Padahal, buku jauh lebih layak dipamerkan. Buku bukan sekadar kertas berisi huruf, melainkan jendela ilmu, inspirasi, dan pembentuk karakter. Ironisnya, pejabat yang sibuk pamer kemewahan jarang sekali terlihat membagikan apa buku terakhir yang ia baca, atau ide apa yang ia temukan dari lembar-lembar pengetahuan.
Netizen pun mulai bersuara sinis: "Kalau isi rak buku setipis isi dompet rakyat, jangan heran kalau kebijakan juga miskin gagasan."
Pamer kemewahan hanya meninggalkan kesan pamer diri. Tetapi, pamer buku---jika benar-benar dibaca---akan menunjukkan pejabat yang rendah hati, berwawasan luas, dan siap berdialog dengan rakyatnya.
Jadi, kalau harus memilih, masyarakat lebih butuh pejabat yang "kutu buku" daripada pejabat yang "kutu pamer." Jangan sampai ada  warganet yang memberikan pernyataan  "Lebih Bangga Jam Tangan daripada Jendela Ilmu?"
Penutup
Kedekatan pejabat dengan buku bukan sekadar hobi, melainkan kebutuhan. Buku menjadi jendela yang memperluas wawasan, memperdalam empati, dan memperkuat argumentasi. Pejabat yang dekat dengan buku akan lebih siap menghadapi kompleksitas zaman dan mengambil kebijakan yang tidak hanya populer, tetapi juga bijak dan berpandangan jauh ke depan.
Jika generasi pejabat kita mampu membudayakan membaca, maka bangsa ini tidak hanya memiliki pemimpin yang pandai berbicara, tetapi juga pemimpin yang berpikir jernih, bernalar kritis, dan penuh hikmah.
Daftar Pustaka
- Malik, Adam. Mengabdi Bangsa dengan Pikiran dan Perbuatan.
- Obama, Barack. The Promised Land.
- Lee Kuan Yew. From Third World to First.
- Tilaar, H.A.R. Kebijakan Pendidikan: Analisis dalam Konteks Global.
- Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI