Mohon tunggu...
Diana Wardani
Diana Wardani Mohon Tunggu... Administrasi - Sederhana

I Love You, Kangmas Matahariku. I love your sign and signature - I always be with you wherever you are, because we are one.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesan Ibu

4 Desember 2020   21:14 Diperbarui: 4 Desember 2020   21:15 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kecantikan abadi lambang kesabaran lahir batin - koleksi dianawardani

Ibu, dalam tuturmu terdapat kasih sayang berlimpah. Dalam denyut nadimu hanya ada untaian bakti bagi kehidupan penuh harmoni.

Aku terlahir dalam sebuah keluarga sederhana dan penuh kehangatan cinta. Diana kecil yang tak tahu nilai uang ini (kalau sekarang pastinya sudah mengerti nilai uang) tumbuh dan berkembang dalam dekapan cinta seutuhnya.

Banyak kesan pada masa kecilku, semasa belum masuk sekolah. Mungkin tidak ada yang istimewa namun dari kejadian itu ada pelajaran berharga sebagai bekal saat dewasa kelak.

***

Sore itu mendung menggelayuti luasnya sekitaran wilayah rumahku. Sesaat gerimis hujan menyapa. Ibu membeli beberapa gelas minuman hangat khas Bandung bernama bajigur yang lewat di depan rumah. Kemudian Ibu membagikan satu gelas bajigur untuk dua anak. Ibu menuangkan bajigur itu ke dalam gelas kecil untukku, dan sisanya untuk kakakku lainnya. Ketika itu Masku langsung mau menerima gelas bajigur bagiannya. Namun aku tidak mau.

Pada saat itu aku menginginkan bajigur utuh satu gelas hanya untukku. Aku langsung menjatuhkan tubuhku di lantai dan di sana aku menangis sekeras-kerasnya. Ibu tetap diam tak bergeming. Ia tak menghiraukan suara tangisanku, malahan ia langsung meneruskan kegiatannya di dapur.

Diana kecil lama kelamaan letih dengan tangisannya. Ia berpikir "Aku sudah menangis jerit-jerit sampai hilang suara, namun Ibu malah tak peduli dengan tangisanku. Rugi banget, suara hilang, bajigur tak dapat" begitu lintasan demi lintasan pikiran bertengger di otaknya.

Akhirnya aku berhenti menangis dan memutuskan untuk menerima bajigur yang sudah tak sehangat tadi. Sambil malu-malu, aku minta bajigur bagianku ke Ibu. Ibu menyerahkan gelas itu sambil tersenyum dikulum seraya mengelus rambutku penuh kehangatan cinta.

"Terima kasih, Ibu" bisikku.

***

Pada sebuah pagi ketika itu, sekitar pukul 08.30. Aku melihat Ibu sudah bersiap-siap ke pasar. Isi rumah waktu itu hanya ada aku dan Ibu. Bapak sudah pergi ke kantor, dan kakak-kakakku sudah ke sekolah. Kebiasaan Ibu bila ke pasar tidak mengajak aku. Ia berkata tak akan lama pergi ke pasar. Mungkin kalau mengajak Diana kecil, Ibu malah jadi repot. Jadi rumah dikunci dari luar, dan aku tentu saja ada di rumah terkunci. Hmm home alone ternyata sudah kulakoni sebelum filmnya dibuat.

Perkiraan lama atau tidak menurut anak kecil tentu berbeda orang dewasa. Menurutku waktu itu Ibu ke pasar sangat lama sekali. Aku berpikir, mengapa Ibu tidak pulang-pulang ya? Mengapa ini kali Ibu ke pasarnya lama. Katanya hanya sebentar. Aku mulai gelisah dan kesal. Semakin lama, waktu berjalan terasa begitu lambat. Setelah sekian lama bermain sendiri, aku tak kuasa lagi menahan rasa kesalku, rasa marah dan sedihku kepada Ibu yang tidak kunjung datang.

Pecah sudah suara tangisku di depan kompor.

Aku sendiri heran, mengapa waktu itu aku harus menangis di depan kompor ya?

Kompor itu ada di dapur, di atas meja dan aku duduk di lantai dengan kepala mendongak ke arah kompor. Mungkin seperti sedang curhat ke kompor ya. Duh, terbayang bagaimana aku waktu itu.

Akhirnya Ibu pulang mendapati aku masih menangis di depan kompor. Ibu memelukku dan mengajak aku membuka belanjaannya. Ada singkong, ada sayuran, telur, bumbu rempah-rempah, dan lain-lain. Ibu meminta maaf kepadaku, dan menceritakan mengapa ia lama di pasar. Ini disebabkan karena terlalu lama memilih singkong.

Sejenak mataku terpaku pada telur asin kesukaanku. Hore, Ibu membelikan aku telur asin. Ini sebabnya Diana kecil belum mengenal nilai rupiah, karena kebiasaan Ibu membelikan apa yang disukai anak-anaknya di pasar. Kami jarang sekali jajan. Apalagi pada waktu itu warung belum sebanyak sekarang. Jadi Ibu selalu menyediakan makanan kesukaan keluarganya.

Aku mendongak ke arah Ibu yang masih membereskan belanjaannya. Ibu mengerti dengan pandanganku, Ibu segera tersenyum dan mengangguk, tanda Ibu memperbolehkan aku makan telur asin bersama nasi yang diambilkan oleh Ibu. Sekejap rasa kesalku kepada Ibu hilang lenyap karena telur asin dan sesungging senyum manis Ibu.

***

Ibu telah mengajarkan aku apa arti berbagi. Di balik Peristiwa Bajigur, aku tak boleh serakah. Dalam setiap kondisi, harus selalu ingat pada saudara dan berbagi dalam suka dan duka.

Ibu juga telah menanamkan benih kesabaran dalam diri anaknya. Dengan terkunci di dalam rumah sendirian dan menunggu kedatangan seorang Ibu yang dicintainya, tentu merupakan ujian terindah sepanjang hidupnya. 

Kata orang bijak "waiting is such sweet sorrow" itu memang benar. Bagaimana cara mengatasi kekesalan dan kejenuhan saat menunggu itu tidaklah mudah. Apalagi bagi anak kecil saat ditinggal sendiri di rumah dan lagi pada masa kecilku belum ada ponsel, hanya ada mainan boneka dari plastik yang bila digerakkan ke bawah berbunyi "oeek" saja.

Sumber ilustrasi boneka: Lazada
Sumber ilustrasi boneka: Lazada

***

Terima kasih Ya Allah, Engkau telah menganugerahi seorang Ibu yang luar biasa hebat bagiku. Terimakasih Ibu, meskipun aku waktu itu masih kecil, namun Ibu tidak memanjakan aku. Ibu mendidikku dengan tindakan, tak banyak kata. Ibu membuatku mengerti mengapa Ibu berbuat seolah tak sayang. Padahal di balik itu, hikmahnya luar biasa indah. 

*Kagem Ibu lan Bapak ing swargaloka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun