Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Hujan Datang Meracau Pagi-pagi

29 Januari 2016   20:15 Diperbarui: 29 Januari 2016   22:19 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gambar: ashcolton.blogspot.jp"][/caption]Aku bertanya pada awan, apa arti warna kelabu
Iba aku, jika ia melulu dilekat kesan ragu dan haru
Atau, dapatkah ia seoptimis metafora abu?
Seperti yang rutin mereka usapkan dari ranggas api daun palma yang diseduh menjadi kaldu

Anak-anakmu, awan...
Mereka melancong tanpa sempat berdandan
Dari wajah sepucat bubur sumsum itulah aku belajar mengenal duka
Serupa rombongan pelawat bertudung mantilla
Bernyanyi kidung muram setengah hati
Lalu tergesa pulang
Meninggalkan jejak bulir air mata yang lancang berkelit dari sekaan acak jemari

Cucumu, awan...
Ia jatuh karena perkara yang tak tentu
Darinyalah aku belajar mengenal pahit
Semacam risalah yang membanjur tanpa pernah kukehendaki

Tetesnya hanya menitik, kemudian pergi berlalu

Aku bahkan tak sempat menyapa seperti biasa,
"Apa kabar, saudari hujan? Rindukah itu, yang menjatuhkanmu perlahan?"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun