yang semakin memperlebar jurang kualitas pendidikan.

Infrastruktur pendidikan yang tidak merata, terutama di daerah 3T, membuat jutaan anak sulit mendapatkan akses. Ditambah lagi, isu kekerasan dan perundungan menjadikan sekolah bukan lagi tempat yang aman bagi siswa.

Saatnya Bergerak Bukan Hanya Membangun, tapi Membentuk karakter mulia

Masalah-masalah ini tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan tunggal. Kita butuh gerakan bersama-sama untuk bangkit dan fokus pada nilai dn tujuan pendidikan nasional yang luhur demi generasi emas yang kita harapkan dan impikan dimasa depan, bukan generasi cemas terhadap perkembangan dan kemajuan dunia yang semakin cepat bak kecepatan cahaya yang tidak bisa kita lihat.

Pertama, Perbaikan dari segi Pembelajaran dan Kurikulum. Sekolah harus menggeser fokus dari hafalan menuju pemecahan masalah. Implementasi Kurikulum Merdeka dengan pendekatan deep learning harus didukung sepenuhnya dengan pelatihan yang relevan, sehingga guru mampu menjadi fasilitator, bukan sekadar penceramah. Penilaian siswa juga harus diubah dari sekadar ujian menjadi portofolio dan asesmen berbasis proyek yang mengukur keterampilan nyata. Sehingga bukan hanya implementasi tapi internalisasi pembelajaran dan kurikulum yang kita semua harapkan.

Kedua, Perkuat Peran Guru. Pemerintah harus memprioritaskan peningkatan kesejahteraan guru, terutama guru honorer, melalui skema gaji yang lebih layak dan proses sertifikasi yang lebih cepat. Untuk mengatasi kesenjangan kualitas, diperlukan platform pelatihan daring yang mudah diakses oleh semua guru, di mana pun mereka berada. Pemangku kepentingan harus bisa melihat mana yang benar-benar berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan mengaji orang-orang yang hanya duduk tanpa peran dengan gaji segunung.

Ketiga, Wujudkan Sekolah sebagai Komunitas. Sekolah bukan hanya milik siswa dan guru. Ia harus menjadi pusat kolaborasi dengan orang tua, masyarakat, dan industri. Melalui kolaborasi, sekolah dapat memastikan kesesuain kurikulum, mendapatkan dukungan, dan menciptakan lingkungan yang aman bagi siswa, aman dari perundungan, aman dari pelecehan dan sekolah benar benar dijadikan sebagai tempat yang aman, nyaman bagi siswa bukan tempat yang hanya untuk menghafal materi-materi dan ajang gengsi. Tetapi sekolah adalah pusat peradaban bangsa dengan berbagai wawasan, pengalaman dan ilmu pengetahuan yang siswa dapatkan.

Pendidikan adalah investasi terbesar sebuah bangsa. Membangun sekolah megah tidaklah cukup. Yang lebih penting adalah memastikan bahwa di dalamnya, proses pembelajaran berjalan efektif dan mengarah pada tujuan mulia pendidikan yaitu mencetak generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan zaman yaitu Gernerasi Emas bukan Generasi Cemas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun