Angin meniup menerpa pepohonan disekitarku. Helai demi helai daun-daun kering berjatuhan. Ada pula yang gugur lepas secara bersamaan. Namun bukan itu yang  menjadi lamunanku. Mataku menatap daun jatuh beterbangan tapi angan dan pikiranku menerawang jauh melintasi waktu yang tak akan pernah kembali lagi.
Sebuah kenangan cinta yang tak pernah pupus dari ingatanku. Hingga kini, aku tak pernah bisa menepis bayang wajahmu. Wajah yang selalu menari-nari dipelupuk mataku. Bahkan terkadang aku sulit tuk memicingkan mata walau hanya sekejap saja.Â
Setahun lalu, disini, dibawah pohon kenari ini, dengan suasana yang sama seperti sekarang ini, pertama kalinya aku menatap wajahmu. Tak sengaja memang. Tapi itulah  kesan pertama aku merasa sulit menghapus dan menghilangkan raut wajah dengan senyum manismu, Aisyah. Kau menganggukan kepala disertai senyuman. ah... Senyum itu terus menerus menempel dalam memoriku.
Naih... Itulah nama panggilan kesayanganmu. Tapi aku lebih suka memanggilmu dengan nama aslimu, Aisyah. Dan kamu tidak keberatan aku emanggilmu demikian. Hanya dalam hitungan bulan, aku merasa telah jatuh cinta padamu. Tapi aku tak pernah merasa punya keberanian tuk mengungkapkannya. Kamu tak pernah menyadari bahkan tak akan pernah tahu kalau aku memendam cinta yang tulus terhadapmu.
Aisyah, mungkin kamu masih ingat ketika aku punya kesempatan bicara berdua denganmu. Saat itu, aku mengumpulkan segenap keberanianku untuk mengutarakan semua isi hatiku. Tetapi sayang sekali, semua itu hanya tinggal keinginanku saja karena semua kata-kata yang telah kususun dengan rapi, semuanya sia-sia belaka karena semua itu tersangkut ditenggorokanku. Aku sungguh tak sanggup dan tak mampu tuk mengatakannya. "Ah, biarlah lain kali saja,." Pikirku.
Seminggu dari pertemuan kita itu, aku pergi ke Jakarta tuk mencari pekerjaan. Aku bercita-cita melamarmu saat aku telah mendapat pekerjaan.. Di Jakarta aku tak beruntung dan aku lari ke Bekasi dan aku bekerja sebagai buruh pabrik disebuah pabrik karton di sana. Aku bekerja tak kenal lelah. Kerja lembur pun sering kujalani karena aku ingin segera punya bekal tuk melamarmu. Tapi rasa rindu ini membuatku tak tahan ingin segera pulang kampung dan ingin cepat-cepat menemuimu.
Aisyah... Aku pulang. Dan orang pertama yang ingin kujumpai adalah kamu. Orang pertama yang ingin kudengar khabarnya adalah kamu. Orang pertama yang ingin kusapa adalah kamu. Karena... Orang yang pertama kurindu adalah kamu.
Tapi....Â
Kamu yang kujumpai tidak lagi sendiri. Khabar yang kudengar darimu, kamu telah menikah. Jawaban atas sapaanku adalah bahwa kamu tengah berbadan dua dan merasa sangat bahagia. Karena...... kamu suka dan cinta terhadap suamimu.
Aisyah... Saat kamu mengatakan itu semua, kulihat wajahmu begitu sumringah dengan senyum dibibir kamu yang tampak begitu manis dan merah alami. Â Akupun turut tersenyum dan sempat mengucapkan selamat bahagia. Tapi kamu tak tahu, bahkan tak akan pernah tahu, betapa hancur berkeping-kepingnya hatiku ini. Aku tak tahu, dengan cara bagaimana aku mengikis habis karang cinta yang telah menggunung dalam hati sanubariku. Dan aku juga tidak tahu, bagaimana aku dapat mengumpulkan kembali puing-puing hatiku yang kini berserakan.
*******