Mohon tunggu...
W. Bintang
W. Bintang Mohon Tunggu... Freelancer - Variety Writer

Penulis lepas, memberikan perspektif atas apa yang sedang ramai dibicarakan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

5 Alasan Jose Mourinho Bukan "The Special One"

20 April 2021   00:46 Diperbarui: 20 April 2021   01:02 1743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jose Mourinho tidak lagi pantas mendaku diri sebagai "The Special One" (Getty Images/Tottenham Hotspurs)

Dia melangkah ke dalam ruang ruang pers yang penuh sesak, kerah jas dan kemeja terbuka, tangan kiri dalam posisi rileks di dalam saku celananya.

Ini adalah penampakan pria yang yakin pada dirinya sendiri, posisinya, dan kemampuannya yang luar biasa.

Dia melewati garis tipis antara kepercayaan diri dan kesombongan.

Pria ini menyebut dirinya sebagai 'manajer top' sembari menguraikan kesuksesannya bersama Porto yang mengalahkan Real Madrid, Manchester United dan Marseille dalam perjalanannya untuk memenangkan trofi Liga Champions.

Kemudian tibalah saatnya, sebuah frase terukir dalam waktu, dan selamanya tercetak dalam ingatan penggemar sepak bola di seluruh dunia.

"I think I am a special one."

Jose Mourinho membawa brand sebagai "The Special One" (sosok yang spesial dan satu -- satunya) ke Chelsea, Inter Milan, Real Madrid, Chelsea (lagi!), Manchester United, sebelum akhirnya mendarat di Tottenham Hotspurs.

2 musim di London Utara, Mourinho dipecat sembari menorehkan catatan kurang sedap.

Untuk pertama kalinya, The Special One tidak mempersembahkan trofi kepada klub yang dilatihnya, suatu catatan yang terakhir ia lakukan bersama klub Portugal, Uniao de Leiria, pada 2002

Saya bisa mengatakan Jose Mourinho tidak lagi "The Special One."

Berikut 5 alasan yang mendukung pernyataan tersebut.

1. Arogansi adalah sifat yang tidak disukai banyak orang

Ada alasan mengapa ini adalah kekurangan Jose Mourinho yang paling sering dikutip walaupun argumen mengatakan seorang pelatih sesukses dia berhak untuk mengklaim sebagai manajer sepakbola terbaik sepanjang masa.

Dalam pengertian sebagai manajer sukses, Mourinho mungkin bisa dimaafkan; Tetapi kita nerbicara tentang menjadi 'The Special One', yang mengklaim sebagai penyelamat sepak bola dan teladan kepemimpinan taktis.

Nyatanya, manajer rival banyak yang sudah mencapai prestasi yang sama seperti Jose Mourinho dan tidak mengklaim diri sebagai "The Special One".

Mereka melakukan pekerjaan mereka dengan kerendahan hati selagi tidak mengklaim diri sebagai 'orang yang spesial'.

Keangkuhannya adalah tanda hitam pada kesuksesannya dan meskipun dia mungkin salah satu yang istimewa, dia bukan yang teristimewa.

2. Taktik sepakbolanya tidak ada artinya jika dibandingkan dengan kepribadiannya

Mourinho tidak diragukan lagi adalah pribadi yang menarik; namun gaya sepak bola yang diterapkannya tidak meninggalkan jejak yang sedap.

Chelsea, dan Mourinho, terkenal karena 'parkir bus', istilah yang dibuat, agak ironisnya, oleh Mourinho sendiri saat menggambarkan hasil imbang yang diraihnya pada satu pertandingan.

Anda tidak bisa mengklaim diri sebagai 'Yang Istimewa' di dunia sepak bola, industri bernilai miliaran pound yang didukung pendukung dan lisensi televisi, tanpa menghibur pengikut dan pengagum Anda.

Sialnya, Mourinho mengulang taktik yang sama di Inter Milan, Manchester United, dan kemudian Tottenham Hotspurs.

Baca juga: "Penggagas Liga Super Eropa adalah Orang yang Membenci Sepak Bola"

3. Modal besar membuatnya sukses

Gelontoran finansial yang diberikan oleh pemilik klub masing-masing telah sangat membantu Mourinho dalam mencapai prestasinya yang luar biasa.

Pengeluaran sebesar 334,2 juta (Rp 6 triliun dengan 1 = Rp 20.000) saat pertama kali di Stamford Bridge membuatnya dalam teori bisa memecahkan rekor transfer setiap musim.

Kisah ini berulang jika kemudian menilik rentetan sejarha dimana dia menghabiskan total 147,1 juta (Rp 2,9 triliun) selama masa jabatannya di Inter, lalu 167,8 juta (Rp 3,3 triliun) dalam tiga musim bersama Real Madrid.

Kombinasi Mourinho dan Chelsea untuk kali kedua melihat uang sebanyak 323,9 juta (Rp 6,4 triliun) dihabiskan olehnya, sebelum kemudian 419,4 juta (Rp 8,3 triliun) dibayarkan Manchester United untuk menyenangkan pelatih Portugal.

Daniel Levy dan Tottenham Hotspurs yang terkenal pelit masih mau memberikan Jose Mourinho modal sebanyak 130,5 juta (Rp 2,6 triliun) untuk dihabiskan membeli pemain baru.

4. Jose Mourinho tidak meninggalkan warisan

Masalah dengan Mourinho adalah dia tidak pernah tinggal di klub besar selama lebih dari tiga musim: dia menghabiskan tiga musim di Chelsea, dua di Inter, tiga di Real Madrid dan dia hanya bertahan 2,5 musim ketika kembali bersama Chelsea.

2,5 musim juga ia habiskan bersama Manchester United, dengan Tottenham Hotspurs hanya mau memberikan waktu hingga 17 bulan yang terentang selama 2 musim untuk Jose Mourinho memberikan sentuhan magisnya.

Jadi apakah Jose Mourinho melompat dari kapal dan membiarkan krunya tenggelam? Mayoritas klub yang telah dilayaninya akan menjawab iya.

Inter runtuh setelah dia pergi dan dia meninggalkan Chelsea, Real Madrid, dan Manchester United dalam instabilitas yang membutuhkan waktu untuk diperbaiki.

Jose Mourinho juga gagal memaksimalkan potensi skuadnya: membiarkan Coutinho tersia-siakan di Inter, lalu membuat Romelu Lukaku, Kevin de Bruyne, dan Mohammad Salah jadi penghangat bangku cadangan saat di Chelsea.

Jose Mourinho mungkin memberikan kesuksesan jangka pendek tetapi hanya yang hebat yang meninggalkan warisan abadi dan itu adalah sesuatu yang belum dia capai sampai detik ini.

5. Karakter abrasif


Hubungan Mourinho dengan para pemain, manajer, wasit, hingga wartawan sering tegang oleh sifat pribadinya sendiri dan bagaimana satu dan lain memberikan kesan buruk.

Di Real Madrid, keretakan segara muncul setelah keputusannya untuk tidak memasukkan Iker Casillas, salah satu penjaga penjaga gawang terbaik, ke dalam tim.

Kemudian, dia ribut dengan Paul Pogba, pemain termahalnya, ketika melatih Manchester United.

Namun, karakter 'semau gue' dari Mourinho benar terlihat dari interaksinya dengan manajer lain.

Dia melancarkan perang verbal dengan Arsene Wenger, menyebutkan 'spesialis kegagalan', dan kemudian ada insiden mencolok mata yang terkenal dengan mendiang Tito Vilanova.

The Special One? Jose Moutinho mungkin berpikir begitu, tapi tentu saja saya tidak sepakat. Anda pembaca sekalian?

Baca juga: "Geger Jose Mourinho, Pelatih Spesialis Dipecat" oleh Mas Sam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun