Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Nilai Siswa Rendah di Kurikulum Merdeka

19 September 2022   08:11 Diperbarui: 19 September 2022   08:12 7168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah anda bersedih hati sebagai seorang guru? Omjay pernah beberapa kali di kurikulum 2013. Omjay sedih ketika mendapatkan kenyataan bahwa nilai siswa masih banyak dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). 

Dari 230 siswa yang ikut test, ada 110 siswa yang nilainya di bawah KKM. Nilai KKM kami saat itu adalah 70. Kalau nilai siswa sudah di atas 70 itu baru dikatakan baik.

Dalam Kurikulum Merdeka, guru tidak lagi menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal atau yang dikenal sebagai KKM. 

Bapak dan ibu guru yang mengajar dengan Kurikulum 2013, tentu tak asing lagi bahkan sudah terbiasa menggunakan KKM dan sudah menjadi tolak ukur dalam proses evaluasi pembelajaran yang dilakukan.

Nah, dalam Kurikulum Merdeka (kurmed) yang terbaru ini, tidak diperkenankan menggunakan KKM sebagai tolak ukur pencapaian hasil belajar. Hal ini tentunya, membuat sebagian guru merasa agak kebingungan dalam merancang kriteria dan tolak ukur pencapaian hasil belajar bagi siswa di sekolah.

Lalu apa pengganti KKM dalam Kurmed? Mengapa KKM tidak lagi digunakan dalam Kurmed?  Karena perlu diingat, dalam Kurmed guru harus menggunakan penilaian formatif. Penilaian formatif dalam kurmed dibagi dalam beberapa kegiatan. Nanti akan Omjay tuliskan di Kompasiana.


Di dalam Kurmed ada yang disebut KKTP yang merupakan singkatan dari Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran. Cara menyusun KKTP, dapat anda baca di sini.

Kembali kepada kisah nyata Omjay. Ada tiga orang siswa mendapatkan nilai 100 dan 120 orang siswa sudah di atas KKTP. Kalau dilihat hasilnya, Omjay sangat sedih sekali melihat kenyataan ini. 

Itu artinya Omjay belum sukses dalam mengajar dan memberikan materi. Bisa jadi, soal-soal yang diberikan masih sangat sulit dikerjakan siswa. Itulah yang Omjay temukan setelah bertanya kepada siswa di WhatsApp group kelas informatika.


Alhamdulillah Omjay punya kawan guru yang baik. Masukan dari pak haji Sarmilih bagus sekali. Beliau wakil kepala sekolah bidang akademik di SMP Labschool Jakarta. Beliau menyarankan, "Soal yang dibuat sebaiknya dibanyakin gambar atau foto. Tidak hanya berupa teks saja".

Jangan bikin soal dari dari guru lainnya. Buatlah soal sendiri untuk mata pelajaran informatika. Begitulah masukan bapak Haji Sarmilih kepada Omjay.

Ada masukan dari orangtua juga bahwa soal yang diberikan terlalu sulit dan ada materi yang belum diajarkan. 

Tentu ini menjadi refleksi penting buat guru yang mengajarkan materinya. Kegiatan pembelajaran tidak lagi berfokus kepada guru, tapi berfokus kepada siswa atau murid di sekolah.

Kata mereka, dari lima bab yang diumumkan, baru tiga bab yang diajarkan. Informasi ini Omjay terima dengan senang hati. 

Dalam kurikulum merdeka kita sebagai guru harus terbuka menerima masukan dan sekaligus kritikan. Dengan begitu kita akan memberikan pelayanan yang terbaik buat siswa yang kita ajarkan di kelas.

Soal yang bagus adalah soal yang dibuat oleh guru itu sendiri dan tidak mengambil dari blog orang lain atau dari internet. Guru harus percaya diri dengan soal yang dibuatnya sendiri. Bila itu dilakukan, nilai siswa tidak akan rendah.

Dari hasil ulangan sumatif tengah semester, Nilai rata-rata siswa 72, 00 dan masih dibawah harapan guru. Ini menjadi refleksi bagi guru untuk memperbaiki lagi cara mengajar. Omjay harus melakukan refleksi diri agar nilai siswa meningkat di ujian sumatif akhir semester.

Harus kita ingat, bahwa tugas dan fungsi pokok guru dalam pembelajaran di kelas menyangkut tiga standar nasional pendidikan sekaligus, yaitu standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Ketiga standar itulah yang seharusnya dilakukan oleh guru.

Omjay melakukan refleksi/dokpri
Omjay melakukan refleksi/dokpri

Seharusnya, proses yang dilaksanakan guru berdasarkan standar isi yang dirancang dalam perencanaan belajar. Jika guru membuat perencanaan pengajaran secara benar dan kemudian dilaksanakan secara benar pula dalam proses pembelajaran.

Maka setiap akhir proses juga sudah ada penilaian proses dan dilakukan penilaian secara benar, maka kemungkinan adanya "tambah" nilai pada akhir semester adalah sangat kecil. Begitulah informasi yang omjay baca di sini.

Guru membuat perencanaan pengajaran, maka disitu ada rencana penilaian, ada rencana remedial, serta pengayaan. Kemudian guru mengajar di kelas. 

Setiap akhir pembelajaran, ada penilaian proses. Artinya guru harusnya mempunyai nilai setiap siswa dari proses yang dilakukan melalui pengamatan. Selesai pengajaran materi tertentu, guru melakukan penilaian hasil belajar.

Misalnya dari ulangan harian. Guru membuat soal, dan ada analisis soal. Setelah dilaksanakan ulangan, guru memeriksa hasil ulangan siswa, kemudian guru mengoreksi dan membuat analisis hasil ulangan. 

Guru akan mendapatkan peta siswa mana yang tuntas dan siswa mana yang tidak tuntas. Siswa yang tidak tuntas diberi remedial sesuai rencana sampai siswa tersebut tuntas kompetensi tersebut. 

Dari sini saja kelihatan bahwa siswa akan tuntas. Lalu pada akhir semester dilaksanakan ujian semester yang dilaksanakan secara serentak oleh sekolah. 

Katakanlah hasilnya siswa tidak tuntas. Pertanyaannya apakah ketidaktuntasan saat ulangan semester membuat nilai siswa benar-benar jeblok. Tentu tidak. Karena prosesentase yang dibuat sekolah lebih besar pada ulangan harian. 

Perlu diketahui, penilaian hasil belajar yang dilakukan pada sumatif tengah semester (sts) dan semester adalah penilaian aspek pengetahuan (kognitif), yang sesungguhnya aspek ini juga sudah dinilai pada penilaian proses pada setiap akhir pelajaran.

Dari logika kurikulum yang menyangkut tiga standar, jika dilaksanakan secara benar oleh guru, kemungkinan kecil banget terjadi ada nilai siswa yang harus dikatrol atau dinaikkan. Ini juga bisa diartikan kalau sekolah (kepsek) minta guru mengubah nilai siswa agar naik kelas ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama guru tidak melaksanakan perencanaan, proses dan penilaian secara tepat dan benar sesuai ketentuan dan semangat kurikulum. Kemungkinan kedua, kepala sekolah tidak mengontrol secara ketat setiap tahapan dari perencanaan sampai penilaian belajar yang dilakukan guru. Hal ini menjadi refleksi kita bersama.

Bisa dikatakan tiga standar pendidikan, yaitu standar isi, standar proses dan standar penilaian adalah satu kesatuan yang saling terkait menjadi tugas pokok guru. 

Sejauh perencanaan, pelaksanaan (proses) dan penilaian dilakukan dengan benar dan tepat, kemungkinan kecil sekali nilai siswa pada akhir tahun harus dikatrol atau dinaikkan agar naik kelas. 

Siswa yang memang tidak naik kelas seharusnya sudah terindentifikasi sejak awal yakni dari proses setiap pembelajaran. Siswa tersebut adalah siswa yang tidak mau mengikuti proses baik itu proses pembelajaran (kentara dari penilaian proses), dan proses remedial (hasil dari analisis ulangan).

Nah, siswa yang memang tidak mau mengikuti proses seperti ini kemudian diberi nilai agar siswa tersebut tetap naik kelas, barulah kita bisa mengerti hal seperti ini akan "mengembosi" idealisme guru. 

Namun, jika karena guru tidak menjalankan ketiga standar tadi dengan benar dan kemudian nilai siswa rendah alias tidak tuntas, sesungguhnya yang dirugikan bukan guru melainkan siswa. Karena guru tidak memberi pelayanan prima kepada siswa.

Dalam kurikulum merdeka, guru harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada siswa atau muridnya. Nilai siswa yang rendah, bisa jadi bukan kesalahan siswa semata, tapi juga kesalahan guru dalam melaksanakan ketiga standar pendidikan.

Demikianlah kisah Omjay dalam kesiapanku mengimplementasikan kurikulum merdeka sesuai dengan tema yang diberikan oleh panitia di Kompasiana. Sebenarnya masih ada tips dan trik lainnya yang akan Omjay bagikan pada kawan guru lainnya. Ditunggu saja kisah Omjay berikutnya. He-he-he.

Salam blogger persahabatan

Omjay 

Guru blogger Indonesia

Blog https://wijayalabs.com

dokpri
dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun