Mohon tunggu...
Wijanto Hadipuro
Wijanto Hadipuro Mohon Tunggu... Peneliti dan penulis

Saya pensiunan tenaga pengajar yang senang menulis tentang apa saja. Tulisan saya tersebar di Facebook, blogspot.com, beberapa media masa dan tentunya di Kompasiana. Beberapa tulisan sudah diterbitkan ke dalam beberapa buku.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Berjalan Tanpa Beban, Memberi Tanpa Pamrih

10 Juli 2025   16:54 Diperbarui: 10 Juli 2025   16:54 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Tangkapan Layar Youtube Misa Livestreaming 6/7/2025 (Sumber: Youtube)

Pembelajaran  

Pembelajaran yang saya peroleh dari misa ini adalah bahwa kalaupun saya memiliki pamrih dalam melakukan sesuatu, pamrih tersebut seharusnya adalah damai dan suka cita yang saya bawa sebagai murid Kristus. Semua tindakan saya seharusnya membawa damai dan suka cita. Jadi jangan sampai ketika saya kecewa akan penerimaan orang terhadap segala tindakan saya, saya membawa perpecahan dan masalah atau ketegangan.

Seperti disampaikan Romo: 'Kedamaian sejati datang dari hati yang sudah berdamai dengan diri kita sendiri'. Hanya orang yang sudah berdamai dengan diri sendiri atau dengan bahasa yang sering digunakan 'orang sudah selesai dengan dirinya sendiri', maka dia akan dapat menerima gagasan orang lain, kebahagiaan orang lain, prestasi orang lain, keberhasilan orang lain, dan rejeki orang lain.

Saya jadi menyadari bahwa saya lebih cenderung bersimpati kepada orang yang berkesusahan, tetapi saya dengki dan tidak menerima keberhasilan dan kebahagiaan orang lain. Saat orang lain berhasil dan bahagia, saya iri dan berusaha merendahkan keberhasilannya. Padahal Tuhan saja menjanjikan semua orang untuk memperoleh suka cita. Saya malahan tidak suka ketika orang lain bersuka cita. Ironis.

Jika saya sudah bisa berdamai dengan diri saya sendiri, maka saya akan dapat melihat sisi positif dari tindakan atau gagasan orang lain. Saya justru akan bisa ikut merasakan kebahagiaan orang lain dan sisi positif gagasan orang lain.

Oh jadi selama ini saya iri dengki itu karena saya belum berdamai dengan diri saya, saya belum selesai dengan diri saya sendiri.

Saya bisa merasakan suka cita jika saya menyadari bahwa diri saya dikasihi Tuhan, diri saya juga bisa mengasihi sesama. Kasih kepada sesama bukan hanya terlihat pada empati saya kepada mereka yang menderita, tetapi juga saya bisa ikut bahagia karena keberhasilan dan kebahagiaan orang lain.

Apa pun yang saya lakukan seharusnya adalah usaha saya juga untuk menyenangkan hati Tuhan. Jika Tuhan saja memberikan janji akan ada damai dan sejahtera seperti sungai dan umat-Nya akan bersuka cita serta bergembira, mengapa saya harus iri dengki akan keberhasilan dan kebahagiaan orang lain, termasuk ketika gagasan orang lain yang diterima dan diadopsi oleh lembaga tempat saya bekerja.

Sebagai murid Kristus maka saya harus berani mengampuni, memberikan diri untuk melayani tanpa menuntut, memilih hidup jujur meskipun merugikan, tidak menyerah meskipun disalahpahami.

Tidak mudah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun