Mohon tunggu...
Wisnu Darjono
Wisnu Darjono Mohon Tunggu... Presiden CSAS Indonesia ; Pembina Yayasan Dirgantara ; Dosen PPI Curug ; Pengamat Penerbangan, Masalah Sosial dan Kebijakan Publik

Hobi membaca dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan Penerbangan, masalah sosial maupun Kebijakan Publik, diskusi dan bertukar pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Prinsip Kepemimpinan Warisan Imam Asy-Syafi'i Untuk Indonesia Emas 2045

22 Juli 2025   11:04 Diperbarui: 22 Juli 2025   11:04 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di tengah hiruk-pikuk ambisi mengejar Indonesia Emas 2045, bangsa ini seperti melupakan satu hal mendasar: kualitas kepemimpinan yang jujur, adil, dan berintegritas. 

Kita bicara tentang bonus demografi, ekonomi digital, pembangunan infrastruktur, dan reformasi kelembagaan. Namun, semua itu hanyalah jargon tanpa makna jika tak ditopang oleh pemimpin yang menjadikan etika dan tanggung jawab sebagai pijakan utama.

Dalam khazanah Islam, Imam Asy-Syafi'i---ulama besar pendiri mazhab Syafi'i---meninggalkan nasihat yang tak lekang oleh zaman tentang lima pilar kepemimpinan sejati:
1.Perkataan yang benar
2.Menyimpan rahasia
3.Menepati janji
4.Memberi nasihat
5.Menunaikan amanah

Kelima pilar itu bukan sekadar petuah moral, melainkan fondasi kepemimpinan berkelanjutan yang sangat relevan bagi Indonesia hari ini---dan ke depan.

Kepemimpinan Berbasis Nilai: Modal Dasar Menuju 2045

Menjadi negara maju di tahun 2045 bukan semata soal angka pertumbuhan ekonomi atau teknologi canggih. Pembangunan manusia unggul tidak cukup dengan sekolah bagus dan internet cepat, melainkan dengan hadirnya pemimpin yang bisa dipercaya ucapannya, konsisten janjinya, dan adil dalam mengelola amanah rakyat.

"Perkataan yang benar" hari ini terlalu langka di ruang publik. Rakyat mendambakan pemimpin yang ucapannya tidak berubah-ubah tergantung angin survei. Menepati janji bukan lagi soal etika, tapi soal legitimasi. 

Ketika janji tinggal narasi kampanye dan amanah berubah jadi komoditas politik, maka perjalanan menuju Indonesia Emas akan penuh kerikil pengkhianatan.

Menjaga Rahasia vs Transparansi: Bagaimana Menyeimbangkannya?

Poin menarik dalam nasihat Imam Syafi'i adalah "menyimpan rahasia". 

Di era digital yang menuntut keterbukaan dan akuntabilitas, pilar ini seolah bertentangan dengan prinsip transparansi. Namun, sesungguhnya tidak. 

Yang dimaksud menjaga rahasia adalah tidak menyalahgunakan informasi strategis demi kepentingan pribadi atau golongan.

Hari ini kita melihat banyak kebocoran data publik, informasi negara yang disalahgunakan, atau korupsi yang terjadi karena manipulasi informasi internal. 

Pemimpin yang bijak tahu mana yang harus dibuka, mana yang harus dijaga. Keseimbangan inilah yang membentuk pemerintahan yang kuat sekaligus dipercaya.

Reformasi Karakter, Bukan Hanya Sistem

Indonesia terlalu sering terjebak dalam reformasi sistem, lupa pada reformasi karakter. 

Padahal, sistem sebaik apapun akan runtuh jika dijalankan oleh manusia yang rakus dan tidak amanah. Good governance hanya bisa lahir dari good people.

Pilar "memberi nasihat" menekankan pentingnya kepemimpinan partisipatif---yang mendengar dan menuntun, bukan yang membungkam atau memperalat kekuasaan. 

Sementara "menunaikan amanah" adalah seruan keras bagi mereka yang menikmati jabatan, tapi lupa pada siapa mereka bertanggung jawab.

Korupsi, ketimpangan sosial, dan krisis moral birokrasi hari ini adalah akibat langsung dari abainya bangsa ini terhadap prinsip-prinsip dasar kepemimpinan. Kita tidak kekurangan regulasi, kita kekurangan keteladanan.

Warisan Ulama, Jalan Menuju Indonesia Beradab

Indonesia punya modal besar: nilai-nilai budaya, agama, dan kearifan lokal yang menjunjung tinggi keadilan dan integritas. 

Nasihat Imam Asy-Syafi'i bukan sekadar pesan klasik, tapi pedoman praktis yang---jika diterapkan secara konsisten---bisa menjadi moral compass menuju Indonesia yang tak hanya makmur, tetapi juga beradab.

Indonesia Emas 2045 tak boleh hanya jadi proyek ekonomi dan politik. Ia harus menjadi proyek kebangsaan yang berakar pada nilai luhur. Pemimpin di segala tingkat---dari RT hingga istana---harus mampu menghidupkan kembali semangat perkataan benar, janji ditepati, rahasia dijaga, amanah ditunaikan, dan nasihat dibagikan tanpa pamrih.

Penutup: Kembali ke Akar, Menyongsong Masa Depan

Visi 2045 adalah visi besar. Tapi tak ada visi yang berhasil jika dijalankan oleh pemimpin yang hanya lihai berkata, tapi lupa berbuat. Dalam era krisis kepercayaan, petuah Imam Asy-Syafi'i hadir seperti kompas moral yang menuntun arah bangsa---kembali ke etika, kembali ke akhlak, kembali ke nilai.

Sebab Indonesia Emas bukan tentang siapa yang paling nyaring bicara, melainkan siapa yang paling setia pada amanah rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun