Mohon tunggu...
Wita Utari
Wita Utari Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang belajar menulis.

Action speak louder than words.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Toxic Positivity: Berpikir Positif Tidak Sesederhana Itu

22 Maret 2021   07:21 Diperbarui: 22 Maret 2021   14:42 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Berfikir Positif Tidak Sesederhana Itu

"Be positive" memang tidak selamanya berdampak positif. "be positive" juga bisa berdampak negatif. "Positive Vibes Only" lahir karena masyarakat kita yang percaya bahwa berfikir postif itu baik, dan berfikir negatif itu buruk. Meskipun terkadang penting untuk tetap positif, namun dibanjiri dengan pesan-pesan optimis dan motivasi terus menerus untuk tetap bahagia sepanjang waktu sebenarnya menciptakan perasaan akan terisolasi. Kita tidak akan pernah meluapkan emosi negatif yang kita punya. Fenomena toxic positivity ini mengacu pada tindakan menyembunyikan emosi negatif sehingga kita akan terus bahagia. 

Nyatanya, bahagia tidak sesederhana itu. Perasaan negative seperti stress, sedih, marah atau takut, 'its totally normal' and 'its totally natural'. Dengan memiliki emosi negatif, ini tidak akan membuat kita menjadi orang yang negatif.  

Perasaan perasaan negatif yang kita rasakan itu tidak selamanya buruk. Malah, dengan kita jujur dengan diri kita sendiri atas apa yang kita rasakan, membuat kita tahu bagaimana caranya merespon keadaan pada saat itu. Kita juga bisa lebih tahu, bantuan apa saja yang kita butuhkan untuk menjaga kesehatan mental kita. Penyangkalan terhadap perasaan kita sendiri ternyata tidak sehat. Pura-pura happy terus, pura pura positif terus, itu malah kita akan lebih tertekan dan yang terpenting tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan semakin parah. Karena, setiap kita dihadapkan pada suatu masalah, dan merasakan semua perasaan-perasaan positif ini, semua kita kubur dalam-dalam karena katanya kita ga boleh negatif, kita harus positif terus. 

"Acknowledging, validating, and paying attentions to our emotion is actually in act of self love and away for us to transform" Dengan mengakui, membuktikan, dan memberi perhatikan pada yang sebenarnya adalah tindakan mencinta diri sendiri dan cara bagi kita untuk berubah. 

Lantas, Mengapa Orang-Orang Sering Mengeluarkan Kalimat Toxic Positivity Kepada Orang Lain?

Yang pertama, yaitu adanya anggapan bahwa positivity adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan. Ujaran positif tidak sesimpel itu. Pertama, tidak semua orang akan menjadi semangat ketika diberikan ujaran positif. Kedua, terdapat cara- cara untuk menjadikan ujaran positif lebih efektif. Tidak hanya mengatakan "be positive" atau "everything will be okay". It's a bullshit.

Penyebab kedua yaitu tidak diketahui konteks penggunaan positivity. Beberapa jurnal psikologi menjelaskan bahwa self positivity umumnya digunakan seseorang ketika ia menghadapi keadaan yang tidak pasti. Dan dengan self positivity tersebut, orang akan mengatasi kegelisahannya hanya untuk sementara. Namun, ada pula orang yang menganggap positivity dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Bagaimana Cara Menghindari Toxic Positivity ?

1. Ganti frasa 

Yang paling penting untuk dilakukan adalah mengubah apa yang kita katakan dengan kalimat dan makna yang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun