Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Skandal Buku Merah

18 Oktober 2018   19:11 Diperbarui: 18 Oktober 2018   20:34 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begraund/Lazada.co.id

          

Menjelang dilaksanakannya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres-Pilwapres) 2019 , membuat suhu politik ditanah air memanas. Peristiwa demi peristiwa yang terjadi ditanah air, dipolitisasi, digoreng dan diperdagangkan kepada rakyat.

Tidak saja persoalan politik yang digoreng oleh para politisi, masalah bencana gempa dan tsunami, yang terjadi dibeberapa kota diprovinsi Sulawesi Tengah, juga tidak luput ditunggangi oleh politik.

Sampai sampai kunjungan Presiden Joko Widodo  (Jokowi) ke Palu pun tidak terlepas dari keritikan oleh orang orang yang berseberangan dengan Pemerintah. Ada pihak yang menyarankan agar Jokowi jangan kepalu, karena kunjungannya berpotensi untuk melakukan pencitraan dan kampanya Pilpres.

Sementara Jokowi ke Palu adalah dalam rangka kunjungan kerja sebagai kepala Negara kedaerah yang ditimpa oleh bencana.

Jokowi adalah seorang Presiden, kendatipunpun bahwa jokowi maju sebagai Capres petahana untuk dua priode. Sebagai Presiden memang suatu keharusan Jokowi mengunjungi daerah yang ditimpa bencana. Karena dengan kunjungannya Presiden akan melihat secara langsung apa yang terjadi, dan apa yang perlu dan mendesak untuk dilakukan pembenahan dan bantuan yang diperlukan oleh anak bangsa yang ditimpa musibah di Sulawesi Tengah itu.


Persoalan lain yang tidak terlepas dari politisasi adalah cerita hoax yang disampaikan oleh Ratna Sarumpaet. Dimana Ratna Sarumpaet menyebarkan cerita bohong tentang dirinya, dianiaya oleh sekelompok orang disekitar Bandar Udara (Bandara) Husien Sastranegara Bandung.

Yang teragisnya cerita bohong Ratna Sarumpaet, sempat dipercayai oleh tokoh tokoh nasional, seperti calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno. Bahkan Amien Rais, Fadli Zhon, Fari Hamzah dan sederet tokoh tokoh nasional lainnya, masuk dalam perangkap cerita bohong yang dikemas oleh Ratna.

Persoalan Ratna yang katakanya dianiaya oleh sekelompok orang itupun menyebar di Sosial Media (Sosmed) fahoto Ratna dengan kondisi wajah lembam dan membiru viral di Sosmed.

Untung Saja pihak Polisi Daerah (Polda) Jawa Barat bertindak cepat untuk mengungkap kasus Ratna yang sempat membuat situasi politik tanah air memanas, karena Ratna Sarumpaet masuk dalam kubu pemenangan pasangan Capres Prabowo -- Sandi.

Hasil dari penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Jawa Barat terhadap kasus Ratna Sarumpaet, membuat rakyat Indonesia tercengang!, Karena apa?, Karena apa yang dikatakan ratna adalah cerita bohong. Ratna tidak pernah dianiaya oleh siapapun. Wajahnya yang lembam membiru bukan karena akibat pukulan, tapi melainkan efek dari operasi pelastik yang dilakukannya di Kelinik Kecantikan Estetika Jakarta.

Dan hal itupun diakui oleh Ratna. Bahwa dia telah melakukan operasi pelastik untuk menyedot lemak diwajahnya. Akan tetapi cerita bohong yang disebarkan oleh Ratna telah menyeret para tokoh tokoh nasional keranah hukum, karena dituduh menyebarkan berita hoax, dan Ratna sendiri kini harus mempertanggungjawabkan cerita hoax yang dikarangnya itu.

Surat Merah :

Baru saja persoalan impormasi hoax Ratna Sarumpaet berlalu, dan meninggalkan sejuta persoalan, kini muncul pula investigasi yang dilakukan oleh Indonesialeaks yang berpotensi menggemparkan public.

Imvestigasi yang dilakukan oleh Indonesialeaks, merupakan wadah impormasi public yang beranggotakan sembilam media massa dan lima organisasi masyarakat sipil, merilis hasil investigasinya tentang skandal perusakan barang bukti kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan dua penyidik KPK dari Kepolisian Kombes Roland dan Harun.

Kedua penyidik dari Polisi yang ditempatkan di KPK diduga melakukan perusakan terhadap barang bukti berupa "Buku Merah". Buku merah tersebut merupakan buku catatan transaksi keuangan milik Basuki Hariman, bos CV Sumber Laut Perkasa yang kini menjadi tersangka dalam kasus suap kepada mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar.

Disebutkan didalam buku merah itu berisikan nama nama pejabat public yang diduga menerima uang gratifikasi dari Basuki Hariman, untuk memuluskan penyeludupan daging sapi yang dilakukan oleh CV Sumber Laut Perkasa.

Diketahui kedua Polisi yang bertugas di KPK ini melakukan peruskan dengan cara mengkoyak sebanyak lima belas lembar isi dari buku itu, menurut Indonesialaeks karena terekam oleh kamera CCTV pengawas yang ada di KPK. Dan ironisnya kedua penyidik KPK dari Personil Polri itu dipulangkan kembali kepersonilnya yakni Polri. Dengan demikian kedua penyidik KPK dari Polri itu tidak lagi menjadi penyidik di KPK.

Dalam konstek ini, tentu masyarakat bertanya, untuk apa kedua penyidik KPK dari Polri tersebut melakukan hal itu. Apakah karena adanya pesanan dari oknum oknum yang terlibat dalam kasus suap penyeludupan daging sapi itu?.

Jika ada pesanan untuk menghilangkan lembaran dari buku merah yang berisi transaksi keuangan, demi untuk menghilangkan barang bukti. Tentu masyarakat juga ingin tahu siapa yang memesannya kepada kedua penyidik KPK itu.

Dari hasil investigasi Indonesialaeks yang direlis diberbagai media, baik media arus utama, maupun media online dan social media (sosmed), menyebutkan ada satu nama yang tertera didalam buku  yang bersampul merah itu. Nama tersebut tertulis Tito.

Nama itu kemudian mengerucut kepada nama Tirto Karnavian, yang sekarang menjabat Kapolri. Tito Karnavian disebutkan, orang yang paling banyak menerima uang suap dari Hariman Basuki. Baik ketika Tito menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya Jakarta, maupun ketika menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Bahkan sampai menjabat sebagai Kapolripun Tito diduga masih menerima aliran dana haram dari Hariman Basuki.

Jika memang hasil investigasi Indonesialaeks itu benar dan bukan hoax, maka wajar jika kedua penyidik KPK dari intitusi Polri itu melakukan perusakan buku merah demi untuk menyelamatkan Jendral Pol Tito Karnavian, selaku atasan dari penyidik KPK yang berasal dari Polri. Dan dapat dipastikan pula bahwa yang memesan untuk melakukan perusakan buku merah itu datangnya dari Tito Karnavian.

Akan tetapi sampai saat ini, persoalan perusakan buku merah itu, masih menjadi tanda Tanya, dan membuat masyarakat menjadi bingung. Menurut KPK tidak ada perusakan barang bukti buku merah dengan cara mengkoyaknya.

Pihak KPK telah melakukan pemeriksaan baik terhadap kedua penyidik dari Polri yang bertugas di KPK, dan kemudian memeriksa CCTV pengawas yang ada di KPK, tidak ditemukan adanya pengoyakan buku merah yang terekam oleh CCTV pengawas.

Mengenai dipulangkannya kedua penyidik KPK dari Polri itu kekesatuannya, menurut juru bicara KPK Febrydiansyah, pemulangan kedua penyidik KPK dari Polri itu adalah atas permintaan Polri. Bukan kemauan KPK.

Hoax Atau Benar :

Mengenai adanya keterlibatan Tito Karnavian dalam penerimaan gratifikasi yang diberikan oleh Herman Basuki, berdasarkan catatan buku merah sebagai barang bukti di KPK, yang disebutkan oleh Indonesialeaks, membuat masyarakat terpecah. Yang ironisnya persoalan buku merah inipun digoreng dan dijadikan sebagai komsumsi politik.

Bahkan Mahfud MD, mantan Ketua MK, melalui tuitannya diakun social medianya mengatakan cerita tentang buku merah yang melibatkan Kapolri Tito Karnavian, adalah cerita hoax ditahun politik. Bahkan Politisi PDIP Massinto Pasaribu malah menyebutkan, adanya hasil investigasi Indonesialaeks yang melibatkan Tito Karnavian, adanya konspirasi Jendral Pol bintang tiga yang ingin menjatuhkan Tito Karnavian.

Walaupun pendapat Massinton Pasaribu ini telah dibantah oleh pihak Mabes Polri, dengan mengatakan bahwa Polri saat ini solid, Namun dihati masyarakat terbersit rasa keraguan terhadap bantahan yang disampaikan oleh Mabes Polri.

Tentu kalau tidak ada berada, masa tempua bersarang rendah, begitu kata pepapatah. Polri harus membuktikan bahwa Polri itu solid. Kemudian Polri juga harus melakukan penyidikan hukum terhadap hasil investigasi Indonesialaeks, karena hasil investigasi Indonesialaeks jika tidak dijelaskan secara transparan, tentu akan menimbulkan kecurigaan panjang bagi masyarakat.

Polri harus melakukan perimbangan dalam menanganis kasus yang berpotensi hoax, sama dengan apa yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet. Jika Rakna Sarumpaet merupakan kasus hoax delik hukum, jika tidak ada yang mengadukannya hukum tidak akan memberatkannya.

Tapi beda dengan Investigasi Indonesialaeks, yang berpotensi menimbulkan pitnah dan pencemaran nama baik, baik bagi Kapolri Tito Karnavian maupun bagi Intitusi Polri dan KPK, selayaknyalah Polri untuk melakukan penyidikan terhadap investigasi Indonesialaeks. Agar masyarakat tidak memiliki kecurigaan terhadap Polri. Semoga!

Tanjungbalai 18 Oktober 2018

                                                                                                                              

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun