Mohon tunggu...
Widya Wulandari
Widya Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

Mahasiswa UPI, gemar menulis, membaca novel, dan menonton film. Feel free to add me on goodreads @widyawlndd

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengenali Penyebab serta Cara Mengatasi Gangguan Kecemasan pada Anak

4 Desember 2021   21:09 Diperbarui: 6 Desember 2021   05:59 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Ilustrasi Anak dengan Kecemasan Berlebih (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Belakangan ini, masyarakat mulai peduli terhadap isu-isu yang berkaitan dengan mental, termasuk anxiety (gangguan kecemasan). Gangguan kecemasan sendiri dapat dimaknai sebagai gangguan psikologis yang berkaitan dengan mental dan menyebabkan penderitanya merasakan cemas secara berlebihan dengan ditandai beberapa gejala tertentu, seperti keringat berlebih, tubuh gemetaran, nyeri dada, nyeri kepala, sesak napas, dan lain-lain (Eridani, 2018). Namun, sayangnya masih banyak orang yang beranggapan bahwa anak-anak tidak mungkin memiliki gangguan ini, sebab beban yang mereka alami di usia dini dinilai tidak seberapa dibandingkan yang dialami orang dewasa. Oleh sebab itu, kecemasan yang mereka alami dianggap sebagai kecemasan yang normal. Hal ini merupakan masalah yang perlu disikapi secara serius.

Lalu, benarkah kecemasan itu normal? Menurut (Santrock, 2011) kecemasan memang dapat terjadi pada anak-anak. Hal ini biasanya terjadi ketika mereka akan menghadapi tantangan di sekolahnya, contohnya ketika akan melaksanakan ujian. Kecemasan tersebut sangatlah wajar. Akan tetapi, kecemasan dapat berubah menjadi gangguan jika terjadi secara terus menerus, sehingga menghambat prestasi atau kemampuan seorang anak. 

Gangguan kecemasan pada anak dapat terjadi karena empat faktor utama, yaitu faktor lingkungan, keturunan, fisik, dan emosi yang terpendam (Ramaiah, 2003). Pertama, faktor lingkungan sekitar akan sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang berpikir mengenai dirinya atau orang lain. Lingkungan sekitar ini dapat mencakup teman dan keluarga. Apabila seseorang merasa dirinya tidak aman berada dalam lingkungan terdekatnya, maka kecemasan tersebut akan muncul. Terkadang kecemasan ini dapat pula timbul akibat ekspektasi dan tekanan yang tidak realistis dari orang tua. Umumnya, hal ini berkaitan dengan bagaimana mereka menuntut anaknya untuk mencapai prestasi. Di samping itu, terkadang perbandingan-perbandingan sosial juga dapat menyebabkan gangguan kecemasan pada anak, seperti ketika mereka melihat betapa anak lain lebih pintar dan hebat. Lalu, gangguan kecemasan dapat terjadi karena adanya faktor yang kedua, yakni genetik. Seorang anak yang mengidap gangguan kecemasan bisa disebabkan oleh faktor keturunan dari ibunya atau ayahnya. Ketiga, faktor fisik dapat pula berpengaruh terhadap kecemasan. Hal ini karena antara fisik dan pikiran senantiasa saling berkaitan. Contohnya adalah seorang anak yang memiliki keterbatasan dalam fisik atau kecacatan di tubuhnya. Hal tersebut sering kali memunculkan kecemasan apakah ia akan diterima di lingkungannya atau tidak. Terakhir, emosi atau kefrustasian yang dipendam juga dapat menimbulkan kecemasan. Hal ini karena perasasaan marah atau tertekan yang disimpan sendiri dalam jangka waktu lama cenderung membuat masalah semakin bertambah di kepala tanpa adanya solusi, apalagi pada anak-anak yang tidak mempunyai teman bercerita.

Berkenaan dengan hal tersebut, perlu diingat bahwa gangguan kecemasan tidak dapat didiagnosa secara pribadi oleh orang awam. Sebaliknya, perlu dilakukan tes psikologi terlebih dahulu oleh mereka yang lebih profesional, seperti dokter spesialis dan psikolog (Khairina, 2021). Namun, jika diketahui bahwa anak tersebut memang mengidap gangguan kecemasan, terdapat sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Pertama, terapi menulis. Menulis menurut (Nugraha, 2017) merupakan teknik yang dilakukan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan pikirannya. Kegiatan menulis dapat dijadikan salah satu cara mengurangi kecemasan sebab menulis dapat melepaskan emosi-emosi negatif yang tersimpan dalam diri seseorang. Guru atau orang tua dapat mulai mengajak kebiasaan menulis pada anak, seperti menulis buku harian.

Kedua, peran orang tua akan sangat membantu dalam mengurangi kecemasan, seperti mengajarkan relaksasi sederhana pada anak (Chomaria, 2018). Dibandingkan menyalahkan anak atas perasaannya, orang tua perlu menerima kondisi anak dan mecoba menenteramkan rasa takut mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajak anak menarik napas dan mengembuskannya perlahan selama beberapa kali sampai anak tersebut mulai tenang dan teralih dari rasa khawatirnya.

Ketiga, terapi psikologis. Tenaga ahli dan profesional akan sangat dibutuhkan dalam mengurangi tingkat kecemasan anak. Contohnya dengan melakukan terapi perilaku kognitif, terapi meditasi, dan terapi hipnosis (Dewandari, 2020). Berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater dapat memberi solusi secara spesifik terhadap kecemasan yang diderita oleh anak. Jika masalah utama kecemasan anak ada pada sekolahnya, maka para ahli akan membantu mengidentifikasi permasalahan tersebut serta bagaimana langkah-langkah untuk mengatasinya.

Oleh sebab itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan kecemasan dapat terjadi pada anak-anak. Faktor yang menyebabkan anak mengalami gangguan kecemasan adalah faktor lingkungan, keturunan, fisik, dan emosi yang terpendam. Sementara itu, terdapat sejumlah cara untuk mengatasinya, yakni dengan terapi menulis, relaksasi sederhana, serta terapi psikologis.

Referensi:

Chomaria, N. (2018). Solusi Cerdas Menghadapi 65 Perilaku Negatif Anak. Solo: Metagraf.

Dewandari, B. A. (2020). Cari Tahu tentang Gangguan Kecemasan. Jakarta: PT Mediantara Semesta.

Eridani, D. (2018). Sistem Pakar Pendiagnosis Gangguan Kecemasan Menggunakan Metode Forward Chaining Berbasis Android. Edu Komputika Journal, 5(1).

Khairina, A. (2021). Jangan Sembarangan, Begini Cara Tes Kesehatan Mental yang Benar. https://www.gooddoctor.co.id/hidup-sehat/mental/tes-kesehatan-mental/, diakses pada 03 Desember 2021 pukul 14.25.

Nugraha, E. (2017). Model Sinektik Berorientasi Berpikir Kreatif dalam Pembelajaran Menulis Naskah Drama (Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP PGII 2 Bandung). Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, Dan Daerah, 7(2).

Ramaiah, S. (2003). Kecemasan (Bagaimana Mengatasi Penyebabnya). Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Santrock, J. (2011). Educational Psychology (5th ed.). New York: McGraw-Hill Humanities.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun