Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemilu, Jangan Menyusahkan Rakyat

27 Juli 2022   18:06 Diperbarui: 3 Agustus 2022   07:24 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi surat suara pemilu. (Foto: ANTARA/ADENG BUSTOMI via kompas.com)

Jumlah kontestan pemilu (Pemilihan Umum) pada era Orde Baru yang dimulai pada Pemilu 1977 sampai dengan Pemilu 1997, hanya ada tiga. 

Terdiri dari dua parpol (partai politik), yakni PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia), serta satu Golongan Karya (Golkar).

Namun pasca reformasi tahun 1998 lalu, pemilu kembali diikuti oleh multi partai politik seperti pada era Orde Lama (mencapai puluhan parpol). Pada pemilu pertama pasca Reformasi, yakni pada Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 parpol.

Pada pemilu berikutnya yakni pada Pemilu 2004 kontestan pemilu menciut lagi. Kali ini kontestan pemilu hanya setengah dari kontestan Pemilu 1999, yakni 24 parpol.  

Di Pemilu 2009, kontestan pemilu membengkak lagi. Kontestan Pemilu 2009 hampir sama dengan kontestan Pemilu 1999, hanya kurang empat. Artinya kontestan Pemilu 2009 berjumlah 44 parpol (38 parpol nasional, 6 parpol lokal Aceh).

Selanjutnya di Pemilu 2014, kontestan pemilu menciut drastis dari pemilu sebelumnya. Di Pemilu 2014 kontestan pemilu hanya terdiri dari 12 parpol nasional dan 3 parpol lokal (Aceh), sehingga berjumlah 15 parpol.

Kemudian di Pemilu 2019, jumlah kontestan pemilu tidak mengalami penurunan atau kenaikan dari pemilu sebelumnya, yakni hanya 12 parpol nasional. Akan tetapi parpol lokal (Aceh) menjadi 4, sehingga jumlah kontestan Pemilu 2019 sebanyak 16 parpol.

Di era Orde Baru rakyat sebagai pemilih tidak terlalu dipusingkan atau bingung memilih parpol, karena hanya ada tiga pilihan saja. Apalagi rakyat pemilih juga tidak harus memilih anggota legislatif. Penentuan anggota legislatif di serahkan kepada masing-masing parpol.

Akan tetapi sejak pemilu pertama pasca reformasi, rakyat pemilih harus memilih parpol yang jumlahnya cukup banyak. Apalagi sejak Pemilu 2004, rakyat pemilih juga harus memilih calon anggota legislatif yang jumlahnya ratusan orang. Semakin pusing lah rakyat pemilih.

Tidak hanya rakyat pemilih yang susah, petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) juga demikian. Dengan honor yang tak seberapa para petugas KPPS harus bekerja ekstra keras. 

Ilustrasi para petugas KPPS masih harus bekerja sampai larut malam (Sumber: tribunnews.com)
Ilustrasi para petugas KPPS masih harus bekerja sampai larut malam (Sumber: tribunnews.com)

Bahkan mereka bekerja di hari-H dari pagi hari sampai pagi hari lagi secara marathon tiada henti.

Hal yang cukup menyusahkan dan menguras tenaga para petugas KPPS bukanlah pemungutan suara. Hal yang cukup berat bagi mereka adalah penghitungan suara dan penyelesaian administrasi yang banyak dan cukup rumit (bagi orang kebanyakan pada umumnya).

Tak mengherankan jika banyak petugas KPPS mengalami kelelahan. Bahkan di Pemilu 2019 lalu, jumlah petugas KPPS yang dinyatakan meninggal luar biasa banyak sampai mencapai ratusan orang.

Ilustrasi petugas KPPS yang meninggal (Sumber: kompas.com)
Ilustrasi petugas KPPS yang meninggal (Sumber: kompas.com)

Menurut Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) saat itu, Arief Budiman, jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia ada sebanyak 894 orang. Sedangkan jumlah petugas KPPS yang mengalami sakit ada 5.175 orang. Jumlah yang tidak sedikit.

Berkaca dari hal tersebut, nampaknya aturan pemilu perlu diubah. Jumlah parpol perlu disederhanakan dan pemilihan anggota legislatif diserahkan kembali kepada parpol masing-masing.

Apakah dengan banyaknya parpol pada waktu pemilu akan membuat kualitas demokrasi menjadi lebih baik? Belum tentu juga. Bisa jadi pilihan rakyat malah bias. Rakyat pemilih bingung harus pilih parpol yang mana, akhirnya mereka memilih sekenanya.

Rakyat pemilih yang memilih parpol berdasarkan pemahaman mereka tentang AD/ART atau platform parpol yang bersangkutan, mungkin jumlahnya tidak banyak. Tidak sedikit rakyat pemilih memilih parpol hanya berdasarkan mood saja.

Artinya apa? Banyaknya parpol peserta pemilu tidak akan jadi jaminan rakyat pemilih memilih dengan tepat. Justru dengan banyaknya parpol peserta pemilu, rakyat pemilih terutama mereka yang sudah pada sepuh akan mengalami kesulitan menentukan pilihannya.

Ilustrasi waktu pemungutan suara (Sumber: tribunnews.com)
Ilustrasi waktu pemungutan suara (Sumber: tribunnews.com)

Kemudian masalah pemilihan anggota legislatif. Ini juga menjadi biang kesusahan rakyat pemilih dan petugas KPPS dalam pemilu. Apakah calon anggota legislatif benar-benar mewakili rakyat pemilih? Tidak juga.

Banyak rakyat pemilih tidak tahu dan tidak kenal calon anggota legislatif  yang akan mereka pilih. Tidak sedikit calon anggota legislatif yang ditempatkan oleh parpol di suatu dapil (daerah pemilihan) bukan "putra daerah".

Artinya apa? Calon anggota legislatif yang ditempatkan di suatu dapil itu tak akan memiliki sense of belonging sepenuhnya terhadap dapil itu, terutama terhadap rakyat pemilihnya. 

Pemilu selesai, maka selaesai pula hubungan si calon anggota legislatif dengan pemilih di dapil itu.

Dengan begitu, daripada rakyat pemilih susah dan pusing memilih calon anggota legislatif pada saat pemilu, sudah saja penentuan calon anggota legislatif diserahkan kembali kepada parpol. Berarti rakyat kembali hanya memilih parpol dalam pemilu.

Pemilu adalah pesta demokrasi, pesta rakyat. Dalam sebuah pesta harus ada keriangan dan kegembiraan. Kalau dalam pesta, orang yang berpesta malah susah, berarti dalam pesta itu ada masalah.

Jadi, buatlah pemilu yang bikin happy bagi semua. Jangan hanya elit politik yang happy, sementara rakyat pemilihnya susah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun