Mohon tunggu...
Wiwik TriErnawati
Wiwik TriErnawati Mohon Tunggu... Pemerhati masalah sosial

Penggerak Literasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Apa Bisa Aku Menolak Takdir

7 Oktober 2025   10:24 Diperbarui: 7 Oktober 2025   17:36 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa bisa aku menolak takdir,
Saat angin berbisik di balik sunyi,
Mengarahkan langkah pada jejak sunyi,
Menyulam cerita dalam jalinan hari?
Takdir hadir tanpa suara, tak pernah bertanya,
Menyematkan kisah di setiap hela nafas dan masa,
Seolah sudah terukir dalam skenario yang tak terlihat,
Mengikat aku dalam rantaian harap dan dilara.

Takdir bukanlah nisan yang pasti,
Namun jalan berliku penuh misteri,
Di mana tiap pilihan dan darah degup hati,
Bergelut dalam bisu, mencari arti.
Kadang aku berontak dengan asa yang membara,
Menggenggam mimpi yang enggan sirna,
Menerobos batasan yang seolah mengurung,
Berharap ada cahaya yang mampu menerangi ruang.

Kala malam menyapaku dengan kelam,
Aku bertanya, bolehkah aku memilih diam?
Atau harus ku ikuti arus yang dalam,
Menuju takdir yang telah diam-diam menjemput dalam?
Mata ku melihat bintang, menanti jawaban,
Apakah hidup ini hanya tentang penyerahan,
Atau sebuah petualangan yang penuh pilihan,
Meski kadang hati terluka oleh perpisahan?

Apa bisa aku menolak takdir,
Jika semua rasa dan asa berpangku pada diam,
Namun ku tahu, dalam ketidakpastian yang menuju suci,
Hidup ini adalah seni menerima dan melangkah sepi.
Mungkin bukan tentang menentang atau melawan jalan,
Namun tentang belajar berdansa dengan perubahan,
Menerima arus, namun tetap memegang harapan,
Melukis indahnya hidup walau dalam takdir yang tertuliskan.

Apa bisa aku menolak takdir,
Jika semua rasa dan asa berpangku pada diam,
Namun ku tahu, dalam ketidakpastian yang menuju suci,
Hidup ini adalah seni menerima dan melangkah sepi.
Mungkin bukan tentang menentang atau melawan jalan,
Namun tentang belajar berdansa dengan perubahan,
Menerima arus, namun tetap memegang harapan,
Melukis indahnya hidup walau dalam takdir yang tertuliskan.

Apa bisa aku menolak takdir yang terpahat dalam malam?
Seperti bayang yang mengekor tanpa jeda, tanpa tanya,
Mereka bilang takdir adalah garis yang tak terubah,
Namun hatiku bertanya, apakah garis itu benar-benar kaku?                                                                                                                                                 Takdir bukan rantai keras, tapi arus yang mengalun,
Menyusuri bebatuan pilihan dan laut kesunyian,
Kadang ingin ku undur langkah, menepis angin,
Mencari celah untuk bernapas bebas, jauh dari arah yang ditetapkan.

Apa bisa aku  menolak takdir? Mungkin, tapi dengan cinta,
Menerima bahwa setiap penolakan adalah cermin hati,
Yang menuntun aku menemukan keluwesan untuk memilih,
Menjadi saksi sekaligus pelukis dari garis takdir yang baru.                                                                                                                                                    Dalam sepi, aku bertemu keraguan dan harapan,
Mereka bersanding dalam tarian yang tak pernah selesai,
Takdir dan kehendak berkelindan tanpa lelah,
Menjadi simfoni hidup yang kukuh dan penuh warna.

Kini kutahu, takdir bukanlah penjara,
Ia adalah ladang untuk bertanam cinta dan doa,
Setiap luka dan tawa menjadi guru yang bijaksana,
Mengajarkan aku arti sabar dan makna asa.
Jika pun aku bisa menolak, akankah itu bijak?
Karena dalam penyerahan, ada kekuatan hidup yang hakiki,
Melepaskan bukan lemah, tapi bentuk cinta yang mendalam,
Mengalir bersama waktu, menyatu dengan jiwa yang lapang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun