Mohon tunggu...
Wikan Widyastari
Wikan Widyastari Mohon Tunggu... Wiraswasta - An ordinary mom of 3

Ibu biasa yang bangga dengan 3 anaknya. Suka membaca, menulis,nonton film, berkebun.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dear Di Diary - Bagian 1 - Married Life (1)

18 Februari 2021   06:52 Diperbarui: 18 Februari 2021   07:41 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Tahun demi tahun berlalu, apa yang tak berubah? Hati ini masih tetap sama, memendam rindu yang sama. Memendam cinta yang sama. Jangan bersedih katamu, hidup terlalu singkat untuk diratapi. Tidak! Aku tak pernah meratap. Meski hatiku hancur lebur. Meski jantungku terasa sangat sakit, sangat sakit, seperti dipaksa dicabut dari tempatnya bergantung. Aku tak meratap. Takkan pernah!

Dear Di, aku terbangun dini hari ini, tepat jam 02.00 pagi. Sunyi di sekitarku. Sama seperti hari-hari yang telah lalu. Tidak sepenuhnya sepi juga sih sebenarnya. Di lantai atas, anak bungsuku masih sibuk mengerjakan skripsinya. Disambi main game dan chatting dengan kawan-kawannya melalui discord. Ah, aku tak mengerti dengan anak itu. Bisa-bisanya mengerjakan skripsi disambi dengan chatting, dan main game. Kamu tahu betapa seringnya aku mengomeli dia karena menurutku seharusnya dia fokus pada satu pekerjaan dulu,setelah selesai baru mengerjakan yang lain. Tapi seperti biasa, dia terus saja melakukan itu, jadi aku menyita laptop gamenya setiap weekdays agar dia mau bisa fokus mengerjakan skripsinya dan berhenti main game dulu. Sabtu pagi sampai minggu baru aku keluarkan laptopnya dan dia boleh main game dan chatting dengan kawan-kawnanya dari berbagai belahan dunia.

Kau tahu Di? Bahkan dalam marahku, aku sangat bangga padanya. Usianya baru 21 tahun, tapi prestasinya sungguh membanggakan.  Begitu banyak yang dia kerjakan di masa covid ini. Bayangkan hampir setahun dia kuliah online. Tapi malah lebih sibuk daripada ketika menjalani kuliah offline di kampusnya. Jadwalnya padat. Mulai dari memberi les online bahasa Jepang, jadi penerjemah video-video, makalah, paper dan interpreter di acara-acara seminar intenational. Tapi tetap saja, aku merasa terganggu karena bagiku, skripsi harus diutamakan. Mungkin aku terlalu menuntut, mungkin aku ga sabaran, tapi begitulah seorang ibu. Tetap cerewet, sebaik apapun anaknya.

Tahukah kamu Di?   Masa kehamilan anak bungsuku ini adalah masa yang cukup berat bagiku. Cobaan melanda rumah tanggaku.  Justru di saat yang sangat tidak terduga. Saat dimana aku merasa nyaman, merasa sangat bersyukur dengan kehidupanku. Merasa sangat bahagia memiliki 2 anak yang manis dan lucu. Well, sudah hampit 2 tahun aku menyusui anak laki-lakiku, maka kupikir ini saatnya aku harus mengatur kehamilanku, karena aku ingin fokus membesarkan dan mendidik mereka sebaik-baiknya. Tapi ternyata ketika di cek, aku sudah hamil 4  minggu, tanpa didahului haid. Ya, selama dua kali melahirkan, aku memang tak pernah mengalami haid ketika masa menyusui.  Haid datang, setelah menjelang 2 tahun masa menyusui. Lalu tak lama, aku hamil anak kedua.  Tapi kehamilan kali ini, tidak di dahului haid, langsung hamil. Bagiku, tak ada yang lain kecuali mengucap alhamdulillah. Allah punya rencana lain untukku.

Setelah mengetahui bahwa aku hamil, maka yang kulakukan adalah menjaga kehamilanku dengan sebaik-baiknya. Menjaga makanku agar cukup bergizi, menjaga istirahat dan kesehatanku sebaik-baiknya. Sebenarnya memang, aku termasuk beruntung, karena masa kehamilan, tak pernah ada persoalan kesehatan yang mengganggu. Paling hanya sedikit mual dan muntah ketika mencium bau sampah. Itu pada saat kehamilan anak perempuanku yang pertama, Kakak Zi. Di luar itu tak ada masalah yang berarti. Aku tidak mengalami masa ngidam yang merepotkan. Aku hanya suka makan roti. Sehingga sering aku berburu ke bakery pagi-pagi untuk membeli roti yang masih hangat. Kehamilan anak laki-laki kedua ku bahkan lebih mudah. Aku tak mengalami mual dan muntah, dan bisa makan apapun tanpa masalah. Kuharap, pada kehamilan ke tiga ku ini, aku juga tidak akan mengalami masalah yang berarti.

Dear Di, aku lupa bilang, bahwa aku tinggal di sebuah kota kecil di Kalimantan Selatan. Mengikuti suamiku yang bekerja di sebuah tambang batu bara besar di sini.  Tak banyak yang bisa kulakukan di sini.  Aku sudah lama mengubur cita-cita masa kuliah. Menjadi reporter di sebuah perusahaan media besar, dan melanglang buana ke luar negeri, untuk berburu berita. Tapi, di sinilah aku terdampar, menjalani rutinitasku dengan tugas-tugas domestik yang tak pernah selesai. Tapi sungguh, aku tak menyesal. Aku sangat bersyukur. Karena aku memiliki dua anak yang manis dan lucu-lucu. Dan sekarang, hamil anak ketiga. Aku merasa sungguh hidupku penuh berkah, Tak ada alasan untuk mengeluh. Benar kan Di? 

Sore ini Di, seperti sore-sore sebelumnya, sehabis mandi dan memandikan anak-anak, aku akan duduk di teras, membaca novel sambil menyaksikan dua anakku bermain di halaman depan, menunggu ayah mereka datang. Sore ini, langit sangat cerah, nyaris tak ada awan. Suara celoteh dan teriakan anak-anak yang bermain dengan teman-temannya terasa merdu di telingaku. Biasanya menjelang maghrib, suara mobil tambang akan terdengar dari ujung jalan, dan anak-anak akan berteriak memanggil ayah mereka. Lalu berlari minta gendong ketika ayah mereka turun dari mobil Dengan tangan kiri menggendong si suung Zia, dan tangan kanan menggendong adiknya, Mas Zu, ayah mereka akan mendekatiku sambil tertawa lebar dan menyerahkan Mas Zu ke pelukanku.  Lalu kami akan bergandengan tangan masuk ke rumah.

Tapi Di, sore ini kami menunggu dengan sia-sia. Sampai anak-anak tidur, tak terdengar juga deru mobilnya memasuki halaman rumah. Sebenarnya sih, sudah 2 minggu ini, dia pulang terlambat. Alasannya ada lembur di kantor. Tapi lembur apa, jika pulang jelang subuh, lalu mandi, makan dan berangkat ke kantor lagi? Dia nyaris tak bertemu dengan anak-anaknya. Paling dia hanya masuk ke kamar anak-anaknya mencium mereka yang masih pulas, lalu berangkat lagi ke kantor. Mungkin kamu akan bertanya Di, kenapa aku diam saja dengan perubahan suamiku? Kenapa aku tak protes dan marah-marah dengannya? 

bersambung ke bagian 2

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun