Jarimu Harimaumu: Mari Bersama Lawan Hoax di Media Sosial. Inilah Kisah Omjay kali ini di kompasiana tercinta. Kita harus berani melawan hoax yang disebarkan orang jahat di dunia maya atau media sosial.
Di zaman digital ini, jari-jemari kita lebih berbahaya daripada gigi harimau. Mengapa begitu? Karena hanya dengan satu ketukan, sebuah kabar bisa menyebar ke ribuan bahkan jutaan orang. Pepatah lama mengatakan mulutmu harimaumu, tapi sekarang pepatah itu perlu diperbarui menjadi jarimu harimaumu.
Media sosial memang membawa banyak manfaat. Kita bisa bersilaturahmi, belajar, berbisnis, bahkan membangun komunitas tanpa dibatasi ruang dan waktu. Namun, di balik manfaat itu terselip bahaya besar: hoax atau berita bohong.
Hoax, Racun Informasi di Dunia Digital
Hoax bukan sekadar kabar lucu yang bisa kita abaikan. Ia adalah racun informasi. Hoax bisa memicu kebencian, menimbulkan keresahan, bahkan menjerumuskan orang pada tindakan berbahaya.
Contohnya, ketika pandemi COVID-19 melanda, beredar berita palsu tentang obat mujarab, konspirasi, hingga penolakan terhadap vaksin. Banyak orang menjadi korban karena lebih percaya pada kabar tidak jelas di WhatsApp ketimbang penjelasan resmi dari tenaga medis.
Belum lama ini, kita juga dihebohkan oleh kabar penculikan anak yang viral di media sosial. Video anak menangis disertai narasi palsu membuat masyarakat panik. Padahal setelah ditelusuri, ternyata itu hanya kejadian biasa. Sayangnya, keresahan sudah telanjur menyebar dan sempat membuat warga curiga berlebihan terhadap orang asing di lingkungannya.
Ada pula kasus bansos palsu yang mengatasnamakan kementerian. Pesan berantai dengan tautan tertentu mengiming-imingi uang tunai bagi yang mengisi data diri. Tak sedikit warga yang akhirnya tertipu dan datanya disalahgunakan.
Semua ini menunjukkan bahwa hoax nyata-nyata bisa merugikan, bahkan menghancurkan rasa saling percaya di masyarakat.
Mengapa Orang Mudah Termakan Hoax?