Mohon tunggu...
Diana Wardani
Diana Wardani Mohon Tunggu... Administrasi - Sederhana

I Love You, Kangmas Matahariku. I love your sign and signature - I always be with you wherever you are, because we are one.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesan Ibu

4 Desember 2020   21:14 Diperbarui: 4 Desember 2020   21:15 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kecantikan abadi lambang kesabaran lahir batin - koleksi dianawardani

Perkiraan lama atau tidak menurut anak kecil tentu berbeda orang dewasa. Menurutku waktu itu Ibu ke pasar sangat lama sekali. Aku berpikir, mengapa Ibu tidak pulang-pulang ya? Mengapa ini kali Ibu ke pasarnya lama. Katanya hanya sebentar. Aku mulai gelisah dan kesal. Semakin lama, waktu berjalan terasa begitu lambat. Setelah sekian lama bermain sendiri, aku tak kuasa lagi menahan rasa kesalku, rasa marah dan sedihku kepada Ibu yang tidak kunjung datang.

Pecah sudah suara tangisku di depan kompor.

Aku sendiri heran, mengapa waktu itu aku harus menangis di depan kompor ya?

Kompor itu ada di dapur, di atas meja dan aku duduk di lantai dengan kepala mendongak ke arah kompor. Mungkin seperti sedang curhat ke kompor ya. Duh, terbayang bagaimana aku waktu itu.

Akhirnya Ibu pulang mendapati aku masih menangis di depan kompor. Ibu memelukku dan mengajak aku membuka belanjaannya. Ada singkong, ada sayuran, telur, bumbu rempah-rempah, dan lain-lain. Ibu meminta maaf kepadaku, dan menceritakan mengapa ia lama di pasar. Ini disebabkan karena terlalu lama memilih singkong.

Sejenak mataku terpaku pada telur asin kesukaanku. Hore, Ibu membelikan aku telur asin. Ini sebabnya Diana kecil belum mengenal nilai rupiah, karena kebiasaan Ibu membelikan apa yang disukai anak-anaknya di pasar. Kami jarang sekali jajan. Apalagi pada waktu itu warung belum sebanyak sekarang. Jadi Ibu selalu menyediakan makanan kesukaan keluarganya.

Aku mendongak ke arah Ibu yang masih membereskan belanjaannya. Ibu mengerti dengan pandanganku, Ibu segera tersenyum dan mengangguk, tanda Ibu memperbolehkan aku makan telur asin bersama nasi yang diambilkan oleh Ibu. Sekejap rasa kesalku kepada Ibu hilang lenyap karena telur asin dan sesungging senyum manis Ibu.

***

Ibu telah mengajarkan aku apa arti berbagi. Di balik Peristiwa Bajigur, aku tak boleh serakah. Dalam setiap kondisi, harus selalu ingat pada saudara dan berbagi dalam suka dan duka.

Ibu juga telah menanamkan benih kesabaran dalam diri anaknya. Dengan terkunci di dalam rumah sendirian dan menunggu kedatangan seorang Ibu yang dicintainya, tentu merupakan ujian terindah sepanjang hidupnya. 

Kata orang bijak "waiting is such sweet sorrow" itu memang benar. Bagaimana cara mengatasi kekesalan dan kejenuhan saat menunggu itu tidaklah mudah. Apalagi bagi anak kecil saat ditinggal sendiri di rumah dan lagi pada masa kecilku belum ada ponsel, hanya ada mainan boneka dari plastik yang bila digerakkan ke bawah berbunyi "oeek" saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun