Pun demikian jika larangan bermain gawai dan game hanya menyasar segelintir kecil anak-anak, maka bakal pula timbul rasa minder ketika mereka bersosialisasi dengan teman-temannya yang selalu membahas hal-hal kekinian, termasuk dunia maya dan game. Potensi perundungan bahkan bisa muncul di sini.
Inilah era digital, era di mana orang tua, murid, dan guru harus siap hadapi tantangan abad 21 dengan segala kemajuan teknologi. Hal yang justru bisa berbenturan dengan pandangan konvensional tentang pendidikan anak.Â
Larangan bagi anak-anak untuk mengakses teknologi pada kenyataannya tidak serta menjadi jalan keluar, karena sejatinya teknologi bisa bermanfaat untuk menciptakan pendidikan bermutu.
Alih-alih melarang bermain game seperti Roblox, barangkali guru bisa memanfaatkan game populer itu sebagai sarana pendidikan yang kreatif. Tentu sinergi dengan orang tua turut berperan dalam penerapannya.
Misalnya, ketika pelajaran Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia. Guru bisa memberikan tugas kepada murid untuk mencari kata-kata baru atau kata-kata yang belum mereka pahami yang mereka temukan ketika bermain Roblox atau game lainnya.
Setelah itu, guru akan membahas hasil pencarian murid-muridnya. Termasuk ketika ada kata-kata bermakna negatif yang muncul, di sinilah guru akan memberikan pemahaman lebih lanjut apakah kata-kata tersebut pantas diucapkan atau tidak.
Roblox sendiri bukan sekedar game yang statis dan monoton. Roblox ibarat dunia virtual yang memberikan ruang bagi penggunanya untuk mengekspresikan imajinasi mereka melalui pembuatan game sendiri dan dasar-dasar pemrograman. Selain membuat game sendiri, pengguna bisa mendesain avatar, dan membangun dunia virtual menggunakan Roblox Studio.
Terus terang saya belajar banyak dari anak bungsu saya dan sepupunya serta anak-anak di lingkungan tempat tinggal kami tentang Roblox. Tentunya dengan pengawasan dan pelatihan yang tepat, maka anak-anak akan bisa kreatif dan bersosialisasi dengan teman-temannya di dunia maya.
Ketika "Gasing Penghapus" viral
Beberapa waktu belakangan juga marak di media sosial tentang permainan gasing yang dibuat dari bahan penghapus pensil yang dirakit menggunakan staples dan ujung pusarannya menggunakan paku payung. Permainan ini viral dan ditiru oleh anak-anak SD di berbagai daerah.
Namun, kreativitas ini justru menuai larangan dari kalangan guru dan sekolah yang menganggapnya berbahaya dan bisa mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah. Beberapa kasus terjadi seperti murid terluka karena terkena paku payung dan staples, semakin menguatkan alasan pelarangan mainan ini.