Mohon tunggu...
Windi Riyanti
Windi Riyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - 101190175_HKI.G

Windi Riyanti 101190175 IAIN Ponorogo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktik Transfusi Darah Ditinjau dari Perspektif Fiqh Kontemporer

29 November 2021   18:45 Diperbarui: 29 November 2021   18:48 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

      Manusia adalah makhluk sosial sehingga islam mengajarkan sikap saling tolong menolong sesama manusia yang membutuhkan pertolongan. Salah satunya adalah transfusi darah, dimana transfusi darah merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama. Transfusi darah sudah lazim didengar dan dilakukan oleh masyarakat baik dilakukan secara sukarela maupun dengan menjualnya kepada orang yang membutuhkan.

     Seiring berjalannya waktu, muncul berbagai permasalahan mengenai praktik transfusi darah ini. Seperti praktik transfusi darah yang dilakukan baik secara resmi oleh pihak PMI maupun dilakukan secara ilegal oleh oknum-oknum bahkan oleh individu itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh kurangnya stok darah sedangkan kebutuhan darah meningkat. Selain itu juga dipertanyakan mengenai hukum dari transfusi darah itu sendiri. Apakah diperbolehkan atau diharamkan.

     Sebenarnya hukum praktik transfusi darah ini tidak ditemukan dalam fiqh masa klasik pada waktu pembentukan hukum islam. Bahkan dalam Al-Quran dan Hadist yang menjadi sumber utama hukum islam tidak menerangkan hukum mengenai transfusi darah secara komprehensif. Sehingga permasalahan transfusi darah ini merupakan masalah baru di dalam hukum islam. Permasalahan ini juga disebut dengan ijtihadilah. Dimana proses penyelesaian kasus ini menggunkan ijtihad para ulama. Dalam ijtihad tersebut nantinya akan menjawab permasalahan mengenai hukum transfusi darah dan cakupannya yaitu apakah transfusi darah masuk dalam kategori ibadah, muamalah, atau jinayah.

PEMBAHASAN

1. Transfusi Darah

     Darah merupakan cairan yang memiliki dua bagian yakni plasma dan sel darah. Plasma darah dalam tubuh sekitar 55% dan sel darah dalam tubuh sekitar 45%. Sel darah ini terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, dan trambosit. Darah merupakan cairan tubuh yang sangat penting bagi kehidupan manusia sebab darah bersirkulasi dalam jantung dan pembuluh darah.  

     Transfusi darah adalah memasukkan darah seseorang ke dalam pembuluh darah orang lain yang akan ditolong guna menyelamatkan nyawa seseorang karena kehabisan darah. Asy Syekh Husnain Muhammad Makhuluf mengatakan bahwa transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia dengan cara memindahkannya dari tubuh orang yang sehat kepada orang yang membutuhkannya untuk mempertahankan hidupnya. Kemudian, menurut Ahmad Sofian transfusi darah adalah pindah tuang darah dengan memasukkan darah oranglain ke dalam pembuluh darah orang yang akan ditolong.

     Beberapa faktor perlunya seseorang melakukan transfusi darah adalah karena:

a. Kehilangan atau kehabisan darah;

b. Kekurangan komponen-komponen penting pada darah.

     Dalam memberikan darah kepada orang yang membutuhkan, maka antara pendoroh darah dan yang akan menerima darah harus memiliki golongan darah yang cocok. Berikut adalah jenis-jenis golongan darah yang ada dalam tubuh manusia beserta kecocokannya:

Golongan pendonor darah:

  • Golongan AB dapat memberi darah kepada golongan AB;
  • Golongan A dapat memberikan darah kepada golongan A dan AB;
  • Golongan B dapat memberikan darah kepada golongan B dan AB;
  • Golongan O dapat memberikan darah kepada semua golongan darah.

Golongan penerima darah:

  • Golongan AB bisa menerima darah dari semua golongan darah;
  • Golongan A bisa menerima darah dari golongan A dan O;
  • Golongan B bisa menerima darah dari golongan B dan O;
  • Golongan O bisa menerima darah dari golongan O.

2. Metode Ijtihad

     Dalam islam tidak diatur secara tegas mengenai diperbolehkannya atau tidak diperbolehkannya praktik transfusi darah. Namun ditemukan keterangan bahwa darah adalah benda najis dan tidak dapat dikonsumsi bahkan dimanfaatkan. Tetapi jika dalam keadaan darurat maka diperbolehkan. Hal ini sesuai kaidah fikih yakni:

a. "bahaya itu harus dihilangkan (dicegah)".

b. "tiada yang bisa menghukum haram jika ada kemudharatan dan juga tiada yang dapat menghukum makruh kalau ada kebutuhan".

c. "kemudharatan-kemudharatan itu membolehkan larangan-larangan".

     Kemudian jika dalam melakukan transfusi darah menyebabkan bahaya bagi pendonor atau berakibat buruk bagi pendonor maka hukum transfusi darah adalah haram dan tidak boleh dilakukan. Hal ini berdasarkan kaidah fikih yakni: "kemudharatan tiada kebolehan untuk diganti pada mudharat lainnya". Dalam transfusi darah penerima donor darah tidak disyaratkan harus sama dengan pendonor mengenai agama, kepercayaan, suku, bangsa atau lainnya. karena hanya dibutuhkan keikhlasan guna menyelamatkan nyawa manusia. Transfusi darah juga dianggap tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadist. Sesuai dengan QS. Al-Maidah ayat 32 yang menjelaskan bahwa "Barangsiapa yang memelihara kehidupan manusia maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya."

     Demikian dapat disimpulkan bahwa metode ijtihad yang digunakan dalam menangani kasus permasalahan transfusi darah ini didasarkan pada metode maslahah mursalah. Dimana dalam menyelesaikan permasalahan transfusi darah ini berdasarkan kemaslahatan yang lebih besar. Dalam maqasid syariah, transfusi darah diperbolehkan karena guna mencapai salah satu tujuan syariah yaitu hifz al-nafs (pemeliharaan jiwa). Selain itu juga berdasarkan kepada ijma', yang mana para ulama sepakat memperbolehkan adanya transfusi darah jika dalam keadaaan yang darurat serta dengan metode ijtihad maqashidiy dimana donor darah oleh mayoritas ulama diperbolehkan dengan alasan darah dapat diperbarui oleh sistem produksi tubuhnya.

3. Pendapat Para Ulama

     Ahli fikih mengatakan bahwa menyumbangkan darah kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah termasuk menjalankan tujuan syariat islam yakni menghindarkan salah satu bentuk bahaya yang akan menimpa diri seseorang. Banyak ulama' terdahulu yang melarang pengobatan dengan darah karena darah adalah najis. Ada pula hadis yang mengatakan bahwa Allah SWT tidak meletakkan kesembuhan bagi umat Rasulullah dalam hal yang haram. Namun sekarang pandangan ulama' mengenai transfusi darah adalah menganjurkannya jika dalam keadaannya darurat.

     Apabila darah merupakan jalan satu-satunya untuk dapat menyelamatkan nyawa seseorang maka darah boleh dimanfaatkan melalui transfusi darah. Karena islam memperbolehkan menggunakan sesuatu yang makruh atau haram jika dalam keadaan yang benar-benar darurat. Hal ini sebagaimana keterangan dalam QS. Al-Baqarah ayat 173.

     Para ulama, memberikan syarat kepada orang-orang yang melakukan transfusi darah secara sukarela agar dibenarkan dan diperbolehkan dalam hukum islam yaitu:

a. Tidak menyebabkan bahaya atau kerusakan bagi pendonor meskipun dianggap dapat memberikan manfaat bagi penerima donor darah;

b. Orang yang membutuhkan darah memang benar-benar membutuhkan transfusi darah secepatnya dan transfusi darah aman bagi penerima donor darah;

c. Tidak ada cara lain selain transfusi darah;

d. Transfusi darah sesuai kadar kebutuhan penerima darah.

     

4. Penerapan Metode Ijtihad           

     Dalam penerapannya, transfusi darah dapat dilakukan jika memenuhi syarat antaralain yaitu:

a. Pendonor melakukan donor darah secara ikhlas dengan tujuan menolong seseorang;

b. Tidak mendatangkan bahaya yang dapat mengancam keselamatan atau kesehatan pendonor dan penerima darah;

c. Sebelum melakukan upaya transfusi darah, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa tidak ada cara lain untuk menyelawatkan nyawa seseorang itu kecuali dengan jalan transfusi darah.

d. Melakukan tahapan-tahapan pemeriksaan terhadap pendonor dan penerima doroh darah yang dilakukan oleh tenaga medis.

PENUTUP

     Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa transfusi darah adalah memasukkan darah seseorang ke dalam pembuluh darah orang lain yang akan ditolong guna menyelamatkan nyawa seseorang karena kehabisan darah. Dalam islam tidak ada yang menerangkan secara tegas mengenai larangan melakukan transfusi darah. Tetapi ada keterangan yang menyebutkan bahwa darah itu najis dan tidak boleh dikonsumsi atau dimanfaatkan. Namun, ketidakbolehan ini tidak berlaku jika terjadi kebutuhan yang darurat seperti untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Sehingga  transfusi darah diperbolehkan dengan alasan membantu seseorang yang benar-benar membutuhkan darah.

     Ahli fikih menjelaskan bahwa menyumbangkan darah kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah termasuk menjalankan tujuan syariat islam yakni menghindarkan salah satu bentuk bahaya yang akan menimpa diri seseorang. Pandangan ulama' mengenai transfusi darah adalah menganjurkannya jika dalam keadaannya darurat. Selain itu, juga didasarkan pada kaidah hukum fiqh islam yang berbunyi: "Bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu boleh hukumnya kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya".

     Jadi, permasalahan transfusi darah dalam hukum islam adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran. Sehingga dilakukannya sebuah ijtihad para ulama mengenai hukum transfusi darah. Transfusi darah bukan merupakan suatu bentuk ibadah murni melainkan juga bagian dari muamalah guna menolong orang yang membutuhkan sebagai bentuk kpedulian dan kemanusiaan yang dalam melakukannya harus dalam keadaan yang darurat. Transfusi darah juga dapat dimaknai sebagai bentuk tabarru' (sedekah) dan tidak boleh untuk diperjualbelikan secara sengaja atau bahkan dibisniskan.

Nama: Windi Riyanti

NIM: 101190175

Kelas: HKI-G

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun