Mohon tunggu...
Wisnu Darjono
Wisnu Darjono Mohon Tunggu... Presiden CSAS Indonesia ; Pembina Yayasan Dirgantara ; Dosen PPI Curug ; Pengamat Penerbangan, Masalah Sosial dan Kebijakan Publik

Hobi membaca dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan Penerbangan, masalah sosial maupun Kebijakan Publik, diskusi dan bertukar pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Berpikir Kritis Mati Pelan-pelan di Tengah Badai Informasi

18 Juli 2025   07:04 Diperbarui: 18 Juli 2025   07:04 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita hidup di zaman yang luar biasa canggih. Teknologi informasi menjanjikan kemudahan. Kecerdasan buatan (AI) membantu banyak hal, dari pekerjaan kantor hingga urusan rumah tangga. 

Media sosial menjembatani kita dengan dunia hanya dalam sekali sentuh. Tapi di balik semua gemerlap ini, ada sesuatu yang diam-diam lenyap: kemampuan untuk berpikir kritis.

Kita lebih cepat membaca, tetapi lebih lambat memahami. Kita lebih sering melihat, tetapi jarang mempertanyakan. Kita lebih banyak membagikan, tapi lupa memverifikasi. 

Di sinilah letak persoalan besar manusia modern --- kemajuan teknologi informasi tidak selalu dibarengi kemajuan akal sehat.


Di Era AI, Fakta Semakin Mirip Fiksi

Mari kita hadapi kenyataan: dengan satu klik, Anda bisa melihat "video" seorang pemimpin dunia mengumumkan perang, padahal itu hasil rekayasa deepfake. Anda bisa membaca "berita" tentang sebuah bencana besar yang tidak pernah terjadi, karena ditulis oleh mesin pembuat teks otomatis. Gambar, suara, teks --- semua bisa dipalsukan secara meyakinkan.

AI seperti pisau bermata dua. Ia bisa membantu manusia menyelesaikan masalah, tetapi juga bisa menciptakan kekacauan dalam skala besar jika jatuh ke tangan yang salah. 

Misinformasi yang dulu membutuhkan waktu dan dana besar untuk menyebar, kini bisa dibuat dalam hitungan menit dan menyebar dalam hitungan detik.

Dan yang paling mengkhawatirkan? Banyak orang tidak tahu --- atau tidak peduli --- bagaimana membedakan kenyataan dari kepalsuan.

Hoax Beranak Pinak, Sementara Skeptisisme Mati

Dalam dunia yang dipenuhi suara-suara gaduh, kebenaran sering tenggelam. Fakta bukan lagi soal data, melainkan soal siapa yang paling keras berbicara. Siapa yang lebih dulu membuat tagar trending. Siapa yang punya jutaan pengikut. Siapa yang bisa membuat narasi paling menggetarkan emosi.

Inilah dunia di mana critical thinking --- kemampuan berpikir logis, skeptis namun terbuka, dan didasarkan pada bukti --- tidak lagi diajarkan sebagai keterampilan dasar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun