Mohon tunggu...
Putri GIOK
Putri GIOK Mohon Tunggu... Penulis, Copy Writer, Influencer, Public Relation

Saya seorang Penulis, Copy Writer, Influencer, Public Relation yang terlahir dari Mama yang berasal dari Suku Ondae Poso, Sulawesi Tengah campur Banjar, Kalimantan Selatan dan Papa yang asli Sunda, Jawa Barat. Saya hobi menulis dan senang mendeskripsikan hampir semua perasaan, pengalaman dan apapun yang saya lihat. Saya juga senang dan suka menulis Cerpen. Salam dan bravo selalu ONDAE!!! Ohya skefo, saya pernah selama hampir 20 tahun menjalani profesi sebagai Jurnalis di koran lokal, majalah komunitas dan terakhir di Harian Bisnis Indonesia. Terima kasih!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lila dan Luka di Hatinya

7 Agustus 2025   08:09 Diperbarui: 7 Agustus 2025   08:09 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sudut sebuah desa kecil yang tenang, ada seorang anak perempuan bernama Lila. Usianya sembilan tahun, tapi sorot matanya kadang seperti orang dewasa yang terlalu cepat mengenal dunia. Dia sering duduk diam di bawah pohon mangga tua di belakang rumah neneknya, memeluk lutut sambil memandangi tanah.

Orang-orang desa mengenalnya sebagai anak yang pendiam. Tidak banyak yang tahu, sejak kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan dua tahun lalu, Lila tinggal bersama nenek. Sejak saat itu pula, dia jarang berbicara. Dia lebih sering menggambar awan, daun, dan sosok perempuan tersenyum dalam buku sketsanya, perempuan yang tak lain adalah ibunya.

Nenek Lila, seorang wanita sabar dan penuh kasih, tak pernah memaksa cucunya untuk bercerita. Setiap sore, dia hanya menemani Lila duduk di kursi kecil yang selalu disiapkan di bawah pohon mangga.

"Kalau kamu belum ingin bicara, tak apa," kata nenek suatu hari. "Tapi kalau hatimu sesak, kamu boleh menangis, sayang."

Lila tak menjawab. Dia hanya menggambar dua tangan yang saling menggenggam.

Hari berganti, bulan berlalu, dan musim mangga pun datang. Pohon mangga itu berbuah lebat. Suatu pagi, satu buah jatuh tepat di pangkuan Lila. Dia menatap buah itu lama sekali, lalu berkata pelan, "Ibu dulu suka mangga."

Nenek berhenti menyapu halaman. Suaranya gemetar saat menjawab, "Iya, ibu kamu suka sekali. Apalagi yang masam-manis seperti ini."

Untuk pertama kalinya, Lila tersenyum kecil. Senyuman itu tidak lama, tapi cukup untuk membuat langit pagi terasa lebih cerah.

Sejak hari itu, Lila mulai bicara sedikit demi sedikit. Tentang ibu, tentang kenangan, tentang rasa rindu yang belum sempat diucap. Luka di hatinya belum sembuh, tapi kini dia tahu, ada ruang untuk pelan-pelan sembuh, dan tidak apa-apa kalau butuh waktu.

Di bawah pohon mangga itu, Lila belajar bahwa duka tidak harus hilang agar bahagia bisa datang. Kadang, mereka bisa duduk berdampingan di kursi kecil yang sama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun