Mohon tunggu...
Widadi Muslim
Widadi Muslim Mohon Tunggu... Guru

Guru yang energik, atraktif dan murah senyum. Motivator dan penulis buku kependidikan. Juara kedua kompetisi edukasi Anlene Hidup Penuh Makna. Saat ini mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 164 Jakarta Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kegalauan Liza

27 Desember 2022   12:51 Diperbarui: 27 Desember 2022   13:13 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wanita di dalam kamar. (pexel.com/Felipe Cespedes)

Tiba-tiba ombak menggulung bangunan dari pasir yang mereka buat. Keduanya sedih bercampur gembira. Sedih karena bangunan yang mereka buat hancur digulung ombak. Gembira karena untuk sementara bisa melupakan tugas-tugas kuliah yang banyak dan harus diselesaikan secepatnya.

“Ayo kita lomba lagi Bram.”

“Ok, siapa takut.”

Keduanya kembali mengumpulkan pasir-pasir basah. Orang-orang di sekelilingnya juga melakukan hal yang sama. Nyaris sepanjang bibir pantai dari ujung barat hingga ke timur dipadati pengunjung. Sebagian besar dari mereka berdiri di bibir pantai. Sesekali air laut menyiram tubuh mereka. Ada kebahagiaan tersendiri yang sulit dibayangkan ketika air laut menyiram tubuh bersama semilir angin yang datang, sementara itu di kedua kaki merasakan pasir yang diinjaknya dibawa air kembali ke laut. Indah sekali.

Hari semakin sore. Pengunjung pantai semakin banyak. Bram dan Liza masih asyik membuat gundukan, bangunan dari pasir-pasir basah. Sesekali mereka beradu pandang. Liza gadis kuning langsat berambut panjang itu tampak seperti bidadari di mata Bram. Apalagi ketika rambut panjangnya tersingkap angin laut yang nakal. Sementara Bram di mata Liza adalah sosok yang pandai, ramah, penolong dan melindungi. Keduanya saling mengagumi.

Tiba-tiba dari arah timur orang-orang berteriak, “Tolong-tolong ada orang tenggelam.” Secepat kilat keduanya mengalihkan pandangan ke arah datangnya suara sambil berlari ke pinggir. Bersamaan dengan itu datang ombak bergulung-gulung yang lebih besar lagi.

“Awas Bram.” Teriak Liza sekuat tenaga.

Liza memutar badan ke seluruh arah tapi tak juga melihat keberadaan Bram. Ia menangis sejadi-jadinya. Teman-temanya berkerumun menghampirinya. Semua mata mencari keberadaan Bram, dari kejauhan tampak kepala orang terombang-ambing dibawa ombak ke tengah lautan. Teman-teman Liza saling bertanya dalam hati, mungkinkah itu kepala Bram.

Sesaat kemudian petugas penyelamat pantai dengan seragam dan peralatan lengkap berusaha menyelamatkan orang-orang yang tenggelam. Semua orang yang berada dipinggir pantai, di warung-warung makan sepanjang pantai, penduduk setempat menghentikan kegiatannya. Semua larut dalam duka, semua khusyu’ berdoa.

Dua jam lebih petugas penyelamat pantai berjuang melawan ganasnya ombak dan angin laut yang beritup kencang. Sepuluh dari sebelas orang yang tenggelam saat itu berhasil diselamatkan termasuk Bram. Mengetahui kabar tersebut semua teman Bram bergegas menuju kantor petugas penyelamat pantai. Tampak kesepuluh orang terbujur dan terkulai lemas tak berdaya. Semuanya dibawa ke rumah sakit terdekat.

Kenangan-kenangan indah dan menyeramkan bersama Bram  malam itu silih berganti mengahantui pikiran Liza. Ia ingat pada tahun pertama keberadaan Bram di negeri orang untuk menimba ilmu sangat rajin mengirim berita. Tetapi dua tahun terakhir ini Bram nyaris tak pernah mengirimkan kabar beritanya. Malam itu hati Liza benar-benar galau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun