Mohon tunggu...
Win WanNur
Win WanNur Mohon Tunggu... Freelancer - Kopi dan Traveling

Pembaca kompas yang menulis novel

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Nurul Hikmah, Musala yang Jadi Masjid Berkat Pariwisata

5 Juli 2019   23:31 Diperbarui: 5 Juli 2019   23:36 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mesjid Nurul Hikmah, Pemuteran - dokpri

Tadi siang, dalam perjalanan menuju Banyuwangi. Saya shalat jum'at di Mesjid Nurul Hikmah, Desa Pemuteran di Bali Utara bagian barat.

Untuk ukuran desa kecil seperti Pemuteran yang tak lebih ramai dari Temung Penanti, kampung ibu saya. Tampilan Mesjid Nurul Hikmah terbilang megah. Mesjid berasitektur Turki ini berkubah beton dan berlantai keramik. Tempat wudhuknya juga berlapis keramik. Bukan hanya satu, ada dua tempat wudhuk. Satu di bagian depan mesjid dan yang lain ada di bagian belakang.

Tampilan mesjid ini tidaklah seperti ini sejak adanya.

Tiga belas tahun yang lalu. Saya pertama kali mengunjungi desa ini. Waktu itu bulan Ramadhan. Saya tidak tahu jadwal pasti berbuka puasa di sini. Sambil berjalan-jalan menikmati suasana desa ini. Karena melihat ada banyak perempuan berjilbab dan laki-laki bersarung dan berkopiah. Saya yakin di sekitar sini tentu ada mesjid dan sayapun bertanya pada penduduk setempat. Mereka menunjukkan tempat ini.

Waktu itu, namanya belum Mesjid melainkan mushalla Nurul Hikmah. Bangunan mushalla ini berbentuk panggung berukuran 3,5 x 3,5 meter persegi, seluruhnya terbuat dari papan kayu dengan atap genteng tanah liat dan kubah kecil aluminium sebagai penanda kalau bangunan ini adalah tempat ibadah umat Islam.

Ketika azan berkumandang, saya minum dari air dalam kemasan yang saya bawa sendiri. Berbeda dengan mesjid dan mushalla lain di Bali. Di Mushalla ini tak ada acara buka puasa bersama yang menyediakan hidangan berbuka pada para musafir yang berbuka di sana. Keadaan di mushalla ini adalah gambaran umum desa Pemuteran itu sendiri. Sebuah desa miskin yang kering di ujung barat bagian utara pulau Bali.

Di masa Bali masih berbentuk kerajaan. Karena posisinya yang jauh dari empat danau yang merupakan sumber air yang menghidupi Bali. Daerah ini tidak dihuni. Meski tempat ini menyimpan potensi besar untuk perikanan. Tapi bagi masyarakat Bali tempat ini sama sekali tidak menarik untuk ditinggali.

Sebab masyarakat Bali secara umum mata pencaharian utamanya bertani, secara lebih khusus lagi mengusahakan sawah. Meski ada satu dua yang menjadi nelayan, tapi mereka sangat minoritas. Karena itulah di desa ini banyak dihuni oleh warga etnis Madura yang memang akrab dengan laut.

Orang Bali baru pindah ke daerah ini pasca meletusnya gunung Agung di tahun 1963, akibat desa mereka di bagian timur pulau, hancur tertutupo material vulkanik.

Di tempat ini masyarakat Bali menanam tanaman lahan kering seperti cabai, jagung atau kedelai. Tapi itupun hanya bisa dilakukan di musim penghujan. Selebihnya mereka harus mencari pekerjaan lain. Karena itulah desa ini terkenal dengan kemiskinannya. Warga desa ini sering menjadi sasaran olok-olok warga desa tetangganya yang lebih makmur.

Situasi ini berubah dengan kedatangan LSM yang mengkampanyekan pelestarian terumbu karang.

Ya di dekat desa ini terdapat pulau Menjangan yang terkenal dengan taman lautnya, terumbu karang yang indah dan ikan aneka warna.

Sebelum kedatangan LSM ini, masyarakat desa ini dan juga nelayan dari pulau Jawa sering menangkap ikan di terumbu karang itu dengan cara-cara yang kurang bertanggung jawab sehingga merusak terumbu karang.

LSM ini datang tidak hanya dengan bermodal penyuluhan, tapi mereka juga mengajak turis asing datang berkunjung.

Perlahan-lahan, nama desa inipun menjadi terkenal di manca negara. Turis semakin banyak yang datang dan hotel-hotelpun mulai bermunculan. Dan sebagaimana lazimnya, industri pariwisata adalah jenis industri yang memberikan dampak ekonomi paling merata. Berkembangnya pariwisata ini melahirkan biro-biro jasa penyelaman, usaha transportasi, restoran, spa dan usaha-usaha lain yang berkaitan langsung dengan keperluan para turis.

Usaha Spa dan Transportasi - dokpri
Usaha Spa dan Transportasi - dokpri
Kemudian karena Pemuteran semakin terkenal. Biro-biro perjalanan besar mulai memasukkan pemuteran dalam destinasi kunjungan wajib mereka. Biro-biro perjalanan ini menyewa guide dan sopir yang tentu saja terlalu mahal kalau menginap di hotel-hotel. Melihat kebutuhan ini, masyarakat Pemuteran mulai membuka penginapan dan restoran untuk sopir dan guide.
dokpri
dokpri
e. Meningkatnya pemasukan masyarakat membuat daya beli meningkat. Maka di Pemuteran pun mulai bermunculan warung sate, warung bakso, warung ayam goreng, bengkel motor, mini market, toko meubel,Apotek,toko pakaian sampai toko handphone. Alhasil, wajah Pemuteran pun sekarang sama sekali berbeda dibandingkan dengan 13 tahun yang lalu ketika saya pertama kali berkunjung ke desa ini.

Gairah ekonomi di Pemuteran berkorelasi langsung dengan perubahan wajah Mushalla Nurul Hikmah. Menurut pengurus Mesjid ini, ketika hotel sudah semakin banyak, warga bermaksud merenovasi mushalla dan membuatnya representatif.

Ketika ide ini mereka sampaikan kepada pemerintah desa. Ide ini langsung disambut hangat oleh Perbekel Desa Pemuteran yang tentu saja beragama Hindu Bali, sebagaimana mayoritas warga Pemuteran. Perbekel adalah istilah yang dipakai di Bali untuk menyebut kepala desa, sebagaimana Reje di Gayo dan Geuchik di Aceh.

Menurut pengurus mesjid, terkait ide ini Pak Perbekel langsung menyurati hotel-hotel yang ada di Pemuteran agar menyumbang pembangunan mesjid ini. Perbekel mematok angka minimal 15 juta. Hotel Adi Assri yang berjarak sekitar 100 Meter dari Mesjid. Meski tamu hotelnya paling banyak mengeluh karena terbangun akibat mendengar azan subuh dari corong mesjid, menyumbang 60 juta.

Begitulah, akhirnya mushalla kayu berbentuk panggung berukuran 3,5 x 3,5 meter inipun bermetamorfosa menjadi mesjid Nurul Hikmah. Yang sekarang bahkan ruang wudhuknya pun lebih besar dibanding ukuran mushalla yang lama.

Ramadhan tahun ini, saya sempat berbuka puasa dan menunaikan shalat thawarih di mesjid ini. Saat itu, suasana di sana sudah sama persis seperti mesjid-mesjid lain di Bali. Ada ifthar bagi siapapun yang datang untuk menunaikan shalat maghrib. Lalu usai shalat maghrib, masih ada nasi bungkus lengkap dengan lauk-pauknya.

Seperti desa-desa Bali lain di mana muslim dan umat hindu Bali hidup berdampingan bergenerasi-generasi, tak pernah ada friksi apalagi konflik antara warga muslim dan warga Bali yang mayoritas di desa ini.

Struktur kepengurusan takmir mesjid Nurul Hikmah - dokpri
Struktur kepengurusan takmir mesjid Nurul Hikmah - dokpri
..Karena keharmonisan ini. Tidak mengherankan kalau kemudian nama Perbekel yang beragama hindu Bali muncul di struktur kepengurusan Mesjid Nurul Hikmah dengan jabatan PELINDUNG. Terkait itu tak satupun warga muslim Pemuteran yang lekat dengan tradisi NU yang mengungkit ayat Al Qur'an di Surat Al Maidah : 57, Al Imran: 28, At Taubah: 23 sampai An Nisa: 89.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun